Advanced Search
Hits
12231
Tanggal Dimuat: 2010/12/29
Ringkasan Pertanyaan
Mengapa Islam menolak konsep dosa asal? Dalam beberapa riwayat dan penjelasan ulama telah disinggung tentang dosa Nabi Adam As?
Pertanyaan
Salam. Islam menolak dosa asal (original sin). Akan tetapi, terkait dengan persoalan illah (sebab) wudhu, Imam Khomeini dalam Adab al-Shalat menyampaikan riwayat wudhu yang disandarkan kepada "kesalahan" Adam As: yakni, membasuh muka sebagai upaya mengingat "kesalahan" Adam yang melihat pohon larangan, membasuh tangan, karena Adam mengambil buah dari pohon itu, dan seterusnya. Bagaimana hadis itu bisa dipahami seraya mempertahankan penolakan dosa asal? Bagaimana Filsafat,I, dan Fikih menjawab masalah ini?
Jawaban Global

Riwayat yang dijadikan sebagai bahan argumentasi Imam Khomeini tentang sebab kewajiban wudhu adalah perbuatan Nabi Adam yang dipandang sebab dan tidak ada penegasan bahwa perbuatan Nabi Adam ini dipandang sebagai dosa; karena Islam memandang perbuatan Nabi Adam sebagai tark aula (meninggalkan yang utama) yang apabila bersumber dari para wali Allah maka akan membuahkan hukuman bagi yang melakukannya. Sebagaimana hal ini terjadi dalam kasus Nabi Yunus dan nabi-nabi lainnya. Namun terkait dengan sebab kewajiban wudhu terdapat riwayat-riwayat lainnya yang menunjukkan tiadanya batasan sebab wudhu dalam masalah khusus ini.

Jawaban Detil

Keyakinan terhadap dosa asal dan esensial atau apa yang disebut sebagai the origin of sin merupakan salah satu keyakinan penting dan asasi kaum Kristian. Mereka berkata bahwa apa yang diperbuat Nabi Adam dan Hawa yang memakan pohon terlarang di surga itu adalah sebuah dosa. Sesuai dengan keyakinan ini, generasi manusia adalah pewaris dosa Nabi Adam dan seluruh manusia, bukan dikarenakan perbuatan-perbuatan buruk manusia, melainkan hanya karena merupakan keturunan Adam. Manusia dalam hal ini  secara esensial adalah pendosa lahir ke dunia.[1]

Kaum Kristian meyakini bahwa dosa Adam telah menyebabkan seluruh manusia berbuat dosa. Karena hal tersebut, kesucian dan kemaksuman asal telah hilang serta wajah Ilahi telah tercoreng dari wajah anak keturunan Adam, sedemikian sehingga seluruh manusia lahir ke dunia ternoda dengan dosa dan keburukan.[2] Dalam pandangan ini, manusia adalah hamba dosa dan kematian. Ia memasuki dunia ini dalam keadaan tidak beraturan.[3]

John Calvin memandang bahwa dosa asal adalah penyebab kehancuran pelbagai karunia dan anugerah tabiat dan meta-tabiat. Dalam pandanganya, dosa asal ini telah membuat manusia terdepak dari segala anugerah metafisika, sementara sebagian anugerah ini, yaitu iman[4] dan kejujuran sangat dibutuhkan untuk dapat meraih kehidupan samawi dan abadi.

Dengan memperhatikan teori ini sekaitan dengan Nabi Adam, pertanyaan yang mengemuka adalah bahwa bagaimana mungkin Tuhan Yang Mahaadil, meletakkan dosa Adam dan pelbagai konsekuensinya di tangan manusia yang sama sekali tidak memiliki peran dalam perbuatan dosa tersebut?

Orang-orang Kristen telah menyuguhkan rentetan jawaban atas pertanyaan ini yang tidak satu pun dari jawaban tersebut termasuk sebagai jawaban memuaskan dan tidak sesuai dengan ayat-ayat al-Qur’an.

Pandangan representasi[5] dan pribadi-pribadi kolektif[6] dan lain sebagainya yang mengemuka dari kelompok Kristian, berpandangan sama bahwa seluruhnya sekaitan dengan dosa Nabi Adam, telah menyebabkan seluruh manusia terlahir ke dunia ini sebagai pendosa dan layak untuk mendapatkan hukuman dan azab.

Adapun Islam, tidak menerima apa yang dilakukan Nabi Adam dan Hawa itu sebagai dosa, sebagaimana Allamah Thabathabai, dalam ayat-ayat al-Qur’an, meyakini bahwa Nabi Adam tidak melakukan dosa dengan dua dalil sebagai berikut:

1.     Larangan Tuhan untuk tidak mendekati pohon terlarang adalah larangan irsyâdi bukan maulawi; karena larangan tersebut keluar di surga dan surga bukan tempat taklif, larangan dan perintah maulawi. Dalam larangan irsyâdi, yang menjadi obyek larangan adalah kemaslahatan pribadi yang dilarang dan pemberi larangan ingin membimbing (irsyâd) supaya ia mengerjakan apa yang maslahat baginya. Larangan-larangan dan perintah-perintah yang sedemikian tidak membuahkan ganjaran apabila dikerjakan dan juga tidak menuai hukuman apabila ditinggalkan. Persis seperti perintah-perintah dan larangan-larangan orang-orang yang memberikan konsultasi kepada kita atau dokter yang memberikan resep kepada pasiennya dimana yang menjadi obyek perintah atau larangan adalah kemasalahatan orang yang meminta konsultasi. Apabila ia melanggar bimbingan tersebut maka hal itu akan berujung pada kerugian dan mafsadah orang itu sendiri.[7]

2.     Nabi Adam As adalah seorang nabi dan al-Qur’an memandang para nabi itu suci dan nafas-nafas suci mereka terlepas dari perbuatan dosa dan kefasikan. Argumen-argumen rasional dan ayat-ayat al-Qur’an juga menyokong pandangan ini.[8]

Allamah Thabathabai, dalam tuturan yang panjang menetapkan masalah kemaksuman para nabi dengan dalil-dalil rasional dan referensial.[9]

Dari satu sisi, pandangan kaum Kristian bahwa Nabi Adam melakukan dosa dan perbuatan dosa adalah kemestiannya, adalah pandangan keliru. Karena Allah Swt memilih Nabi Adam As dan memandangnya dengan pandangan rahmat setelah ia memakan pohon terlarang dan keluar dari surga, “Kemudian Tuhan memilihnya, lalu Dia menerima tobatnya dan memberi petunjuk kepadanya.”[10] dan juga Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhan-nya, maka Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. [11]

 

Karena itu, ucapan ini yang menyatakan bahwa “Setiap kesalahan yang dilakukan oleh manusia adalah kemestian yang tidak terpisah darinya” sama sekali tidak dapat dibenarkan dan dengan asumsi adanya kemestian dosa dengan manusia, maka hal itu tidak lagi menyisakan kata maaf dan ampunan bagi manusia. Sementara al-Qur’an banyak membahas persoalan maaf dan ampunan. Al-Qur’an tidak pernah diam dalam menghadapi masalah ini.[12] Karena itu, keyakinan kaum Kristian tentang dosa Adam dan segala konsekuensinya adalah keyakinan batil dan tidak berdasar serta mengingkari masalah maaf dan ampunan Ilahi selama berabad lamanya dalam hubungannya dengan umat manusia.

Dengan memperhatikan hal ini maka menjadi jelas bahwa ucapan Imam Khomeini Ra dalam kitab al-Thahârah yang menukil sebuah riwayat tentang sebab diwajibkannya wudhu selaras dan senada dengan penolakan dosa asal dalam pandangan Islam. Imam Khomeini dalam masalah wudhu mengemukakan sebuah pembahasan dengan judul “Haula Haqiqat al-Thahârah al-Mu’tabara fi al-Shalat” (Ihwal Hakikat Thaharah yang standar dalam Shalat) dan dalam hal ini menyatakan bahwa wudhu diwajibkan bagi Nabi Adam dan keturunannya secara mutlak, terlepas dari manusia sebelumnya memiliki hadats (ternodai dengan kotoran) atau tidak.[13] Manfaat pembahasan ini bahwa tatkala manusia lahir, sebelum kotoran menghinggapinya apakah ia suci atau tidak? Imam Khomeini berkata bahwa bayi yang baru lahir ini juga termasuk dalam hukum wajib Allah Swt terkait dengan masalah wudhu. Berbeda dengan ghusl (mandi wajib), sepanjang belum terjadi hadats yang menyebabkan keharusan mandi maka mandi tidak akan menjadi wajib. Dalam masalah ini, Imam Khomeini bersandar pada sebuah riwayat yang menjelaskan tentang sebab kewajiban wudhu:

Sekelompok Yahudi datang kepada Rasulullah Saw dan menyampaikan beberapa pertanyaan kepada beliau. Salah satu pertanyaan tersebut adalah, Wahai Muhammad! Apa sebabnya empat anggota badan ini harus dikenai wudhu? Sementara anggota badan ini merupakan anggota badan yang tersuci? (Yang dimaksud dengan anggota badan itu adalah wajah, dua tangan dan dua kaki yang dibasuh dan diusap tatkala wudhu).

Rasulullah Saw bersabda, “Tatkala setan mewas-wasi Adam dan Nabi Adam mendekati pohon tersebut dan memandang pohon tersebut kemudian reputasinya hilang (boleh jadi yang dimaksud adalah air mukanya berubah) lalu berdiri dan pergi ke arah pohon. Langkah ini merupakan langkah pertama yang diayunkan ke arah perbuatan salah. Lalu memetik buah pohon tersebut dan memakannya. Permata dan jubah keemasan yang dikenakan robek dan Adam meletakkan kedua tangannya di atas kepalanya dan menangis. Tatkala Allah Swt menerima taubatnya dan mensucikan baginya dan anak-anaknya serta keturunannya keempat anggota badan ini diwajibkan. Kemudian Allah Swt karena memandang pohon tersebut lalu memerintahkan Adam untuk membasuh wajahnya dan karena Adam memetik buah terlarang itu dengan kedua tangannya, Allah Swt memerintahkan Adam untuk membasuh kedua tangannya hingga sikunya. Karena Adam meletakkan tangannya di atas kepala maka Allah Swt menitahkan kepadanya untuk mengusap kepala dan karena kedua kakinya melakukan kesalahan melangkah menuju pohon tersebut maka Allah Swt memerintahkan kepadanya untuk membasuh kedua kakinya.[14]

Apabila kita mencermati teks riwayat akan kita dapatkan bahwa riwayat ini sama sekali tidak menyatkan dosa Nabi Adam dan sebab wudhu disandarkan pada perbuatan Nabi Adam.

Adapun perbuatan Nabi Adam dipandang sebagai tark aula (meninggalkan yang utama) tidak diingkari oleh Islam. Apa yang ditolak oleh Islam adalah perbuatan Adam itu adalah perbuatan dosa yang telah kami tetapkan dengan dalil-dalil rasional dan referensial.

Dari sisi lain, hukuman bagi tark aula bagi para wali Allah Swt adalah sesuatu yang biasa sebagaimana hal ini kita saksikan pada Nabi Yunus dan nabi-nabi lainnya. Karena itu, dapat dikatakan bahwa kewajiban wudhu adalah disebabkan oleh tark aula yang dilakukan oleh Nabi Adam. Di samping itu, terdapat dalam beberapa riwayat yang menyebutkan sebab-sebab diwajibkannya wudhu[15] dan tidak terbatas pada sebab yang disebutkan di atas, terlepas dari kemaslahatan dan hikmah-hikmah lainya yang tidak kita ketahui dan tersembunyi bagi kita. [IQuest]



[1]. Paul Helm, Faith and Understanding, hal. 153, Eerdmans Publishing Co. Edinburgh University Press, 1997, ,  sesuai nukilan dari Majalah Ilmi Takhashushi Ma’rifat 74,  hal. 22. tahun 12, No. 13, 1382, 1382, Muassasah Amuzesy wa Pazhuhesy Imam Khomeini, Ra.

[2]. Roma 19:5, sesuai nukilan dari Majalah Ilmi Takhashushi Ma’rifat 74, hal. 23. tahun 12, No. 13, 1382, 1382, Muassasah Amuzesy wa Pazhuhesy Imam Khomeini, Ra.

[3]. Saru Khaciki, Ushûl Masihiyyat, hal. 81, Cetakan Kedua, Intisyarat-e Hayat-e Abadi, 1982 M. sesuai nukilan dari Majalah Ilmi Takhashushi Ma’rifat 74, hal. 24. tahun 12, No. 13, 1382, 1382, Muassasah Amuzesy wa Pazhuhesy Imam Khomeini, Ra. 

[4].  G Lesley Danstan, Âine Protestân, terjemahan Abdurrahim Sulaimani Ardistani, hal, 105-106, Cetakan Pertama, Qum, Muassasah Amuzesy wa Pazhuhesy Imam Khomeini, 1381 S, sesuai nukilan dari Majalah Ilmi Takhashushi Ma’rifat 74, hal. 23. tahun 12, No. 13, 1382, 1382, Muassasah Amuzesy wa Pazhuhesy Imam Khomeini, Ra.

[5].  Charles Hurren, Nejât Syinâsi, terjemahan Saru Khaciki, hal. 11, Cetakan Pertama, Intisyarat-e Aftab Adalat, Teheran, 1361 S, sesuai nukilan dari Majalah Ilmi Takhashushi Ma’rifat 74, hal. 24. tahun 12, No. 13, 1382, 1382, Muassasah Amuzesy wa Pazhuhesy Imam Khomeini, Ra. 

[6]. Henry Tissien, Ilahiyât Masihi, terjemahan Mikailiyan, Intisyarat-e Hayat Abadi, hal. 180/182, sesuai nukilan dari Majalah Ilmi Takhashushi Ma’rifat 74, hal. 24. tahun 12, No. 13, 1382, 1382, Muassasah Amuzesy wa Pazhuhesy Imam Khomeini, Ra.   

[7]. Muhammad Husain Thabathabai, al-Mizân fi Tafsir al-Qur’ân, jil. 3, hal. 292-293, Cetakan Kelima, Muassasah Ismailiyan, 1371 S, Qum. 

[8]. Muhammad Husain Thabathabai, al-Mizân fi Tafsir al-Qur’ân, jil. 3, hal. 293, dan jil. 12, hal. 134-139, Cetakan Kelima, Muassasah Ismailiyan, 1371 S, Qum. Muhammad Taqi Mishbah Yazdi, Amuzesy ‘Aqaid, jil. 1 & 2, Pelajaran 24, 25 dan 26, Cetakan Ketujuh, Markaz Cap wa Nasyr Sazeman Tablighat Islami. 

[9]. Ihwal pembahasan Kemaksuman dan Kesalahan Adam As kami persilahkan Anda untuk merujuk pada beberapa jawaban, 4438 (Site: 4808), 203 (Site: 1114), 112 (Site: 998), 7568, 129 (Site: 1069) 

[10]. (Qs. Thaha [20]:122)

ثُمَّ اجْتَباهُ رَبُّهُ فَتابَ عَلَیْهِ وَ هَدی. 

[11].  (Qs. Al-Baqarah [2]:37)

فَتَلَقَّى آدَمُ مِنْ رَبِّهِ کَلِماتٍ فَتابَ عَلَیْهِ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحیم.

[12]. Muhammad Husain Thabathabai, al-Mizân fi Tafsir al-Qur’ân, jil. 3, hal. 293, Cetakan Kelima, Muassasah Ismailiyan, 1371 S, Qum. 

[13]. Imam Khomeini Ra, Kitab al-Thahârah (Taqrirat), hal. 270, Muassasah Tanzhim wa Nasyr Atsar Imam Khomeini Qs, Cetakan Pertama, Teheran, 1428 S.

فإنّ ظاهرها(أی ظاهر الروایة) أنّ الوضوء فرض علىٰ آدم و علىٰ ذریّته مطلقاً؛ مسبوقاً بالحدث أو غیر مسبوق، فإنّ سبب وجوبه لیس مجرّد الأحداث المعروفة، بل لأنّ آدم (علیه السّلام) صدر منه العمل المعروف. 

[14].  Syaikh Shaduq, Man Lâ Yahdhuruhu al-Faqih, jil. 1, hal. 55 – 57, Jami’a Mudarrisin, Qum, 1404 H.

[15]. Ibid, hal. 57. Imam Ali bin Musa al-Ridha As dalam menjawab sebuah surat berisikan beberapa pertanyaan dari Muhammad bin Sanan menulis, “Sebab wudhu sehingga orang wajib membasuh wajah dan kedua tangan. Mengusap kepala dan kedua kaki bagi para hamba Allah Swt adalah untuk berdiri di hadapan Allah Swt dan berpaling kepada-Nya dengan anggota badan secara lahir dan dengan anggota badan tersebut ia bersua dengan para malaikat pencatat amal kebaikan. Karena itu, wajah untuk bersujud dan engkau basuh dalam kondisi tunduk dan rendah. Membasuh kedua tangan sehingga tersucikan dari dosa-dosa. Mengarahkan badan ke kiri dan ke kanan supaya terpenuhi segala hajat dan permohonan. Membiasakan diri untuk senantiasa takut, ikhlas dan memutuskan hubungan dengan selain-Nya. Mengusap kepala dan kedua kaki karena sifatnya terbuka dan segala kondisinya senantiasa berhadapan dengan anggota badan ini, namun khidmat, ikhlas dan memutuskan dari segala yang lain berada di tangan dan wajah (sehingga harus dibasuh). Karena itu, mengusap kepala dan kaki telah mencukupi.

Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Pertanyaan-pertanyaan Acak

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    259829 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    245597 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    229503 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    214290 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    175597 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    170979 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    167397 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    157458 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    140309 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    133538 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...