Advanced Search
Hits
12374
Tanggal Dimuat: 2011/11/20
Ringkasan Pertanyaan
Apakah benar bahwa Allah Swt akan melupakan haknya di hari Kiamat namun tidak akan pernah melupakan hak manusia?
Pertanyaan
Apakah benar bahwa Allah Swt akan melupakan haknya di hari Kiamat namun tidak akan pernah melupakan hak manusia? Karena berulang kali saya mendengar bahwa Allah Swt Mahakasih dan Mahapemurah akan melupakan hak-Nya dari para hamba-Nya di akhirat kelak; misalnya saya mendengar dari salah satu program yang disiarkan pada salah satu stasiun TV di bulan Muharram bahwa Rasulullah Saw berulang kali memohon dari Allah Swt bahwa kaum Muslimin pada detik-detik menghembuskan nafas terakhir untuk mengampunkan dosa-dosanya dan Allah Swt setelah menetapkan beberapa syarat akan menerima taubat manusia apabila manusia bertaubat setahun sebelum kematiannya. Pada kesempatan kedua, Rasulullah Saw memohon kepada Allah Swt untuk memudahkan syarat tersebut. Allah Swt berfirman bahwa apabila manusia bertaubat enam bulan sebelum kematiannya maka dosa-dosanya akan diampunkan. Dan pada akhirnya Allah Swt berfirman kepada Rasulullah Saw bahwa sekiranya manusia bertaubat pada detik-detik mengembuskan nafas terakhir dan mengarahkan suaranya ke arah kiblat maka seluruh dosa-dosanya akan diampuni Allah Swt.
Jawaban Global

Taubat adalah salah satu jalan bagi keselamatan manusia dari hukuman dan azab Ilahi. Taubat bermakna kembali untuk tidak mengerjakan dosa-dosa dan berpaling kepada Allah Swt. Allah Swt tidak akan membuat manusia putus asa akibat dosa-dosa yang dikerjakannya. Allah Swt menyeru supaya manusia melakukan taubat yang sebenarnya. Di samping itu, Allah Swt juga menjanjikan untuk menerima taubat para hambanya.

Bertaubat bukanlah pekerjaan mudah. Tidak mengerjakan perbuatan dosa sebenarnya lebih mudah dari bertaubat. Salah satu syarat diterimanya taubat adalah menunaikan hak Allah Swt dan hak manusia. Apabila hak-hak ini tidak ditunaikan maka taubat seorang hamba tidak akan diterima.

Apa yang dapat disimpulkan dari teks-teks agama adalah bahwa Allah Swt lebih ketat terkait dengan urusan hak manusia ketimbang hak-Nya sendiri. Namun hal ini tidak bermakna bahwa Allah Swt memudahkan dan mengampuni tanpa hikmah-Nya terkait dengan hak-hak-Nya.

Jawaban Detil

Pertama-tama harus ditegaskan bahwa terkadang dalam riwayat dan ajaran Islam, untuk menunjukkan kebesaran dan keagungan hak manusia, hak manusia dibandingkan dengan hak Allah dan menjelaskan bahwa Allah Swt rela mengabaikan hak-Nya namun tidak akan mengabaikan hak manusia. Meski hal ini merupakan masalah yang benar namun terdapat beberapa catatan yang ada harus tetap diperhatikan.

Pertama bahwa hak Allah Swt sangat agung dan besar. Terdapat sebagian hak-hak Ilahi yang lebih penting dari seluruh hak manusia dan apabila ada orang yang tidak mengamalkannya maka ia telah melakukan dosa besar. Salah satunya adalah syirik yang apabila seseorang meninggal dunia dalam keadaan syirik maka sekali-kali Allah Swt tidak akan mengampuni dosa tersebut! Namun yang lebih rendah dari itu, Allah Swt akan mengampuninya sesuai dengan yang Dia kehendaki.[1]

Kita memiliki beberapa riwayat tentang keagungan hak-hak Ilahi yang dihormati dan dipandang wajib. Salat merupakan salat satu hak Ilahi yang bagi orang yang meninggalkannya dijanjikan azab sebagaimana orang-orang kafir.[2]

Kedua, harap berhati-hati sehingga dengan kemahapemurahan Tuhan tidak membuat manusia lalai menunaikan tugas-tugas Ilahinya dan menunda-nunda taubatnya.

Ketiga, sesuai dengan sebagian ayat al-Qur’an, taubat pada masa manusia yakin akan kematiannya tidak akan diterima. Allah Swt befirman melalui lisan Fir’aun, “Dan (pada akhirnya) Kami menyeberangkan Bani Isra’il dari laut (sungai Nil) itu, lalu mereka diikuti oleh Fira‘un dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fira‘un itu telah hampir tenggelam, ia berkata, “Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Isra’il, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah) .” (Qs. Yunus [10]:90) Terkait ayat ini, Imam Musa Kazhim As bersabda, “Karena Fir’aun beriman pada masa-masa kesakitan sakaratul maut, imannya tidak diterima (oleh Allah Swt).”[3]

Dengan demikian, riwayat-riwayat seperti yang Anda sebutkan sebaiknya dijelaskan dan diuraikan sehingga tidak bertentangan dengan prinsip pasti al-Qur’an ini. Kesemua riwayat tatkala seseorang belum merasakan kesakitan sakaratul maut dan beriman dengan ikhtiar tanpa adanya faktor eksternal yang memaksa.

Taubat adalah sebuah terminologi Arab yang bermakna “kembali.”[4] Taubat dari dosa bermakna kembali dari dosa (tidak lagi mengerjakan perbuatan dosa). Dalam teks-teks agama, di antaranya al-Qur’an di samping taubat hamba juga disebutkan taubat Tuhan. Taubat hamba bermakna kembalinya hamba kepada Tuhan dengan meninggalkan dosa-dosa. Taubat Tuhan bermakna kembalinya Tuhan kepada hamba-Nya dengan pandangan kasih dan cinta. Taubat manusia pendosa terletak di antara dua taubat Tuhan.[5] Hal itu terlaksana dengan cara bahwa pertama-tama Tuhan kembali kepada manusia pendosa dan pendosa memperoleh taufik dengan cara seperti ini dan kali kedua, Tuhan kembali ke sisi hamba setelah si hamba bertaubat dan menerima taubatnya dan mengampuninya.

Taubat Sejati

Apa yang dapat disimpulkan dari teks-teks agama adalah bahwa taubat bukan merupakan pekerjaan mudah. Amirul Mukminin Ali As bersabda, “Meninggalkan dosa lebih baik daripada bertaubat.”[6] Taubat bukan hanya berucap astaghfirullâh. Taubat artinya manusia dengan segala wujudnya kembali kepada Tuhan. Menyesal atas perbuatan dosa yang ia lakukan dan serius memutuskan untuk tidak lagi mengulang perbuatan tersebut. Sekiranya ia melanggar hak seseorang, apakah itu hak Allah Swt atau hak manusia maka ia harus segera memenuhi hak tersebut. Al-Qur’an menyeru orang-orang beriman untuk melakukan taubat nasuha.[7] Imam Ali As bersabda: “Taubat nasuha adalah sebuah taubat yang disesali oleh seorang pendosa dalam dirinya dan beristighfar melalui lisannya dan memutuskan untuk tidak lagi mengulang dosa tersebut.”[8]

Diriwayatkan bahwa Amirul Mukminin Ali As mendengar seseorang mengucapkan istighfâr. Imam Ali As bersabda, “Semoga Ibumu menangisimu; Apakah engkau tahu apa arti astaghfirullâh? Astaghfirullâh dimaksudkan bagi orang-orang yang berkedudukan tinggi. Kata itu berdiri di atas enam pilar. Yang pertama ialah bertaubat atas yang lalu-lalu; yang kedua, bertekad sungguh-sungguh untuk tidak kembali kepadanya; yang ketiga ialah memenuhi hak-hak manusia supaya engkau menemui Allah dengan bersih tanpa ada sesuatu untuk dipertanggungjawabkan; yang keempat memenuhi setiap kewajiban yang engkau abaikan (di waktu lalu) sehingga sekarang engkau boleh berlaku adil atasnya; yang kelima mengenai daging yang tumbuh sebagai hasil rezeki yang haram agar engkau dapat meleburkannya dengan kesedihan (karena bertaubat) sampai kulit menyentuh tulang, dan tumbuh daging baru di antara (kulit dan tulang) itu; dan yang keenam ialah membuat tubnh merasakan keperihannya ketaatan sebagaimana (dahulunya) Anda membuatnya merasakan manisnya pelanggaran. Pada keadaan semacam itu Anda boleh mengatakan, "Astaghfirullâh."[9]

Sebagaimana yang dapat disimpulkan dari hadis ini bahwa syarat dikabulkannya taubat adalah menebus segala kewajiban yang ditinggalkan dan menunaikan hak-hak manusia. Supaya dosa manusia diampuni maka hak-hak Allah dan manusia yang telah dilanggar ditebus. Allah Swt lebih ketat terhadap hak-hak manusia dan sepanjang orang yang dilanggar haknya tidak ridha, Allah Swt juga tidak akan ridha kepadanya dan taubat seorang pendosa tidak akan diterima.

Dalam sebuah hadis disebutkan, “Kezaliman dan kejahatan dalam satu jam di sisi Allah lebih buruk dari dosa enam puluh tahun.”[10] Dalam hadis yang lain kita membaca, “Kezaliman terbagi menjadi tiga. Kezaliman yang diampuni Tuhan, kezaliman yang tidak diampuni Tuhan dan kezaliman yang tidak akan diabaikan Tuhan. Kezaliman yang tidak ampuni Tuhan adalah syirik kepada Allah Swt dan kezaliman yang diampuni adalah kezaliman manusia kepada dirinya sendiri atas apa yang ada antara dirinya dan Tuhan. Adapun kezaliman yang tidak diabaikan begitu saja oleh Tuhan adalah hak-hak yang terdapat di antara sesama para hamba.”[11]

Menunda-nunda Taubat

Senantiasa tindakan pencegahan lebih baik dari mengobati. Manusia harus berupaya supaya tidak terjerembab dalam kubangan dosa. Apabila ia melakukan maksiat maka segera ia akan bertaubat dan tidak menunda-nunda taubat. Karena menunda-nunda (taswif) dalam masalah taubat merupakan was-was dan bisikan setan sehingga taufik taubat ternafikan dari manusia. Taubat adalah sebuah kewajiban yang harus ditunaikan segera setelah manusia melakukan dosa. Luqman al-Hakim menasihatkan kepada putranya, “Wahai Putraku! Janganlah menunda-nunda taubat. Karena kematian kapan saja akan datang menjemput manusia.”[12] Kematian tidak pernah mengabarkan dan boleh jadi setelah seorang pendosa berhasil bertaubat kemudian ajal datang menjemput dan meninggal tanpa bertaubat.

Demikian juga, akibat banyaknya dosa, keyakinan dan iman manusia akan semakin lemah dan bukan hanya tidak bertaubat bahkan banyak mendustai keyakinan-keyakinan agama lalu kafir dan meninggal dalam keadaan kafir. “Kesudahan bagi mereka yang mengerjakan kejahatan dan berlaku buruk adalah kekafiran dan mereka mendustakan dan mengolok-olok ayat-ayat Allah.” (Qs. Al-Rum [30]:10)

Benar bahwa “Taubat akan diterima selama manusia tidak putus asa dari kehidupannya.”[13] Namun harap diperhatikan bahwa semakin manusia menunda taubat maka semakin sukar bagi manusia untuk bertaubat. Karena jiwa manusia semakin mencicip lezatnya dosa maka semakin susah baginya untuk meninggalkannya. [iQuest]



[1]. “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (Qs. Al-Nisa [4]:48)

[2].  Muhammad bin al-Hasan, Hurr al-Amili, Wasâil al-Syiah, jil. 4, hal. 22.

[3]. Wasâil al-Syiah, jil. 16, hal. 90.  

[4]. Ibnu Faris, Maqâyiis al-Lughah, hal. 357, Maktab al-‘Alam al-Islami, 1404 H.

[5]. Diadaptasi dari ayat 117 surah al-Taubah, “Sesungguhnya Allah telah melimpahkan rahmat-Nya kepada nabi, orang-orang Muhajirin, dan orang-orang Anshar, yang mengikuti nabi dalam masa kesulitan (perang Tabuk), setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling (dan melarikan diri dari medan perang), kemudian Allah menerima tobat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka.”

[6].  Muhammad bin Ya’qub Kulain, Ushûl Kâfi, jil. 2, hal. 451, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Teheran, 1365 S.

[7]. “Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhanmu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang sungai-sungai mengalir di bawahnya, pada hari ketika Allah tidak menghinakan nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan, “Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Qs. Al-Tahrim []:8)  

[8]. Husain bin Syu’ba, al-Harrani, Tuhaf al-‘Uqul, hal. 210, Jami’ah Mudarrisin, Qum, 1404 H.  

[9]. Nahj al-Balâgha, naskah Faidh al-Islam, Kalimât al-Qishâr (Hikmah-hikmah Pendek), Hadis 409.  

[10]. Jâmi’a al-Sa’âdah, jil. 2, hal. 221.   

[11]. Kulaini, al-Kâfi, jil. 2, hal. 331.  

[12]. Hasan bin Abi al-Hasan Dailami, Irsyâd al-Qulûb, jil. 1, hal. 72, Syarif al-Radhi, 1412 H.  

[13]. Syaikh Mufid, Awâil al-Maqâlat, hal. 85, Kongre Syaikh Mufid, Qum, 1413 H.

Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Pertanyaan-pertanyaan Acak

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    259862 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    245625 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    229527 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    214319 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    175624 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    171005 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    167422 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    157488 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    140339 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    133557 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...