Advanced Search
Hits
11308
Tanggal Dimuat: 2009/09/22
Ringkasan Pertanyaan
Mengapa Ahlulbait As hanya dikhusukan untuk beberapa orang saja?
Pertanyaan
Mengapa Ahlulbait As hanya dikhusukan untuk beberapa orang saja?
Jawaban Global
Dalil pokok pengkhususan Ahlulbait pada lima orang Âli Aba yaitu Nabi Saw, Ali, Fatimah, Hasan dan Husain (Alaihimussalam) adalah riwayat-riwayat yang dinukil oleh para ahli hadis (muhaddits) dan ulama baik dari kalangan Syiah atau pun dari Ahlusunnah sedemikian sehingga riwayat tersebut dinukil lebih dari 70 referensi Ahlusunnah yang terkenal. Referensi Syiah dalam hal ini lebih banyak dari referensi yang diriwayatkan oleh Ahlusunnah. Di samping itu, pada ayat-ayat al-Qur'an sendiri terdapat sebagian indikasi bahwa yang dimaksud dengan Ahlulbait bukan seluruh orang yang memiliki hubungan dengan Nabi Saw (baca para istri Nabi Saw).
Jawaban Detil

Ahlulbait merupakan sebuah terminologi Qur'ani, hadis dan teologis yang bermakna keluarga Nabi Saw. Terminologi ini dalam makna ini hanya sekali disebutkan dalam al-Qur'an pada ayat Tathir yaitu ayat 33 surah al-Ahzab. "Innamâ yuridullâh liyudzhiba 'ankum al-rijsa Ahlalbait wa Yutahhirakum Tathira." Sesungguhnya Allah Swt hendak mensucikan kalian wahai Ahlulbait dari segala kekotoran dan nista sesuci-sucinya."

Akar bahasa "Ahl" bermakna kekerabatan dan kedekatan[1] dan "bait" di samping bermakna tempat hunian dan juga bermakna tempat menginap.[2] Akar Ahlulbait secara leksikal bermakna kerabat  seseorang yang memiliki tali kekeluargaan dan kekerabatan dengannya.[3]

Akan tetapi secara mutlak dalam makna yang lebih luas Ahlulbait termasuk seluruh orang-orang yang memiliki hubungan nasab, agama, rumah, kota dan hubungan kewargaan.[4]

Akan tetapi para terminolog, dari kalangan teolog, ahli hadis, penafsir al-Qur'an menyatakn bahwa terminologi Ahlulbait yang disebutkan dalam al-Qur'an digunakan dengan sebuah pahaman khusus; karena mereka meyakini bahwa dalam hal ini terdapat banyak riwayat yang bersumber dari Nabi Saw dan para Imam Syiah, karena itu redaksi teknis al-Qur'an ini memiliki penafsiran khusus.

Terkait dengan penafsiran khusus ini bahwa siapa saja yang termasuk Ahlulbait terdapat perbedaan pendapat di kalangan penafsir (mufassir), ahli hadis (muhaddits) dan teolog (mutakallim):

1.     Sebagian penafsir Ahlusunnah meyakini bahwa terdapat indikasi setelah dan sebelum ayat yang melibatkan para istri Nabi Saw. Para istri Nabi Saw termasuk yang disebut sebagai Ahlulbait dalam ayat ini. Mereka dalam menyokong pandangannya bersandar pada sebuah riwayat dinukil oleh Ikrimah, Maqatil, Ibnu Jabir dan Ibnu Saib dari Ibnu Abbas. Para penafsir Ahlusunnah menulis: Ikrimah berteriak di pasar bahwa Ahlulbait Nabi Saw hanyalah para istri beliau dan aku siap ber-mubahala (memohon kutukan dari Allah Swt) dengan siapa saja yang mengingkari hal ini.[5]

2.     Sebagian penafsir Ahlusunnah dan seluruh penafsir Syiah mengkritisi pandangan ini dan berkata: Apabila yang dimaksud dengan Ahlulbait dalam ayat tersebut maka pantas kiranya seperti redaksi-redaksi sebelum dan sesudah ayat yang dialamatkan kepada mereka dinyatakan dalam bentuk muannats (feminim). Dalam ayat ini Allah Swt berfirman: "Innama yuridullah liyudzhiba 'ankum al-rijsa Ahlalbait wa Yutahhirakum Tathira." Sesungguhnya Allah Swt hendak mensucikan kalian wahai Ahlulbait dari segala kekotoran dan nista sesuci-sucinya." Sementara kenyataannya tidak demikian. Penyampaian dalam ayat ini disebutkan dalam bentuk plural maskulin (jam'e mudzakkar, ankum wa yutahhirakum) dan hal ini menandaskan bahwa ucapan para penafsir ini tidak benar adanya.

Akan tetapi penyandaran mereka terhadap riwayat juga diragukan. Di antara yang meragukan riwayat ini adalah Abu Hayyan Garnati – salah seorang ulama Ahlusunnah - menulis bahwa penyandaran riwayat ini kepada Ibnu Abbas adalah tidak benar. Ibnu Katsir berkata bahwa apabila yang dimaksud dalam riwayat ini, adalah sebab-sebab pewahyuan (asbab al-nuzul) ayat tathir, adalah para istri nabi maka ucapan ini benar adanya. Akan tetapi apabila yang dimaksud adalah bahwa yang dimaksud dan obyek ayat tathir adalah para istri nabi dan bukan yang lain maka ucapan ini tidak benar. Karena banyak riwayat yang menolak anggapan ini.[6]

3.     Akan tetapi sebagaimana yang telah disinggung bahwa ucapan Ibnu Katsir "sebab-sebab diturunkannya ayat ini adalah berkenaan dengan para istri nabi" juga tidak benar karena berseberangan dengan konteks ayat dan kedua berlawanan dengan riwayat-riwayat yang diakuinya sendiri.

4.     Kelompok lain dari kalangan mufassir Ahlusunnah yang meyakini bahwa yang dimaksud dengan Ahlulbait dalam ayat ini adalah para istri Nabi Saw dan juga Ali, Fatimah, Hasan dan Husain.[7] Perlu diketahui bahwa orang-orang yang menyokong pandangan ini tidak memiliki satu pun riwayat yang mereka jadikan sandaran.

Sebagian mufassir berkata: Secara lahir ayat ini bersifat umum dan termasuk seluruh keluarga Nabi Saw. Baik itu para istri, anak-anak ,kerabat dan bahkan para budak Nabi Saw. Tsa'labi berkata: Seluruh Bani Hasyim atau orang-orang beriman dari Bani Hasyim juga termasuk di dalamnya.[8] Pandangan ini juga tidak bersandar pada satu pun riwayat.

Sekelompok mufassir menengarai bahwa boleh jadi Ahlulbait adalah orang-orang yang haram menerima sedekah. Pandangan ini bersandar pada sebuah hadis yang diriwayatkan dari Zaid bin Arqam ketika salah seorang bertanya kepadanya: Siapakah Ahlulbait Nabi Saw? Apakah para istri Nabi Saw juga termasuk sebagai Ahlulbait? Zaid berkata: "Para istri nabi termasuk Ahlulbait. Akan tetapi Ahlulbait Nabi Saw adalah yang haram menerima sedekah; artinya Ali 'Ali (keluarga Ali), Ali Ja'far (keluarga Ja'far) dan Ali 'Abbas (keluarga Abbas).[9] Menurut Abu al-Futuh al-Razi bahwa pandangan ini adalah ucapan yang jarang dan tidak memiliki dasar. [10]

5.     Seluruh mufassir Syiah dan mayoritas mufassir Ahlusunnah – dengan bersandar pada bukti-bukti dan indikasi-indikasi, riwayat yang banyak yang dinukil dari Nabi Saw, Hadhrat Ali, Imam Hasan, Imam Husain, Imam Sajjad dan imam-imam yang lainnya dan juga dari Ummu Salamah, Aisyah, Abu Sa'id Khudri, Ibnu Abbas dan sahabat lainnya – meyakini dengan sungguh-sunguh bahwa ayat tathir adalah diturunkan untuk Ashab Kisa – Nabi Muhammad Saw, Ali, Fatimah, Hasan dan Husain dan yang dimaksud dengan Ahlulbait adalah kelima orang ini. Satu-satunya pertanyaan yang tersisa dalam benak adalah bagaimana mungkin di sela-sela pembahasan tugas-tugas para istri Nabi namun Ahlulbait tidak termasuk para istri nabi.

Dalam menjawab pertanyaan ini terdapat beberapa jawaban: Di antaranya yang dikatakan oleh Thabarsi: Hal ini bukan hanya satu-satunya persoalan. Dalam al-Qur'an terdapat beberapa ayat yang berada di samping ayat-ayat yang berbicara tentang beragam subyek; hal ini dapat kita saksikan pada kebanyakn ayat-ayat al-Qur'an. Demikian juga dalam ucapan fasih Arab dan sastra mereka terdapat banyak contoh dari perkara ini. [11]

Allamah Thathabai Ra menambahkan jawaban yang diberikan oleh Thabarsi. Ia menulis: Tiada satu pun dalil yang menunjukkan bahwa ayat Innama yuridullah liyudzhiba 'ankum al-rijsa Ahlalbait wa Yutahhirakum Tathira." Sesungguhnya Allah Swt hendak mensucikan kalian wahai Ahlulbait dari segala kekotoran dan nista sesuci-sucinya." Diturunkan beserta ayat-ayat sebelum dan sesudahnya. Bahkan dari sebagian riwayat dapat disimpulkan bahwa ayat tathir ini diturunkan secara terpisah, dan sesuai dengan perintah Nabi Saw atau tatkala pengumpulan ayat-ayat al-Qur'an pasca wafatnya Nabi Saw ayat-ayat sebelum dan sesudahnya diletakan di samping ayat tathir. [12]

Dalam Tafsir Nemune disebutkan bahwa jawaban ketiga yang dapat dilihat dari pertanyaan adalah bahwa al-Qur'an ingin berkata kepada para istri Nabi Saw: Kalian berada di tengah sebuah keluarga yang sebagian darinya adalah maksum. Barang siapa yang berada di bawah bayangan dan pohon ishmah dan berada pada kelompok orang-orang maksum, maka sudah selayaknya mereka lebih berhati-hati melebihi yang lain. Dan tidak melupakan bahwa penyandaran mereka terhadap sebuah keluarga yang di dalamnya terdapat lima orang maksum mereka memiliki tanggung jawab besar, dan Allah Swt dan para hamba menuntut lebih banyak darinya. [13]

 

Adapun riwayat yang dinukil berkenaan dengan sebab-sebab pewahyuan (diturunkannya) ayat tathir sangat banyak dan dibagi menjadi beberapa bagian:

A.    Riwayat-riwayat yang dengan tegas yang menyebutkan sebab-sebab pewahyuan ayat dan maksud ayat tathir dan terminologi Ahlulbait untuk lima orang Ali Aba.[14]

B.    Riwayat-riwayat yang menyokong hadis Kisa: Riwayat yang disampaikan oleh Abu Said al-Khudri, Anas bin Malik, Ibnu Abbas, Abul Hamrah, Abu Burzah yang setelah peristiwa Kisah dan turunnya ayat tathir, Nabi Saw selama sebulan, atau 40 hari, 6 sampai 9 bulan, secara berketerusan tatkala shalat Subuh, atau pada shalat-shalat lima waktu pergi ke kediaman Ali dan Fatimah dan berkata: "Assalamu 'Alaikum Ahlalbait wa Rahmatullahi wa Barakatuh, al-shalat yarhamukumuLlah." Kemudian setelah itu beliau membacakan ayat tathir.[15]

 

Dalam Syarh Ihqaq al-Haq,[16] lebih dari 70 sumber Ahlussunnah yang terkenal dikumpulkan banyak riwayat terkait dengan masalah ini, dan sumber-sumber Syiah dalam masalah ini sangat banyak.[17]

Karena itu, matlab ini dari sisi periwayatannya adalah bersifat definitif bahwa yang dimaksud dengan Ahlulbait pada ayat tathir adalah Nabi Saw, Ali, Fatimah, Hasan dan Husain (Salam Allah ke atas mereka semuanya). Adapun terkait dengan masalah mengapa lafaz Ahlulbait pada riwayat-riwayat juga termasuk atas sebagian para imam; artinya juga disebutkan semenjak Imam Ali bin al-Husain hingga Imam Zaman Ajf. Dalam menjawab pertanyaan ini harus dikatakan bahwa:

Falsafah penegasan dan stressing al-Qur'an terkait deklarasi kedudukan menjulang Ahlulbait adalah bahwa masyarakat dalam lintasan gerakan kesempurnaan dan melintasi jalan hidayah dengan mengikuti mereka; karena tujuan pokok al-Qur'an adalah membimbing dan memberikan petunjuk kepada manusia. "Alif lam mim. Dzalika al-kitab laa raiba fiihi hudan lil muttaqin." (Qs. Al-Baqarah [2]:1-2)

Dan mereka yang sedikit akurat mengkaji al-Qur'an dengan jelas ia dapat membenarkan validitas inferensi ini. Lantaran para Imam Syiah adalah pemimpin dan pemandu umat, atas dasar ini titel Ahlulbait dapat dicocokkkan bagi mereka. Dengan demikian, Rasulullah Saw sejatinya merupakan penafsir dan penjelas al-Qur'an. Tatkala ingin menerangkan kedudukan imamah dan kepemimpinan agama pasca kepergiannya, beliau menggunakan redaksi Ahlulbait ini. Misalnya beliau bersabda:

Inni târikun fikum al-tsaqalaîn Kitabâllahi wa 'Itrati Ahlabaitî. Mâa in tamassaktum bihimâ lan tadhillu ba'di Abadan. Fainnamâ lan yaftariqâ hatta yaridda 'alayya al-haudh."[18] Sesungguhnya Aku tinggalkan bagi kalian al-Tsaqalain, al-Qur'an dan Itrahku Ahlulbait. Kalian tidak akan sesat selama kalian berpegang teguh kepada keduanya. Lantaran keduanya tiada akan pernah berpisah hingga berjumpa denganku kelak di telaga Kautsar."

Atau dalam hadis Safinah beliau bersabda: "Innamâ matsalu Ahlubaitî fîkum Kasifinati Nuh. Man Rakibahâ najâ wa Man Takhallafa 'anha Ghariqa."[19] Sesungguhnya perumpamaan Ahlulbaitku bagi kalian adalah laksana bahtera Nuh. Barangsiapa yang menaikinya akan selamat dan barangsiapa yang menentangnya akan karam." []

 

 

Untuk keterangan lebih jauh silahkan Anda lihat beberapa indeks berikut ini:

1.     Ahlubait dan Ayat Mawaddah, pertanyaan 160 (Site: 1229)

2.     Ahlulbait Nabi Saw, pertanyaan 833 (Site:902)

3.     Siapa saja yang dimaksud dengan Ahlubait, pertanyaan 1247

4.     Pengkhususan Ahlulbait pada Ashab Kisa, pertanayaan 159 (Site: 1251)



[1]. Qayyumi, Misbâh al-Munîr, hal. 28.  

[2]. Ibid, hal. 68. 

[3]. Ibid. 

[4]. Mufrâdât Râghib Isfahânî, hal. 29.

[5]. Thabari, Jâmi' al-Bayân, jil. 22, hal. 7; Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'ân al-'Azhîm, jil. 6, hal. 365.  

[6].  Tafsir ibnu Katsir, jil. 5, hal. 452-453

[7]. Fakhruddin, Tafsir Kabir, jil. 25, hal. 209; Baidhawi, Anwâr al-Tanzil, jil. 4, hal. 163; Abu Hayyan, al-Bahr al-Muhith, jil. 7, hal. 232.  

[8]. Qurtubi, al-Jâmi' li Ahkam al-Qur'ân, jil. 3, hal. 14 & 18; Alusi, Ruh al-Ma'âni, jil. 14, hal. 22..  

[9]. Abu Hayyan, al-Bahr al-Muhith, jil. 7, hal. 231-232.  

[10]. Abu al-Futuh al-Razi, Raudhâ al-Jinân wa Ruh al-Jinân, jil. 15, hal. 421..  

[11]. Majmâ' al-Bayân, jil. 7, hal. 560.  

[12]. Al-Mizân, jil. 16, hal. 312.

[13]. Tafsir Nemune, jil. 17, hal. 295.  

[14]. Thabari, jil. 22, hal. 6-7; Qurthubi, jil. 14, hal. 183; Hakim, jil. 2, hal. 416; Bukhari, al-Târikh, jil. 1, hal. 69-70; Tirmidzi, al-Sunan, jil. 5, hal. 633.  

[15]. Thabari, jil. 22, hal. 5-6; Bukhari, al-Kani, hal. 25-26; Ahmad bin Hanbal, Musnad, jil. 3, hal. 259; Huskani, Syawâhid al-Tanzil, jil. 2, hal. 11-15; Suyuthi, al-Durr al-Mantsur, jil. 6, hal. 606-607.  

[16]. Mar'asyi, jil. 2, hal. 502-547, jil. 9, hal. 91-92.  

[17]. Utamanya yang ditulis dalam tulisan ini kebanyakan diadopsi dari kitab Syenakht Name Ahlulbait karya Ali Rafi' Alamardusyti, hal. 301-308. Untuk keterangan lebih jauh silahkan Anda merujuk ke kitab yang dimaksud. 

[18]. Shahih Tirmidzi, jil. 2, hal. 380; Ahmad bin Hanbal, Musnad, jil. 3, hal. 17.  

[19]. Hakim, Mustadrak al-Shahihaîn, jil. 2, hal. 432; Firuz Abadi, Fadhâil al-Khamsah, jil. 2, hal. 65.  

Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Pertanyaan-pertanyaan Acak

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    259837 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    245602 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    229508 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    214295 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    175603 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    170983 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    167401 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    157467 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    140314 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    133542 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...