Hits
7478
Tanggal Dimuat: 2011/04/07
Kode Site fa484 Kode Pernyataan Privasi 13169
Ringkasan Pertanyaan
Apakah kulit-kulit yang diimpor dari negara-negara asing (non-Muslim) itu najis?
Pertanyaan
Apakah kulit meubel atau furniture rumah teman saya yang di atasnya tertulis redaksi-redaksi asing dan diimpor dari negara-negara asing (non-Muslim) itu najis? Atau karena saya terjangkiti penyakit was-was sehingga saya menganggapnya sebagai kulit impor dan menghukuminya najis?
Jawaban Global

Tulisan-tulisan asing yang tertera di atas meubel atau furniture di setiap tempat dan di setiap negara tidak dapat mejadi dalil bahwa barang tersebut adalah barang impor atau barang tersebut diproduksi oleh negara non-Muslim. Anda dalam hal ini tidak boleh bersikap was-was. Terjangkiti was-was adalah sejenis penyakit mental dan setiap orang harus berupaya untuk menghilangkan penyakit mental ini.

Bagaimanapun, hukum permasalahan yang Anda tanyakan adalah sebagai berikut:

Barang-barang yang berbahan kulit seperti bantal meubel, tas, sepatu, ikat pinggang dan secara umum seluruh barang di apartemen teman-teman Anda terbuat dari bahan kulit atau bagian-bagian lain dari hewan, seperti tulang, kotoran dan lain sebagainya, apabila hewan-hewan tersebut termasuk dari hewan-hewan najis al-‘ain (secara esensial adalah najis) seperti anjing dan babi maka tentu saja najis.

Demikian juga, apabila bahan kulit yang disuplai dari negara-negara non-Muslim, meski berasal dari hewan-hewan halal dagingnya, seperti sapi, kambing, unta dan lain sebagainya; mengingat hewan-hewan tersebut disembelih tidak mengikut ketentuan syariat maka hukumnya najis.

Namun apabila kulit diperoleh dan dihasilkan dari negara-negara Islam dan bukan dari hewan-hewan najis al-‘ain  kemudian diekspor ke negara lain dan tidak lagi diproduksi dalam bentuk lain, maka dalam hal ini, kulit tersebut adalah suci dan tidak ada masalah menggunakannya. Meski pada barang tersebut tertulis tulisan-tulisan asing dan meubel-meubel ini diproduksi di negara-negara non-Muslim.[1]

Demikian juga, apabila meubel-meubel dibuat di negara-negara non-Muslim, namun kita tidak tahu apakah kulit tersebut adalah produk negara-negara Muslim atau produk negara-negara non-Muslim, maka dalam hal ini meubel dan furniture tersebut tidak dapat dihukumi suci.  Namun apabila furniture dibuat di negara Muslim dan kita tidak tahu tentang kulit furniture tersebut dibuat di negara mana (Muslim atau non-Muslim) maka tidak ada masalah menggunakan furniture tersebut.[2]

Bagaimanapun apabila kulit furniture dan meubel dibuat dari kulit najis maka ia tetap dapat digunakan. Dengan tiga syarat kenajisan furniture berpindah kepada Anda:

1.     Yakin terhadap kenajisan meubel tersebut.

2.     Sesuatu yang najis bersinggungan dengan Anda yang suci.

3.     Masing-masing keduanya atau salah satunya sedemikian basah sehingga membasahi yang lainnya. Apabila basahnya sedikit sehingga tidak membasahi yang lain maka sesuatu yang sebelumnya suci tidak akan menjadi najis.[3]

Bagaimanapun apabila Anda sangsi pada setiap tingkatannya maka ia tidak akan menjadi najis.[IQuest]



[1]. Silahkan lihat Istiftâ’at, Imam Khomeini, jil. 1, hal. 100 dan 101, Pertanyaan 262 dan 263. 

[2]. Ibid, hal. 97-99, Pertanyaan 252-256.  

[3]. Taudhih al-Masâil (al-Muhassyâ li al-Imâm al-Khomeini), jil. 1, hal. 88, Masalah 125.

Jawaban Detil
Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban detil.
Terjemahan dalam Bahasa Lain