Advanced Search
Hits
7004
Tanggal Dimuat: 2013/08/27
Ringkasan Pertanyaan
Seseorang telah berwasiat pada sebagian dari hartanya, namun ia tidak menentukan kadar dan bilangannya. Pada sebagian riwayat dijelaskan tentang solusi yang berbeda-beda dan variatif. Di antaranya dikatakan bahwa: maksud dari bagian (juz) di sini adalah sepuluh bagian, sesuai firman Allah Swt dalam Al Qur’an surah al-Baqarah (2) ayat 260. Dalam riwayat yang lain dikatakan, maksud bagian (juz) di situ adalah tujuh bagian, sesuai dengan firman Allah Swt dalam Surah al-Hijr ayat 44. Dengan memperhatikan riwayat-riwayat ini, lantas bagaimana menentukan bagian (juz) yang telah diwasiatkan itu?
Pertanyaan
Seseorang telah berwasiat pada sebagian dari hartanya, namun ia tidak menentukan kadar dan bilangannya. Pada sebagian riwayat dijelaskan tentang solusi yang berbeda-beda dan variatif. Di antaranya dikatakan bahwa: maksud dari bagian (juz) di sini adalah sepuluh bagian, sesuai firman Allah Swt dalam Al Qur’an surah al-Baqarah (2) ayat 260. Dalam riwayat yang lain dikatakan, maksud bagian (juz) di situ adalah tujuh bagian, sesuai dengan firman Allah Swt dalam Surah al-Hijr ayat 44. Dengan memperhatikan riwayat-riwayat ini, lantas bagaimana menentukan bagian (juz) yang telah diwasiatkan itu?
Jawaban Global

Dengan memperhatikan sanad kedua kelompok riwayat-riwayat yang tergolong seabgai riwayat yang diterima oleh kalangan ulama. Bagaimana para ulama menggabung (jam’) dua riwayat akan disebutkan sebagaimana berikut ini:

 

1.             Para pemilik harta pada periode-periode lalu, membagi harta mereka itu dalam bentuk bagian-bagian. Oleh itu, sebagian dari mereka membagi-bagi hartanya menjadi sepuluh bagian dan sebagian membagi-bagi hartanya menjadi tujuh bagian. Dengan demikian, wasiat seseorang atas hartanya itu ditunaikan sesuai dengan adat dan kebiasaannya masing-masing.

 

2.             Pendapat yang lebih kuat adalah mengamalkan kelompok riwayat-riwayat yang pertama karena prinsipnya (ashl) adalah tetapnya kepemilikan ahli waris. Atau dengan kata lain prinsipnya (ashl) adalah tidak ada pembayaran lebih dari ahli waris. Dan kadar dan ukuran banyak itu juga bisa terjadi ketika mengamalkan riwayat-riwayat yang mengartikan bagian (juz) itu sebagai “sepertujuh.

 

3.             Kelompok riwayat-riwayat yang pertama itu kita anggap mengandung makna wajib dan kelompok riwayat-riwayat yang kedua kita anggap memiliki makna anjuran (mustahab). Artinya bagian (juz) itu adalah sepersepuluh dan ini kita anggap sebagai hal yang sifatnya wajib. Namun bagi ahli waris dianjurkan – dengan alasan banyaknya riwayat yang menyatakan demikian, menggunakan sepertujuh dari harta yang telah diwasiatkan.

 

Jawaban Detil

Jika ada ketidakjelasan pada wasiat, dikarenakan globalnya (ijmâl) lafaz yang digunakan di dalamnya, seperti ada seseorang yang berwasiat “sebagian dari harta”  dan mengatakan bahwa sebagian dari harta saya itu hendaknya digunakan untuk amal kebajikan (seperti membangun yayasan yatim piatu dan lain-lain) dan tidak ada indikasi atau pun qarinah yang menjadi penjelas atas maksud pewasiat, maka tuntutan kaidah menyatakan bahwa wasiat ini dianggap tidak ada dan pada dasarnya seolah-olah ia tidak berwasiat. Oleh itu, kita mesti merujuk kepada kaidah-kaidah umum dan aturan-atauran khusus dalam bab warisan (irts), karena ungkapan semacam ini menurut urf (kebiasaan umum) dan menurut pakar bahasa sama sekali tidak memiliki makna yang dapat dihukumi secara lahir.

 

Namun dengan memperhatikan hal bahwa pada bab ini, dalil-dalil syar’i dan riwayat-riwayat standar, yang menafsirkan sebagian lafaz-lafaz mujmal (global) itu, maka mau-tak-mau wajib bagi kita merujuk ke dalil-dalil dan riwayat-riwayat standar ini.[1] Nah, apabila wasiat semacam ini dilaksanakan, pokok persoalannya adalah berapa banyak harta yang harus dikeluarkan dari pemberi wasiat kepada orang yang diwasiatkan. Terdapat dua kelompok riwayat-riwayat dalam menjawab persoalan ini.

 

Kelompok pertama: sesuai dengan sebagian riwayat, bagian (juz)” itu ditafsirkan sebagai sepersepuluh artinya sepersepuluh dari harta yang ada harus diserahkan kepada yang menerima wasiat (muwshi lahu).

 

Saya bertanya tentang seseorang yang mewasiatkan “sebagian” dari hartanya kepada Imam Shadiq As. Kemudian beliau bersabda: Obyeknya itu adalah satu bagian dari sepuluh bagian. Kebanyakan ulama, dengan bersandar pada riwayat semacam ini, menganggap wajib mengeluarkan sepersepuluh pada wasiat sebagian(juz) harta.[2]

 

Kelompok Kedua: Kebalikan dari riwayat sebelumnya. Terdapat riwayat-riwayat yang menafsirkan sebagian (juz) pada wasiat itu sebanyak sepertujuh. Di antara hadis itu adalah:

 

Muhammad bin Ali bin Mahbub, dari Ahmad bin Muhammad bin Abi Nashr Bazanthi berkata: “Saya bertanya kepada Imam Kazhim As perihal seseorang yang mewasiatkan sebagian (juz)dari hartanya? Imam As bersabda: Juz itu artinya sepertujuh, karena Allah Swt berfirman,”Jahanam itu mempunyai tujuh pintu. Tiap-tiap pintu (telah ditetapkan bagian) untuk golongan yang tertentu dari mereka”[3] Oleh karena itu, penduduk neraka itu harus dibagi menjadi tujuh bagian sesuai dengan ungkapan ayat itu, bahwa setiap pintu itu disebut sebagai satu bagian.

 

Ada sekelompok, dengan bersandar pada riwayat-riwayat semacam ini, menganggap wajib untuk mengeluarkan sepertujuh pada wasiat sebagian(juz) harta.[4]

 

Nah, dengan memperhatikan sanad kedua kelompok riwayat-riwayat yang termasuk sebagai riwayat yang diterima oleh kalangan ulama, kelihatannya pada poin pertama, kedua kelompok riwayat ini nampak saling bertentangan (ta’arudh), namun para juris menggabungkan dua kelompok riwayat ini sebagaimana yang disebutkan sebagaimana berikut ini:

 

1.             Para pemilik harta pada periode-periode lalu, membagi harta mereka itu dalam bentuk bagian-bagian. Oleh itu, sebagian dari mereka membagi-bagi hartanya menjadi sepuluh bagian dan sebagian membagi-bagi hartanya menjadi tujuh bagian. Dengan demikian, wasiat seseorang atas hartanya itu ditunaikan sesuai dengan adat dan kebiasaannya masing-masing. [5]

 

2.             Pendapat yang lebih kuat adalah mengamalkan kelompok riwayat-riwayat yang pertama karena prinsipnya (ashl) adalah tetapnya kepemilikan ahli waris. Atau dengan kata lain prinsipnya (ashl) adalah tidak ada pembayaran lebih dari ahli waris. Dan kadar dan ukuran banyak itu juga bisa terjadi ketika mengamalkan riwayat-riwayat yang mengartikan bagian (juz) itu sebagai “sepertujuh. [6]

 

3.             Kelompok riwayat-riwayat yang pertama itu kita anggap mengandung makna wajib dan kelompok riwayat-riwayat yang kedua kita anggap memiliki makna anjuran (mustahab). Artinya bagian (juz) itu adalah sepersepuluh dan ini kita anggap sebagai hal yang sifatnya wajib. Namun bagi ahli waris dianjurkan – dengan alasan banyaknya riwayat yang menyatakan demikian, menggunakan sepertujuh dari harta yang telah diwasiatkan. [7]

 

 

 

 

 

 

 

Bagaimana pun harap diperhatikan bahwa “Jika pengeluaran itu yang telah ditentukan oleh mayit (orang yang meninggal), melebihi sepertiga dari hartanya, maka wasiat si mayit yang lebih dari sepertiga akan dianggap sah jika terdapat kerelaan dari ahli warisnya.[8]   

 

Jawaban Ayatullah Mahdi Hadavi Tehrani terhadap pertanyaan di atas adalah sebagai berikut:

 

Wasiat, hanya berlaku, tanpa izin ahli waris (sekalipun) pada sepertiga dari harta yang ditinggalkan dan untuk menentukan banyaknya harus mencukupkan diri dengan ukuran yang meyakinkan (qadr-e mutayaqqan), kendati mengikut prinsip ihtiyâth mustahab harta tersebut dalam ukuran maksimal yang memungkinkan dialokasikan untuk wasiat. [iQuest]    

 

 

[1]. Sayid Hasan Musawi Bajnawardi, al-Qawâ’id al-Fiqhiyah, jil. 6, hal 291, Nasyr Al Hadi, Qom-Iran, Cetakan Pertama, 1419 H.

 

[2]. Muhammad Taqi Syusytari, al-Naj’ah fi Syarh al-Lum’ah, jil. 8, hal. 230, Kitabpurusyi Shaduq, Teheran, Cetakan Pertama, 1406 H.

 

[3]. Qs. Al Hijr: 44. Abu Ja’far, Muhammad bin Hasan Thusi, Tahdzib al-Ahkâm, jil. 9, hal 209, Hadis 828, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Teheran, Cetakan Keempat, 1407 H.

 

[4]. Muhammad Taqi Syusytari, al-Naj’ah fi Syarh- al-Lum’ah, jil. 8, hal. 233, Kitabpurusyi Shaduq, Teheran, Cetakan Pertama, 1406 H.

 

[5]. Muhammad bin Ali bin Babawaih Qummi, Syaikh Shaduq, Penerjemah, Ali Akbar Gaffari, Man Yahdhuruhu al-Faqih, jil. 6, hal. 50, Shaduq, Teheran, Cetakan Pertama, 1409 H.

 

[6]. Miqdad bin Abdullah Hilli, Penerjemah, Abdurrahim Haqiqi Bakhsyasyi, Kanz al-‘Irfân fi Fiqh al-Qur’ân, jil. 2, hal 585, Qom, Cetakan Pertama;, Sayid Muhammad Husain Tarhini ‘Amili, al-Zubdat al-Fiqhiyah fii Syarhi al-Raudhah al-Bahiyah, jil. 6, hal 38, Dar al-Fiqh Liththaba’ah wa al-Nasyr, Qom, Cetakan Keempat, 1427 H.

 

[7]. Muhammad Taqi Syusytari, al-Naj’ah fi Syarh- al-Lum’ah, jil. 8, hal. 233, Kitabpurusyi Shaduq, Teheran, Cetakan Pertama, 1406 H.

 

[8]. Sayid Ruhullah Musawi Khomeini, Taudhihul Masâil (Imam Khomeini), hal 578, Masalah 2589, Cetakan Pertama, 1426 H.

 

Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Klasifikasi Topik

Pertanyaan-pertanyaan Acak

  • Mengapa kepribadian Rasulullah Saw mengalami perubahan tatkala mencapai kekuasaan?
    12350 Para Maksum 2011/02/12
    Meski tidak dikemukakan sandaran atau sumber atas pertanyaan ini, namun bagaimanapun harus kita ketahui bersama bahwa setiap perubahan sikap bukanlah karena adanya perubahan kepribadian. Lantaran boleh jadi Rasulullah Saw dalam kesempatan yang berbeda, sesuai dengan tuntutan ruang, waktu dan kondisi, menunjukkan sikap dan perilaku yang berbeda-beda. Sehingga dengan demikian ...
  • Apakah bisa mendekati istri jika ia baru selesai haidh tapi belum mandi?
    3868 Waktu dan Tempat Bersenggama 2015/04/18
    Ketika istri suci dari haidh, sebagian hal-hal yang tidak boleh ia lakukan[1] atau haram[2] akan menjadi mubah baginya. Seperti: cerai dan jima yang dilakukan segera setelah ia suci dari haidh tanpa mandi terlebih dahulu, yaitu suaminya bisa menceraikannya atau bisa mendekatinya.
  • Apakah hakekat Insya Allah?
    9633 Tauhid 2015/07/23
    Makna frase insya Allah adalah jika Allah menghendaki. Seseorang yang mengucapkan kalimat ini meyakini bahwa terdapat iradah di atas iradahnya sendiri artinya, jika Ia tidak menghendaki sesuatu maka tidak ada sesuatu yang bisa terjadi. Dalam sebagian perkara, kalimat “Insya Allah” merupakan bentuk mengambil berkah dan orang-orang selalu mengucapkan “Inysa Allah’ dan ...
  • Bagaimana hubungan antara ruh dan badan?
    21128 Filsafat Islam 2011/07/16
    Sekaitan dengan hubungan antara ruh dan badan harus dikatakan bahwa badan merupakan salah satu tingkatan dari beberapa tingkatan nafs dan ruh. Atas dasar itu, pada hakikatnya, badan berada pada jiwa dan ruh bukan ruh yang terdapat pada badan; karena berdasarkan Filsafat Hikmah, dengan ...
  • Apakah talak atau cerai itu tidak termasuk sebagai pelanggaran hak azasi manusia?
    5619 Talak 2013/05/26
    Talak atau cerai merupakan salah satu hak azasi manusia; karena pada kenyataannya dalam talak tidak ada satu pun hak seseorang yang dilanggar. Talak atau cerai merupakan salah satu solusi yang ditetapkan pada seluruh agama dan mazhab ketika suami dan istri, apa pun dalilnya, tidak lagi dapat melanjutkan ...
  • Mengapa kita harus meyakini kebenaran Syiah dan menolak kebenaran mazhab lainnya?
    13958 Teologi Lama 2010/03/08
    Dalam sebuah klasifikasi umum, agama dapat dibagi menjadi dua bagian, Ilahi dan manusiawi. Agama merupakan sekumpulan keyakinan, akhlak, aturan dan ketentuan yang bertujuan untuk mengatur individu dan masyarakat serta membina manusia melalui jalan wahyu dan akal. Islam secara leksikal bermakna taslim (tunduk) dan pasrah. Adapun Syiah bermakna ...
  • Apa boleh mengerjakan shalat nafilah Dhuhur dan Ashar setelahnya dan shalat nafilah Maghrib dan Isya sebelumnya?
    4880 Zaman 2013/11/23
    Mengerjakan salat-salat nafilah setelah waktunya harus dikerjakan dengan niat qadha. Namun terdapat perbedaan pendapat di kalangan fukaha terkait dengan pengerjaan salat-salat ini sebelum waktunya. Sebagian berpandangan tidak boleh[1] dan sebagian lainnya membolehkan.[2] Pengerjaannya dipandang sah dengan niat ma fi al-dzimmah
  • Bagaimana hukum Islam terkait dengan hubungan sehat antara muda dan mudi?
    10966 Serba-serbi 2012/05/13
    Dalam pandangan Islam, pria dan wanita adalah dua entitas dan makhluk yang saling menyempurnakan. Allah Swt menciptakan mereka untuk satu sama lain untuk saling melengkapi. Salah satu kebutuhan pria dan wanita terhadap satu sama lain adalah kebutuhan seksual. Namun kebutuhan ini harus disalurkan pada aturan dan instruksi ...
  • Bagaimana shalat nafilah Isya itu dikerjakan?
    7628 Hukum dan Yurisprudensi 2011/05/17
    Waktu shalat Isya adalah selepas pelaksanaan shalat Maghrib hingga tengah malam. Dan waktu pelaksanaan shalat nafilah Isya adalah selepas pelaksanaan shalat Isya hingga tengah malam (waktu ketika shalat Isya dikerjakan dengan niat qadha). Shalat nafilah Isya dapat dikerjakan dalam dua bentuk: ...
  • Apakah kita berdosa apabila bermusuhan selama 3 hari ?
    37648 گناه و رذائل اخلاقی 2013/09/17
    Berdasarkan pada apa yang dapat disimpulkan dari beberapa riwayat, sekiranya, apa pun alasannya, terjadi permusuhan di antara dua saudara Muslim, maka permusuhan itu harus segera diakhiri dan kedua pihak yang bersengkat harus segera berdamai. Apabila terdapat kemungkinan untuk berdamai maka berlanjutnya permusuhan tergolong sebagai sebuah dosa. Memaafkan ...

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    256100 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    243792 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    227770 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    212024 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    173855 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    169217 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    161433 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    155743 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    137158 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    132419 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...