Advanced Search
Hits
28090
Tanggal Dimuat: 2011/08/16
Ringkasan Pertanyaan
Apa saja yang menjadi kriteria hadis sehingga hadis-hadis sahih al-asnad itu disebut sebagai mutawâtir lafzi, mutawâtir maknawi dan mutawâtir ijmâli?
Pertanyaan
1. Berapa banyak jumlah sanad-sanad hadis harus berstatus shahih al-asnâd sehingga tergolong sebagai hadis mutawâtir lafzi?
2. Berapa banyak jumlah sanad-sanad hadis harus berstatus shahih al-asnâd sehingga tergolong sebagai hadis mutawâtir maknawi?
3. Berapa banyak jumlah sanad-sanad hadis harus berstatus shahih al-asnâd sehingga tergolong sebagai hadis mutawâtir ijmâli?
Jawaban Global

Ulama Syiah memandang sebuah khabar (hadis atau riwayat) sebagai mutawâtir tatkala bilangan perawinya pada setiap tingkatan dari silsilah sanad harus mencapai tingkatan sedemikian sehingga mendatangkan ilmu dan yakin bahwa khabar itu keluar dari para imam maksum As.

Terdapat perbedaan pendapat terkait dengan jumlah bilangan orang-orang pada setiap tingkatan dan tidak ada jumlah tertentu sehubungan dengan jumlah perawi. Kriteria yang digunakan dalam hal ini adalah diperolehnya ilmu dan yakin terhadap keluarnya hadis tersebut dari lisan para maksum. Dalam hal ini, tidak terdapat perbedaan antara mutawâtir lafzi, mutawâtir maknawi dan mutawâtir ijmâli.

Adapun yang dimaksud dengan mutawâtir lafzi adalah adanya kesamaan beberapa riwayat dalam penggunaan lafaz. Mutawâtir maknawi adanya kesamaan beberapa riwayat dalam penggunaan makna (meski lafaz yang digunakan berbeda-beda). Dan mutawâtir ijmâli adalah riwayat-riwayat dari sudut pandang keluasan dan kesempitan makna terdapat perbedaan namun memiliki nilai yang sama secara  global.  

Adapun ulama Sunni sehubungan dengan jumlah bilangan pengabar riwayat mutawâtir terdapat perbedaan pendapat dalam hal ini. Dan berdasarkan perbedaan pendapat ini, minimal jumlah bilangan pengabar bagi sampainya sebuah berita hingga menjadi mutawâtir adalah empat (4) orang dan minimal adalah tiga ratus tiga belas (313) orang.

Jawaban Detil

Hadis-hadis dari sudut pandang jumlah perawi pada setiap tingkatan terbagi menjadi mutawâtir dan wâhid. Redaksi mutawâtir derivasinya berakar dari kata “wi-t-r” yang bermakna satu. Tawâtur bermakna silih berganti satu sama lain. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam sebuah ayat, “tsumma arsalna rusulana tatra.” (Kemudian itu Kami utus para rasul Kami, satu demi satu, silih berganti, Qs. Al-Mukminun [23]:44) Tatra pada ayat di atas bermakna yang sama dengan tawâtur di atas.[1]

Riwayat mutawâtir secara teknikal dan terminologis adalah sebuah berita yang silsilah para perawinya pada setiap tingkatan yang mustahil bagi mereka untuk berkata dusta pada kondisi normal dan berita yang mereka sampaikan mendatangkan ilmu dan yakin.”[2]

Para perawi mutawâtir meski berjumlah sedikit namun pada umumnya penjelas kandungan dan berita penting; seperti riwayat Ghadir yang sendirinya diriwayatkan pada tingkatan sahabat berjumlah lebih dari seratus (100) orang.

 

Bagian-bagian Khabar Mutawâtir

Mutawâtir dalam satu sudut pandang terbagi menjadi mutawâtir lafzi dan mutawâtir maknawi.

Yang dimaksud dengan mutawâtir lafzi adalah seluruh perawi menukil kandungan satu kabar dengan satu lafaz.” Misalnya hadis “Man kadzaba ‘alayya muta’ammidan falyatabawwa’ maqa’adahu min al-nar[3] yang dinukil oleh sejumlah besar sahabat dan jumlah mereka adalah empat puluh (40) hingga kurang lebih enam puluh (60) orang.[4]

Mutawâtir maknawi adalah bahwa “seluruh perawi menukil satu kandungan hadis dengan ragam redaksi dan lafaz yang kesesuaianya diketahui dengan dalâlat tadhammuni (petunjuk korespondensial) atau iltizâmi (konotasi) .”[5]

Adapun sehubungan dengan hadis mutawâtir terdapat pembagian yang lain. Pembagian tersebut terbagi menjadi dua bagian, “tawâtur tafshili (detil) dan tawâtur ijmâli (global).” Tawâtur detil mencakup tawâtur lafzi dan tawâtur maknawi. Namun tawâtur global (ijmâli) apabila beberapa riwayat memiliki satu subyek dan tidak satu dari sudut pandang dalalat namun riwayat-riwayat tersebut memiliki nilai common dari keseluruhannya sehingga orang memperoleh keyakinan terhadap keluarannya dari para maksum seperti berita-berita yang diriwayatkan terkait dengan hujjiyah khabar wâhid.[6]

Adapun yang dimaksud dengan khabar wâhid adalah sebuah riwayat yang para perawinya tidak mencapai tingkatan tawâtur pada seluruh tingkatan.”[7] Riwayat-riwayat semacam ini sendirinya tidak membuahkan ilmu dan keyakinan, melainkan harus disokong dengan beberapa indikasi lain sehingga ia dapat dijadikan sebagai hujjah. Karena itu, apabila sebuah riwayat, pada beberapa tingkatan sampai pada tingkatan tawâtur tidak seluruh tingkatan, artinya ada satu tingkatan yang tidak sampai tingkatan tawâtur maka riwayat ini tidak dapat disebut sebagai riwayat mutawâtir dan tergolong sebagai khabar wahid.[8] Mengingat konklusi mengikut mengikuti premis yang "akhas" (yang lebih lemah dan lebih rendah, seperti proposisi negatif lebih rendah dari proposisi positif) dari dua premis sebelumnya.

Ulama Syiah tidak menentukan jumlah bilangan perawi riwayat mutawâtir melainkan mereka menegaskan bahwa kriteria riwayat dapat disebut mutawâtir tatkala membuahkan ilmu dan yakin. Riwayat dipandang mutawâtir ketika sejumlah perawi pada setiap tingkatan dari silsilah sanad telah sampai pada sebuah tingkatan yang membuahkan ilmu dan yakin bahwa riwayat tersebut disampaikan oleh Imam Maksum As. Dari sisi lain, mustahil mereka bersepakat dalam dusta dan kebohongan. Dari sudut pandang ini, mereka tidak melihat adanya perbedaan antara mutawâtir lafzi, maknawi atau ijmâli.

Namun ulama Sunni dalam mencapai khabar mutawâtir mensyaratkan jumlah bilangan perawi. Dalam masalah ini terdapat beberapa pendapat:

1.     Pendapat Qadhi Abi Bakr Baqalani adalah minimal para perawinya harus berjumlah empat puluh (40) orang.

2.     Pendapat Ishthikhari minimal para perawinya harus berjumlah sepuluh (10) orang.

3.     Pendapat sebagian ulama Sunni adalah bahwa jumlah bilangan perawi harus dua belas (12) orang (sesuai dengan jumlah nuqaba Bani Israel).

4.     Pendapat Abu Hudzail Allaf adalah jumlah perawinya harus berkisar dua puluh (20) orang.

5.     Pendapat yang lain minimal perawinya harus berjumlah empat puluh (40) orang.

6.     Pendapat yang lain minimal perawi harus berjumlah tujuh puluh (70) orang.

7.     Pendapat terakhir adalah bahwa perawi harus berjumlah minimal seratus tiga belas (313) orang sahabat Badar.[9]



[1]. Raghib Isfahani, Mufradât Alfâz al-Qur’ân, hal. 853.

 

[2]. Abdullah Mamaqati, Miqbâs al-Hidâyah, jil. 1, hal. 89-90. Syahid Tsani, al-Ra’âyah fi ‘Ilm al-Dirâyah, hal. 28.

 

[3]. Miqbâs al-Hidâyah, jil. 1, hal. 115.

 

[4]. Syaikh Kulaini, al-Kâfi, jil. 1, hal. 62.

 

[5]. Al-Ra’ayah fi ‘Ilm al-Dirayah, hal. 29.

 

[6]. Miqbas al-Hidayah, jil. 1, hal. 115.

 

[7]. Sayid Ridha Mudab, Ilm al-Dirâyah Tathbiqi, hal. 37. Miqbâs al-Hidâyah, jil. 1, hal. 115.

 

[8]. Miqbâs al-Hidâyah, jil. 1, hal. 125. Syahid Tsani, al-Ra’âyah fi ‘Ilm al-Dirâyah, hal. 29.

 

[9]. Ja’far Subhani, Ushûl al-Hadits wa Ahkâmihi, hal-hal. 25-35, Muassasah al-Nasyr al-Islami, 1420 H.

 

Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Pertanyaan-pertanyaan Acak

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    259828 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    245597 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    229502 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    214290 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    175597 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    170978 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    167396 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    157458 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    140309 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    133537 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...