Menurut Syiah, peristiwa Ghadir adalah peristiwa sejarah yang paling penting dalam masa kehidupan Nabi Muhammad Saw karena melalui peristiwa ini, imamah dan kepemimpinan Imam Ali As ditegaskan bagi orang-orang Muslim. Para teolog, ahli hadis dan ahli sejarah Syiah dan Sunni menganalisa permasalahan ini dari sudut pandang yang berbeda-beda. Zaman dan tempat peristiwa Ghadir, sebab dipilihnya tempat di Ghadir, pilihan kata-kata yang digunakan Nabi Muhammad Saw dalam khutbah Ghadir, dan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa itu, semuanya dianalisa. Namun pembahasan yang kurang mendapat perhatian dan tanpa ditelili oleh sejarawan adalah analisa sejarah tentang berapakah orang-orang yang hadir dalam peristiwa Ghadir Khum?
[1]
Penelitian ini akan mengungkap mengungkap jumlah orang-orang yang hadir sebelum peristiwa Ghadir dan dengan bantuan petunjuk-petunjuk seperti pertumbuhan penduduk pada masa Nabi Muhammad Saw akan dihitung jumlah orang-orang yang mengikuti khutbah Rasulullah pada peristiwa Ghadir Khum di samping juga akan menyimak perkataan para sejarawan. Langkah pertama, harus diteliti mengenai waktu dan tempat yang tentunya akan memiliki keterkaitan erat dengan pembahasan jumlah penduduk pada masa itu. Telah jelas bahwa apabila dalam penelitian secara ilmiah ini menghasilkan kesimpulan bahwa jumlah orang-orang yang hadir dalam peristiwa Ghadir kurang dari jumlah yang telah masyhur tentang jumlah orang-orang yang hadir dalam peristiwa Ghadir, maka hal itu tidak akan mempengaruhi kebenaran dan kredibilitas pentingnya peristiwa Ghadir.
[2]
Waktu Peristiwa Ghadir Khum
Terkait dengan sejarah Ghadir Khum, sebagian besar sumber-sumber sejarah menyebutkan bahwa peristiwa besar ini terjadi pada tahun ke-11 H.
[3] Sangat banyak sumber-sumber referensi Syiah
[4] dan Ahlu Sunnah
[5] yang menulis bahwa wukuf Nabi Muhammad Saw di padang Arafah pada tahun ke-11, terjadi pada hari Jumat dan berdasarkan hal itu, hari Ghadir, yang merupakan hari ke-9 setelah hari Arafah adalah 18 Dzulhijjah, hari Ahad. Ibnu Katsir yang menjelaskan hal ini.
[6]
Mengenai waktu pelaksanaan pertemuan besar ini, Thabarsi menulis: Jibril turun kepada Nabi Muhammad Saw pada jam ke lima setelah hari berlalu.
[7] Fattal Neisyaburi juga menulis: Lima jam telah berlalu dari hari itu ketika Malaikat Jibril turun untuk menyampaikan risalah bagi Nabi Muhammad Saw.
[8]
Sayid Ibnu Thawus meriwayatkan dari salah seorang yang hadir pada peristiwa Ghadir: Kami sampai di kawasan Ghadir jika diletakkan sepotong daging diatas bumi, maka potongan daging itu akan masak karena hawa sangat panas.
[9]
Penulis kitab “Al-Hidayah al-Kubra” meriwayatkan dari Imam Ali As: Hari Ghadir adalah hari yang sangat panas sehingga mengakibatkan anak kecil menjadi tua.”
[10]
Qadhi Nu’man juga meriwayatkan: Tidak ada hari yang lebih panas dari pada hari Ghadir Ghum.
[11]
Ibnu Atsir juga melaporkan dari para saksi yang hadir dalam pementasan besar ini terjadi setelah salat Dhuhur. Menyusul keterangan itu, Abu Thufail juga melaporkan: Aku bersama dengan Nabi ketika Haji Wada, pada saat dhuhur telah tiba, Nabi memerintahkan untuk menyiapkan tempat untuk salat dan membersihkan semak-semak, setelah itu kami melakukan salat kemudian Nabi mengangkat tangan Ali bin Abi Thalib ke atas dan bersabda: Man Kuntu Maulahu Fahadza Ali Maulahu.
[12]
Berdasarkan laporan ini, nampaknya bahwa berkumpulnya masyarakat pada waktu dhuhur dalam keadaan yang sangat panas dan keterangan bahwa peristiwa itu terjadi 5 jam telah berlalu dari suatu hari adalah bisa disatukan.
[13] Perhitungan ini menunjukkan bahwa peristiwa Ghadir dalam kalender Syamsiah terjadi pada akhir bulan Isfand
[14] dan mengingat bahwa keadaan cuaca di sebuah jazirah, maka cuaca yang sangat panas ini sangatlah normal.
Tempat Ghadir[15]
Harus ditentukan bahwa Ghadir berada di daerah mana; penduduk mana dan dari kota mana saja yang hadir dalam peristiwa Ghadir sehingga kita bisa menggunakannya untuk mengetahui jumlah orang-orang yang hadir pada masa itu.
Mengenai bahwa Ghadir berjarak sejauh berapa kilo meter dari Mekah, orang dari kota-kota mana sajakah yang hadir dalam Ghadir sehingga akan memperjelas jumlah orang-orang yang hadir dalam Ghadir Khum, tentang dimanakah Ghadir dan berjarak berapa kilo dari Mekah dan berada di sebelah mana maka dalam sebagian besar sejarah diberitakan jarak antara Ghadir dengan Juhfah,
[16] dengan kata lain, mengingat bahwa Juhfah adalah tempat yang sudah dikenal, maka jarak antara Ghadir hingga Juhfah akan dapat diketahui. Yaqut Hamui ketika mengenalkan tentang daerah Ghadir dari sisi letak geografis berkata: Ghadir adalah tempat antara Makah dan Madinah hingga Juhfah, dua mil (setiap mil kira-kira berjarak 1600 m).
[17] Thabarsi terkait dengan hal ini meriwayatkan bahwa Juhfah terletak sebelum Ghadir sejauh 3 mil.
[18] Ibnu Jauzi melaporkan bahwa jarak antara Ghadir hingga Juhfah adalah 1 mil.
[19] Sementara Sayyid Ibnu Thawus menuliskan bahwa masyarakat berhenti di Juhfah.
[20]
Berdasarkan bukti-bukti sejarah dan kunjungan terhadap tempat ini jelaslah bahwa jarak antara Mekah dan Juhfah pada masa sekarang ini kira-kira adalah 180 km. Pada peta masa kini Saudi Arabia, kota Rabagh berada dipinggir Laut Merah. Kota ini berdekatan dengan kawasan Ghadir. Berdasarkan laporan sejarah, terdapat sebuah masjid di tempat ini yang terkenal dengan nama Masjid Ghadir.
Pertanyaan: Mengapa Nabi Muhammad Saw memilih tempat ini?
Jawaban atas pertanyaan itu ada dua kemungkinan jawaban:
Pertama: Nabi Muhammad Saw mendapat tugas dari Allah Swt untuk menyampaikan risalahnya di tempat ini
[21]
Kedua: Alasan yang tidak benar namun telah masyhur dan pada dasarnya adalah pembenaran atas langkah Nabi Muhammad Saw yang memilih tempat ini adalah bahwa Ghadir merupakan jalan persimpangan atau “muftariq al-thariq” dan dari sinilah tempat para musafir memisahkan diri dari rombongan lainnya untuk melanjutkan perjalanannya.
[22]
Harus diketahui bahwa pada masa itu, pengaruh Islam tidak melebihi Jazirah Arab dan perang Mutah dan Tabuk juga hanya merupakan ultimatum politik dan pertahanan dan hingga saat itu, tempat-tempat seperti Irak, Suriah dan Mesir belum memeluk Islam. Juga jika kita lebih teliti dalam melihat kawasan geografis Ghadir, maka kita akan memahami bahwa Ghadir atau Juhfah adalah bukan persimpangan jalan untuk memisahkan rombongan untuk melanjutkan perjalanan.
[23] Rute masyarakat Irak dari timur laut Mekah adalah rute masyarakat Thaif dari arah tenggara Mekah dan jalan masyarakat Yaman dari selatan Mekah. Jalan Barat Laut Madinah yang akan berujung di kawasan Ghadir hanya merupakan jalan masyarakat Madinah dan sekitarnya, meskipun setelah tersebarnya Islam di selatan Afrika mereka melewati rute ini untuk pergi haji ke Mekah dan mengenakan pakaian ihram di Juhfah. Karena banyak rute yang bisa dilalui, maka tempat untuk mengenakan baju ihram juga banyak. Dalam menghitung berapa banyak orang-orang yang hadir dalam peristiwa Ghadir Khum, maka harus memperhatikan perhitungan letak geografisnya sehingga tidak akan berfikir bahwa masyarakat Yaman (yang berada dikawasan selatan) tidak hadir dalam peristiwa Ghadir.
Jumlah masyarakat yang hadir dalam peristiwa Ghadir
Terdapat banyak riwayat mengenai jumlah masyarakat yang hadir dalam peristiwa Ghadir pada tahun ke-11 H tentang pengangkatan Imam Ali As sebagai pemegang wilayah:
Kesabaran Masyarakat
Yang harus diperhatikan adalah masyarakat yang dikatakan pada peristiwa tertentu memiliki kesabaran untuk mengikuti peristiwa itu ataukah tidak? Jumlah orang-orang yang hadir yang sangat banyak memerlukan makanan dan minuman yang sangat banyak. Dari mana makanan dan minuman untuk mereka? Tentang perang Tabuk yang dikatakan diikuti oleh 30.000. Jumlah 30.000 yang memasuki kawasan orang kafir dan musuh harus dipikirkan bagaimana menyiapkan makanan untuk mereka. Juga dikatakan bahwa lamanya adalah 20 hari. Bahkan juga ditegaskan bahwa perjalanan ini adalah perjalanan yang sangat sulit
[41] karena terjadi pada hawa yang sangat panas dan kendaraan tunggangan yang terbatas, perjalanan ke Tabuk adalah perjalanan yang jauh dan melewati daerah yang kering. Dengan perhitungan secara umum, nampaknya orang-orang yang ikut dalam peperangan Tabuk tidak sebanyak itu. Ibnu Khaldun dan para penulis lainnya menilai bahwa jumlah ini adalah angka yang dilebih-lebihkan dan kesalahan para sejarawan karena kekurangtelitian mereka kapasitas tempat dan kejadian.
[42]
Mengenai tempat permasalahan ini juga benar. Apabila dikatakan bahwa dalam sebuah masjid hadir 50.000 orang, apakah bisa dikatakan bahwa hal ini benar? Apabila bisa diterima dengan mudah jika dikatakan 100.000 orang dalam jangka waktu 3 hari dari jarak Mekah hingga Madinah? Sulit diterima untuk menerima kebenaran itu sesuai dengan zamannya. Ya apabila seorang prajurit dengan kudanya ingin melewati jarak ini selama tiga hari, maka hal itu adalah mudah. Namun dengan jumlah yang banyak, tentu akan terjadi kelambatan, berhenti disuatu tempat untuk beristirahat dan bermalam dalam hari-hari perjalananannya pasti memerlukan waktu yang lama untuk mempersiapkannya dan boleh jadi membutuhkan satu hari satu malam supaya semua anggota caravan bisa beristirahat semua. Ya jika satu orang yang berhenti kemudian istirahat, salat dan makan mungkin saja tidak membutuhkan waktu lebih dari satu jam.
Logika Jumlah Penduduk
Nampaknya untuk menghitung jumlah orang-orang yang hadir dalam suatu peristiwa, selain perkiraan, ada cara lain untuk menghitungnya, sebagai contoh akan dijelaskan tentang dua hal:
1. Waqidi tentang perang Uhud menulis: Orang-orang Quraisy dan orang-orang yang bergabung dengan mereka, semuanya 3.000 orang dimana 100 orang dari mereka berasal dari kabilah Tsaqif, mereka memiliki persenjataan lengkap dan 200 ekor kuda, 700 orang dari mereka memiliki baju besi dan mereka pun memiliki 3.000 unta.
[43] Sedangkan perkataannya: 700 orang memiliki baju besi menunjukkan kepada kita bahwa jenis baju perang yang mereka kenakan menyebabkan beberapa dari mereka berbeda dengan yang lainnya. Dalam riwayat ini, salah satu cara untuk menghitung jumlah orang-orang yang hadir pada waktu itu yaitu jumlah yang mendekati kenyataan telah terpenuhi.
[44]
2. Memisahkan penduduk: Thabari dalam sebuah riwayat, menjelaskan orang-orang yang hadir dalam Fathu Makah dimana cara ini menghasilkan petunjuk yang baik. Ia menulis: 10.000 orang hadir bersama nabi di Fathu Makah, 400 orang berasal dari Bani Ghafar, 400 orang dari Bani Aslam, 1003 dari Muzainah dan 700 orang dari Bani Salim dan 1400 orang dari Juhainah dan sisanya adalah suku Quraisy Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang telah mengikat janji dengan mereka dari Bani Tamim dan Qais.
[45] Riwayat ini didasarkan kepada semua masyarakat dan dikenal melalui kabilah-kabilah dari mana mereka berasal. Misalnya dalam sebuah peperangan setiap kabilah menyebut jumlah pasukannya dan hanya dengan kesimpulan sederhana bisa dikira-kira jumlah orang yang hadir dalam peristiwa itu.
Cara-cara untuk menghitung ini, terdapat pada masa dahulu dan lebih masuk akal. Riwayat-riwayat lain yang bersesuain dengan logika penghitungan lebih bisa diterima.
[46]
Peziarah Haji Madinah
Sekarang kita harus melihat berapa banyak jamaah haji yang bisa ikut serta dalam perjalanan haji, mereka berasal dari Madinah dan sekitarnya kemudian menyertai Nabi dan pada perjalanan pulang mendengarkan khutbah Ghadir Rasululullah Saw? Catatan-catatan yang bisa memberikan data tentang jumlah penduduk Madinah yang keluar adalah:
Sekarang kita harus melihat seberapa banyak orang yang pergi haji dari Madinah dan kota-kota disekitarnya dan bersama dengan Nabi Muhammad Saw dalam perjalanan pulang dan mendengarkan khutbah Nabi di Ghadir? Faktor-faktor yang memberitakan tentang jumlah jamaah haji yang keluar dari Madinah:
[1] Silahkan lihat: Yusufi Ghawari, Muhammad Hadi,
Mausu’ah al-Tarikh al-Islami, jil. 3, hal. 636-627, Qum, Majma’ Andisye Islami, cet. 1, 1417 H.
[2] Silahkan lihat: Bukti-bukti hadis Ghadir, pertanyaan 1953, Ahlu Sunah dan ayat tabligh, pertanyaan 141
[3] Syaikh Shaduq,
Al-Amali, hal. 2, Tehran, cet. 6, 1376 S; Ibnu Syahr Asyub Mazandarani,
Manaqib Ali Abi Thalib, jil. 3, hal. 27, Qum, Intisyarat Allamah, cet. 1, 1379; Ibnu Katsir Damisyqi, Ismail bin Umar,
Al-Bidayah wa al-Nihayah, jil. 5, hal. 208; Beirut, Dar al-Fikr, 1407 H; Ibnu Khalwan bar Maki Arbili,
Wafiyat al-A’yan wa Anba Abna al-Zaman, jil. 1, hal. 180, Beirut, Dar Shadir, 1900.
[4] Kulaini, Muhammad bin Ya’qub,
Al-Kafi, jil. 1, hal. 290, Tehran, Dar al-Kitab al-Islamiyah, cet. 4, 1407 H; Ayasyi, Muhammad bin Mas’ud,
Al-Tafsir, jil. 1, hal. 293; Tehran, Al-Mathbu’ah al-Ilmiyah, cet. 1, 1380; Arbili, Ali bin Isa,
Kasyf al-Ghumah fi Ma’rifah al-Aimah, jil. 1, hal. 20, Tabriz, Nasyar Bani Hasyemi, cet. 1, 1381, Furat Kufi, Abul Qasim,
Tafsir Furat, hal. 120, Tehran, Sazman chab wa Intisyarat Wezarat Irsyad Islami, cet. 1, 1410 H.
[5] Baihaqi, Abu Bakar Ahmad bin Husain,
Dalail al-Nabawiyyah, jil. 5, hal. 446, Beirut, Dar al-Kitab al-Ilmiyah, cet. 1, 1405; Dzahabi, Muhammad bin Ahmad,
Tarikh al-Islam, jil. 2, hal. 708, Bairut, Dar al-Kitab al-Arabi, cet. 2, 1409; Ibnu Katsir Damisyqi, Ismail bin Amru,
Tafsir al-Quran al-Adhim, jil. 3, hal. 25, Beirut, Dar al-Kitab al-Ilmiyah, Mansyurat Muhammad Ali Baidhun, cet. 1, 1419 H.
[6] «فخطب خطبة عظيمة في اليوم الثامن عشر من ذي الحجة عامئذ و كان يوم الأحد بغدير خم تحت شجرة هناك، فبين فيها أشياء. و ذكر من فضل عليّ و أمانته و عدله...;
Bidayah wa al-Nihayah, jil. 5, hal. 208.
[7] Thabarsi, Ahmad bin Ali,
Al-Ihtijaj ala Ahli al-Lijaj, jil. 1, hal. 57, Masyhad, Nasyar Murtadha, cet. 1, 1403 H.
[8] Fattal Nisyaburi, Ali bin Musa,
Iqbal al-A’mal, jil. 1, hal. 456, Tehran, Dar al-Kitab al-Islamiyah, cet. 2, 1409 H.
[9] Ibnu Thawus, Ali bin Musa,
Iqbal al-A’mal, jil. 1, hal. 456, Tehran, Dar al-Kitab al-Islamiyah, cet. 2, 1409 H.
[10] Khushaibi, Husain bin Hamdan,
Al-Hidayah al-Kubra, hal. 103, Beirut, Al-Balagh, 1419 H.
[11] Maghribi, Qadhi Nu’man,
Syarah al-Akhbar fi Fadhail al-Aimmah al-Athbar, jil. 1, hal. 99, Qum, Daftar Intiyarat Islami, cet. 1, 1409 H.
[12] Ibnu Atsir Jaziri, Ali bin Muhammad,
Asad al-Ghabah fi Ma’rifah al-Shahabah, jil. 5, hal. 252, Beirut, Dar al-Fikr, 1409 H.
[13] Imam Sayid Jalal,
Barrasi Te’dad Jam’iyat Khadhir dar Ghadir, Fashl Nameh Ilmi – Takhasusi Tarikh dar Aineh Pazuhesy, hal. 8, tahun 4, no. 4, Zemestan 1386 S.
[14] Software
Sirah Ma’shuman produk Markaz Tahqiqat Komputer Ulum Islami Nur.
[15] Mengenai makna Ghadir Khum, silahkan lihat: Makna Ghadir Khum, pertanyaan 30557
[16] Juhfah, sebuah perkampungan luas di rute Madinah menuju Mekah dan jaraknya dari Mekah adalah 4 rumah. Juhfah adalah miqat bagi peziarah haji dari Mesir dan Suriah jika tidak pergi ke Madinah. Jarak antara Juhfah hingga Madinah adalah 6 rumah, dan jarak antara Juhfah hingga Ghadir adalah dua mil. Yaqut Hamui, Abu Abdillah,
Mu’jam al-Buldan, jil. 4, hal. 188, Beirut, Dar Shadir, cet. 2, 1995.
[17] Mu’jam Buldan, jil. 4, hal. 188.
[18] Al-Ihtijaj ala Ahli al-Haj, jil. 1, hal. 57.
[19] Ibnu Jauzi, Abdurahman bin Ali,
Al-Muntazham, jil. 1, hal. 146, Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, cet. 1, 1412 H.
[20] Iqbal al-A’mal, jil. 1, hal. 455.
[21] Syaikh Mufid,
Al-Irsyad fi Ma’rifah Hujajullah ala Ibad, jil. 1, hal. 175, Qum, Konggres Syaikh Mufid, cet. 1, 1413 H.
[22] Fashl Nameh Ilmi – Takhashusi Tarikh dar Aineh Pazuhesy, hal. 11.
[24] Manaqib Ali Abi Thalib As, jil. 3, hal. 26, Silahkan lihat: Tafsir Furat al-Kufi, hal. 515-516.
[25] Tafsir ‘Ayasyi, jil. 1, hal. 332.
[26] Fashl Nameh Ilmi – Takhasusi Tarikh dar Aineh Pazuhesy, hal. 14-15.
[27] Manaqib Ali Abi Thalib, jil. 3, hal. 26.
[28] Syaikh Hurr Amili, Wasail Syiah, jil. 27, hal. 238, Qum, Muasasah Ali al-Bait, cet. 1, 1409 H.
[29] Tafsir ‘Ayasyi, jil. 1 hal. 329.
[30] Syaikh Hur Amili, Itbat al-Hudah bi Nushush wa al-Mu’jizat, jil. 3, hal. 142, A’lami, Beirut, cet. 1, 1425 H.
[31] Syu’airi, Muhammad bin Muhammad,
Jami’ al-Akhbar, hal. 10, Najaf, Mathbu’ah Haidariyah, cet. 1, tanpa tanggal.
[32] Ibnu Jabr, Ali bin Yusuf,
Nahj al-Aiman, hal. 122, Masyhad, Mujtama Imam Hadi As, cet. 1, 1418 H.
[33] Ihtijaj ala Ahli al-Hijaj, jil. 1, hal. 56.
[34] Nahj al-Aiman, hal. 122.
[35] Ashami Maki, Abdul Malik bin Husain,
Samath al-Nujum al-Awamili fi Anba al-Awail wa al-Tawali, jil. 2, hal. 305, Beirut, Dar al-Kitab al-Ilmiyah, cet. 1, 1419 H.
[36] Sabath bin Jauzi,
Tadzkirah al-Khawash minal Aimah fi Dzikr Khashaish al-Aimah, hal. 37, Qum, Mansyurat al-Syarif Radhi, cet. 1, 1418 H.
[37] Silahkan lihat: Thabari, Muhammad bin Jarir,
Tarikh al-Umam wa al-Muluk (Tarikh Thabari), jil. 2, hal. 620- 621, Beirut, Dar al-Tsurat, cet. 2, 1378 H.
[38] Arabi Ma’afari, Muhammad bin Abdullah Abu Bakar,
Al-‘Awashim minal ‘Awashim fi Tahqiq Muwaqif al-Sahabah ba’d Wafat Nabi (Saw), hal. 255, Beirut, Dar al-Jail, cet. 2, 1407.
[39] Halabi menukilkan hal ini dengan “
qila”; Halabih, Abul Faraj,
Al-Sirah al-Halabiyah, jil.3, hal. 361, Beirut, Dar al-Kitab al-Ilmiyah, cet. 2, 1426 H.
[40] Fashl Nameh Ilmi – Takhashushi Tarikh dar Aineh Pazuhesy, hal. 19-22.
[41] Karena susahnya sehingga disebut dengan Jaisy al-Asrah, Baladzuri, Ahmad bi Yahya,
Ansab al-Asyraf, jil. 2, hal. 95, Beirut, Dar al-Fikr, Cet. 1, 1417 H.
[42] Ibnu Khaldun, Abdurahman bin Muhammad,
Diwan al-Mubtada fi Tarikh al-Arab wa al-Barbar wa min Ashrhum min Dzawi Sya’n al-Akbar (Tarikh ibnu Khaldun), jil. 1, hal. 13-14, Beirut, Dar al-Fikr, cet. 2, 1408 H.
[43] Waqidi, Muhammad bin Umar,
Al-Maghazi, jil. 1, hal. 203, Beirut, Dar al-Fikr, cet. 2, 1408 H.
[44] Fashl Nameh Ilmi – Takhashushi Tarikh dar Aineh Pazuhesy, hal. 25.
[45] Ibid, jil. 3, hal. 64-65.
[46] Fashl Nameh Ilmi – Takhashushi Tarih dar Aineh Pazuhesy, hal. 26.
[47] Al-Sirah al-Halabiyah, jil. 3, hal. 360-361.
[48] I’lam al-Wuri bi I’lam al-Huda, jil. 1, hal. 228.
[49] Al-Bidayah wa al-Nihayah, jil. 5, hal. 40; Al-Sirah al-Halabiyah, jil. 3, hal. 297.
[50] Thabari, Husain bin Ali,
Manaqib al-Thahirin, jil. 1, hal. 160, Tehran, Sazman chab wa Intisyarat, cet. 1, 1379 S.
[51] Dalail al-Nabawiyah, jil. 4, hal. 142;
Al-Sirah al-Nabawiyah, jil. 2, hal. 322; Al-Maghazi, jil. 2, hal. 574.
[52] Ibnu Sa’d Katib Waqidi,
Muhammad bin Sa’d, Al-Thabaqat al-Kubra, jil. 2, hal. 80, Beirut, Dar al-Kitab al-Ilmiyah, cet. 2, 1418 H.
[53] Fashl Nameh Ilmi – Takhashushi Tarih dar Aineh Pazuhesy, hal. 33-35.
[54] Al-Bidayah wa al-Nihayah, jil. 5, hal. 137; Syafi’i Mesri, Abu Hafadz Umar,
Al-Ma’na fi Ulum al-Hadits, jil. 2, hal. 497, Al-Sa’udiyah, Dar Fawaz lil Nasyar, cet. 1, 1413, Khadharmi, Muhammad bin Bahr,
Khadaiq al-Anwar wa Mathali’ al-Asrar fi Sirah al-Nabi al-Mukhtar, hal. 77, Jidah, Dar Minhaj, cet. 1, 1419 H.
[55] Silahkan lihat:
Al-Sirah al-Halabiyah, jil. 3, hal. 361; Adhim Abadi, Muhammad Asyraf bin Umair,
‘Aun al-Ma’bud Syarah Sunan Abu Dawud, jil. 5, hal. 253, Beirut, Dar al-Kitab al-Ilmiyah, cet. 2, 1415 H.s