Advanced Search
Hits
7442
Tanggal Dimuat: 2012/04/14
Ringkasan Pertanyaan
Apakah kita dapat memanfaatkan kekuatan imaginasi secara proporsional?
Pertanyaan
Saya adalah seseorang yang banyak berfantasi dan berimaginasi. Apakah manusia dapat memanfaatkan kekuatan imaginasinya secara proporsional? Khususnya untuk digunakan di jalan Islam?
Jawaban Global

Fakultas imaginasi (khayal atau mushawwarah) merupakan salah satu pencerapan dan tingkatan batin jiwa manusia. Pekerjaan fakultas ini adalah mencerap dan memahami bentuk dan format partikular obyek-obyek indrawi dan menjaganya disebut sebagai takhayyul (imaginasi).

Jiwa manusia dapat menjadikan fakultas atau kekuatan imaginasi ini sebagai cermin pada akal sehingga dapat menggambarkan realitas-realitas malakut alam; namun jalan untuk membuat cermin tersebut merefleksikan sesuatu yang benar adalah menyucikan fakultas imaginasi.

Sebagaimana imaginasi merupakan sebuah fakultas dan kekuatan yang dapat secara bebas menciptakan pelbagai bentuk dan gambar yang baik dan benar, ia juga dapat menciptakan bentuk yang membangkang dan memberontak serta menjadi kanal masuknya setan. Setelah setan masuk maka secara perlahan ia akan mendominasi hati dan membuat hati gelap dan legam dan dengan ruh yang memberontaknya akan menghancurkan fakultas konstruktif ini dalam dirinya.

Karena itu, fakultas dan kekuatan konstruktif fakultas fantasi memerlukan kesucian dan penjinakan; karena itu dianjurkan bahwa untuk memanfaatkan secara proporsional fakultas fantasi misalnya menjauhi angan-angan panjang, menunaikan ibadah, memustakan perhatian hati untuk mengingat Tuhan.

Jawaban Detil

Fakultas imaginasi (khayal atau musahwwarah)[1] merupakan salah satu media pencerapan dan salah satu tingkatan batin jiwa manusia.[2] Pekerjaan fakultas ini adalah mencerap dan memahami bentuk dan format partikular obyek-obyek indrawi dan proses menjaganya[3] disebut sebagai takhayyul (berimaginasi).[4]

Gambaran bentuk ini adalah analogi material atau mental sesuatu yang dicerap secara empirik di dunia luaran,[5] dan setelah gaibnya benda material luaran (bentuk mentalnya) fakultas imaginasi menyerupakannya kembali bagi jiwa manusia.[6]

Dengan kata lain, apa yang dirasakan oleh panca indra, fakultas imaginasi adalah penjaga gambaran-gambaran empirik tersebut dan merupakan sejenis gudang bagi gambaran-gambaran pelbagai benda ini.[7] Pada hakikatnya, jiwa manusia mengambil gambar dari entitas-entitas dan makhluk-makhluk pada alam natural melalui fakultas imaginasi dan tatkala diminta maka fakultas imaginasinya akan menghadirkannya bagi jiwa.

Di antara fakultas intrinsik dan ekstrinsik jiwa manusia, yang lebih merdeka dan mandiri adalah fakultas imaginasi; fakultas ini berbeda dengan fakultas ekstrinsik seperti penglihatan, pendengaran, tidak terbatas pada pelbagai batasan dan demarkasi hal-hal empirik. Imaginasi mampu menembus pelbagai batasan, demarkasi dan kaitan-kaitan yang ditimpakan alam jasmani atas hal-hal empirik dan terbang melesat di luar alam jasmani. Jiwa manusia mampu menjadikannya laksana cermin yang berada di tangan akal sehingga fakultas imaginasi mampu mengilustrasikan realitas-realitas non-material alam; namun jalan untuk membuat cermin tersebut merefleksikan sesuatu yang benar adalah menyucikan fakultas imaginasi.

Sebagaimana imaginasi merupakan sebuah fakultas dan kekuatan yang dapat secara bebas menciptakan pelbagai bentuk dan gambar yang baik dan benar, ia juga dapat menciptakan bentuk yang membangkang dan memberontak serta menjadi kanal masuknya setan. Setelah setan masuk maka secara perlahan ia akan mendominasi hati dan membuat hati gelap dan legam dan dengan ruh yang memberontaknya akan menghancurkan fakultas konstruktif ini dalam dirinya.

Karena itu, fakultas dan kekuatan konstruktif fakultas fantasi memerlukan kesucian dan penjinakan; karena itu dianjurkan bahwa untuk memanfaatkan secara proporsional fakultas imaginasi misalnya menjauhi angan-angan panjang, menunaikan ibadah, memustakan perhatian hati untuk mengingat Tuhan.

Karena itu al-Qur’an menyatakan, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Barang siapa yang mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya setan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorang pun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya. Tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Qs. Al-Nur [24]:21)

Dengan demikian, fakultas dan kekuatan konstruktif fakultas imaginasi memerlukan penyucian dan penjinakan; karena sepanjang kita tidak terlepas dari fantasi-fantasi yang telah dijinakkan maka ruh kita tidak akan dapat menjadi wadah bagi pengetahuan-pengetahuan Ilahi. Karena itu untuk memanfaatkan secara proporsional fakultas imaginasi misalnya menjauhi angan-angan panjang dianjurkan supaya:

  1. Menelaah buku-buku yang bermanfaat (khususnya buku-buku spiritual dan sirah kehidupan para nabi dan para wali Allah).
  2. Mengarahkan perhatian hati kepada Allah Swt  dan mengingat bahwa ia berada di hadapan Rabb al-Arbâb (Pemelihara segala pemelihara), Pencipta dan Pengatur alam semesta; aktivitas ini dapat diraih dengan melakukan latihan dan pengulangan.
  3. Menjauhi angan-angan panjang dan yang tidak dapat dicapai.[8]
  4. Mengerjakan ibadah-ibadah seperti salat, mengingat Allah Swt, bermunajat, menjalin hubungan penuh cintah dengan Allah Swt dan lain sebagainya; karena ibadah, mengikut pada fakultas lahir dan batin (jiwa insani dan ilahi) sehingga manusia dengan perantara fakultas imaginasi melangkah ke arah gambaran-gambaran benar dan kudus.[9] [iQuest]

 

 

Beberapa Indeks Terkait:

Melupakan Pikiran dan Kenangan Buruk, Pertanyaan 12745 (Site: id12484)

Alam Imaginasi dalam Perspektif Ibnu Sina, Syaikh Isyraq dan Mulla Sadra, Pertanyaan 5338 (Site: 5893).

Menjauhkan Pikiran-pikiran dan Fantasi-fantasi Sensual, Pertanyaan 6819 (Site: 6906)

 

 


[1]. Ahmad bin Muhammad Husaini Ardakani, Mir’ât al-Akwân (Tahrir Syarh Hidâyah Mullah Sadra Shirâzi), Muqaddimah wa Ta’liq (Pendahuluan dan Annotasi), Abdullah Nuri, hal. 459, Nasyr Mirats Maktub, Teheran, Cetakan Pertama, 1375 S; Hasan Hasan Zadeh Amuli, Nushûsh al-Hikam bar Fusûsh al-Hikam, hal. 273, Nasyr Raja, Teheran, Cetakan Kedua, 1375 S.

[2]. Sayid Muhammad Khalid Ghaffari, Farhangg-e Ishthilâhât Âtsâr Syaikh Isyrâq, hal. 290-291, Anjuman-e Atsar wa Mafakhir Farhanggi, Teheran, Cetakan Pertama, 1380 S; Mir’ât al-Akwân (Tahrir Syarh Hidâyah Mullah Sadra Shirâzi), hal. 459; Abdurrazaq Kasyani, Kamâl al-Din, Majmu’e Rasâil wa Mushannafât Kâsyâni, Muqaddimah wa Ta’liq (Pendahuluan dan Annotasi), Majid Hadi Zadeh, hal. 295, Mirats Maktub, Teheran, Cetakan Kedua, 1380 S. Hasan Hasan Zadeh Amuli, Ittihâd-e ‘Âqil wa Ma’qûl, hal. 427, Nasyr Hikmat, Teheran, Cetakan Kedua, 1366 S.

[3]. Khajah Nashiruddin Thusi, Âgâz wa Anjam, Matn, Muqaddimah, Syarh wa Ta’liq (Teks, Pendahuluan, Uraian dan Annotasi) oleh Ayatullah Hasan Hasan Zadeh Amuli, hal. 57, Intisyarat-e Farhangg-e wa Irsyad Islami, Teheran, Cetakan Keempat, 1374 S.

[4].  Hasan Hasan Zadeh Amuli, Durûs Ma’rifat Nafs, hal. 197, Nasyr Alif Lam Mim, Qum, Cetakan Ketiga, 1385 S.

[5]. Jamil Shaliba, al-Mu’jam al-Falsafi, jil. 1, hal. 546, al-Syirkat al-‘Alamiyah lil Kitab, Beirut, 1414 H.

[6]. Mir’ât al-Akwân (Tahrir Syarh Hidâyah Mullah Sadra Shirâzi), hal. 459.

[7]. Silahkah lihat, Mirat al-Akwan Mir’ât al-Akwân (Tahrir Syarh Hidâyah Mullah Sadra Shirâzi), hal. 459; Majmu’e Rasâil wa Mushannafât Kâsyâni, hal. 295; al-Mu’jam al-Falsafi, jil. 1, hal. 546.

[8]. Hasan Hasan Zadeh Amuli, Risalâh Nur ‘ala Nur dar Dzikr wa Dzâkir wa Madzkur, hal. 153, Nasyr Tasyyyu’, Qum, Cetakan Keenam, 1371 S.

[9]. Ibid, hal. 152.

 

 

 

Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Klasifikasi Topik

Pertanyaan-pertanyaan Acak