Hurr adalah bentuk jamak dan kata tunggalnya
haura dan
ahwar. Haura adalah nama yang dilekatkan pada orang yang hitam matanya sangat hitam dan putihnya sangat transparan.
[1]
Sekaitan dengan
hurr banyak dijelaskan pada beberapa ayat dan riwayat
[2] di antaranya:
1. Wajah cantik rupawan.
[3]
2. Mencintai suaminya dan tidak memperhatikan orang lain.
[4]
3. Tidak memiliki darah haidh dan darah keperawanan.
[5]
4. Istri yang senantiasa perawan.
[6]
5. Istri yang senantiasa suci dari pelbagai noda.
[7]
6. Dalam kecantikan laksana mutiara, marjan dan ruby.
[8]
6. Wanita-wanita yang tidak pernah disentuh selain oleh suami-suami mereka.
[9]
Hadis yang ditanyakan dinukil dalam kitab
Bihâr al-Anwâr[10] dan
Mustadrak al-Wasâil[11] dengan sanad yang sama dari kitab
Dalâil al-Imâmah.
[12]
Disebutkan bahwa hadis ini juga diriwayatkan pada literatur lainnya dengan silsilah sanad yang berbeda – seperti Asma binti Umais.
[13] Para perawi riwayat ini secara umum mendapatkan tautsiq dan sanad hadisnya juga memperoleh pengakuan.
Dari sisi lain, para bidadari surga dan dengan kata yang lebih komprehensif, segala yang non materi adalah makhluk Ilahi yang memiliki dua dimensi; pertama dimensi jasmani yang diciptakan dari tanah penuh cahaya surgawi.
[16] karena itu, tidak memiliki pengaruh materi dan hijab-hijab jasmani di dunia ini. Lainnya adalah dimensi ruhani yang terbatas pada batasan tertentu. Keterbatasan dimensi ruhani ini telah ditentukan Tuhan bagi mereka berdasarkan kapasitas eksistensial masing-masing dan mereka tidak dapat naik lebih tinggi lain dari batasan yang telah ditetapkan untuknya.
[17]
Sesungguhnya Fatimah Sa pada tingkatan pertama penciptaan sejenis dengan para bidadari dicipta dari tanah penuh cahaya surga. Tatkala Allah Swt menciptakan Adam, jisim cahaya Fatimah Sa berbentuk sebuah apel di surga dan pada malam mikraj, Jibril menyerahkan buah apel itu kepada Rasulullah Saw dan kemudian Rasulullah Saw memakan buah apel itu lalu benih Sayidah Fatimah terlahir dari apel surgawi tersebut.
[18] Namun pada tingkatan keberadaannya di dunia ini dicipta sebagaimana manusia memiliki struktur fisik dan bentuk lahirnya sebagaimana manusia.
Kesimpulannya adalah bahwa jasmani mulia Fatimah Zahra Sa tidak memiliki efek materi dan sebagaimana para bidadari sangat jelita dan suci dari pelbagai noda dan hijab kegelapan. Namun diciptakan sebagaimana jenis manusia. [iQuest]
[1]. Hasan Mustafawi,
al-Tahqiq fi Kalimât al-Qur’ân al-Karim, jil. 2, hal. 306, Banggah Tarjameh wa Nasyr Kitab, Tehran, 1360 S; Ridha Mihyar, Farhangg Abjadi Arabi-Farsi, hal. 26, kata haur; Nasir Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jil. 21, hal. 212, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Tehran, 1374 S.
[2]. Silahkan lihat, indeks terkait, “Hur al-‘Ain Surga dan Pernikahan”, Pertanyaan 789; Hurr al-‘Ain Surga dan Para Wanita,” Pertanyaan 864.
[3]. “
Di dalam surga-surga itu ada bidadari-bidadari yang baik lagi cantik.” (Qs. Al-Rahman [55]:70)
[4].
“Di sisi mereka ada bidadari-bidadari yang bermata jelita dan tidak mencintai selain suami mereka.” (Qs. Al-Shaffat [37]:48)
[5]. Sayid Abdul Husain Thayyib,
Athyab al-Bayân fi Tafsir al-Qur’ân, jil. 12, hal. 387, Intisyarat Islam, Cetakan Kedua, Tehran, 1378 S; Silahkan lihat indeks, Adat dan Kebiasaan Fatimah Sebagai Batul, Pertanyaan 8140.
[6].
“Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (istri-istri itu) kembali.” (Qs. Al-Waqiah [56]:35)
[7].
Di dalam surga itu mereka mempunyai istri-istri yang suci, dan Kami masukkan mereka ke tempat yang teduh lagi nyaman.” (Qs. Al-Nisa [4]:57)
[8].
“Bidadari-bidadari itu seakan-akan permata yakut dan merjan.” (Qs. Al-Rahman [55]:58); “
Dan (di dalam surga itu) ada bidadari-bidadari yang bermata jeli.” (Qs. Al-Waqiah [56]:22)
[9].
“Mereka tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin.” (Qs. Al-Rahman [55]:74)
[10]. Muhammad Baqir Majlisi,
Bihâr al-Anwâr, jil. 78, hal. 112, Dar Ihya al-Turats al-‘Arabi, Beirut, Cetakan Kedua, 1403 H.
[11]. Husain bin Muhammad Taqi,
Mustadrak al-Wasâil wa Mustanbith al-Masâil, jil. 2, hal. 37, Muassassah Alu al-Bait, Qum, Cetakan Pertama, 1408 H.
[12]. Muhammad bin Jarir bi Rastam Thabari Amuli Shagir,
Dalâil al-Imâmah, hal. 146, Bi’tsah, Qum, Cetakan Pertama, 1413 H.
[13]. Silahkan lihat Ali bin Muhammad al-Syafi’i Ibnu Maghazali,
Manâqib al-Imâm Ali bin Abi Thalib As hal. 296, Dar al-Adhwaa, Beirut, Cetakan Ketiga, 1424 H; Husain bin Abdul Wahab, Ibnu Abdul Wahab, ‘Uyun al-Mu’jizat, hal. 58, Maktabah al-Dawari, Qum, Cetakan Pertama, Tanpa Tahun; Ali bin Isa Arbali,
Kasyf al-Ghummah fi Ma’rifat al-Aimmah, Riset dan edit oleh Hasyim Rasul Mahallati, jil. 1, hal. 463, Bani Hasyim, Tabriz, Cetakan Pertama, 1381 H.
[14].
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.” (Qs. Al-Mukminun [23]:12)
[15].
“Maka apabila Aku telah menyempurnakan penciptaannya, dan telah meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.” (Qs. Al-Hijr [15]:29)
[16]. Tatkala Abu Bashir bertanya tentang penciptaan bidadari-bidadari surga dari Imam Shadiq As, Imam Shadiq As bersabda, “
Min turbah al-jannah al-nuraniyah,” Ali bin Ibrahim Qummi, Tafsir al-Qumi, Riset dan edit oleh Tayyib Musawi Jazairi, jil. 2, hal. 82, Dar al-Kitab, Qum, Cetakan Ketiga, 1404 H.
[17].
“Tiada seorang pun di antara kami (malaikat) melainkan mempunyai kedudukan yang tertentu.” (Qs. Al-Shaffat [37]:164)
[18]. Syaikh Shaduq,
Ma’âni al-Akhbâr, Riset dan edit oleh Ali Akbar Ghaffari, hal. 396, Daftar Intisyarat Islami, Qum.