Banyak bukti-bukti dari al-Quran yang berisi tentang keadaan masyarakat Barat sebelum Islam, di mana perempuan pada masa itu tidak mengenakan pakaian yang pantas ketika mereka hadir diruang publik. Islam, beberapa waktu setelah kemunculannya dan mendakwahkan ajarannya kepada masyarakat, mengatur masalah yang sangat penting ini. Hukum-hukum tentang batasan hijab perempuan ada dalam dua surah. Pertama pada surah al-Ahzab (turun pada tahun ke-4 H) dan perinciannya tentang hukum-hukum berhijab pada surah Nur (tahun ke-7 H).
[1]
Dalam surah al-Ahzab di samping menerangkan kewajiban-kewajiban dan tanggung jawab istri Nabi Saw sebagai orang-orang yang paling dekat dengan Nabi Saw, juga menerangkan hijab dan pakaian mereka ketika hadir di ruang publik. Dari sisi bahwa para istri Nabi adalah orang-orang yang paling dekat dengan Nabi Saw maka perilaku mereka disandarkan kepada Nabi dan perempuan-perempuan lain mengambil contoh dari mereka. Dari sisi ini tindakan dan perilaku mereka harus berdasarkan aturan-aturan Islam dan menjauhi adat-adat dan kebiasaan-kebiasaan masa jahiliyyah yang tengah berkembang. Berdasarkan hal ini, terkait dengan tugas mereka terhadap hijab, pakaian dan cara bergaul mereka dengan laki-laki non mahram, al-Quran menerangkan,
“Hai istri-istri nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu memperlembut (gaya) bicara(mu) sehingga berkeinginanlah orang yang memiliki penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik, dan hendaklah kamu menetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliah yang dahulu dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat, dan taatilah Allah dan rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait, dan menyucikan kamu sesuci-sucinya.”[2]
Pada ayat yang lain dalam surah ini juga, Allah Swt bersabda,
“Hai nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang-orang mukmin, “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang. “ [3]
Dalam dua ayat tersebut, terdapat aturan:
-
Jangan memperlembut gaya bicara
-
Tinggal di rumah tidak seperti pada masa jahiliyah ula, di mana wanita zaman itu berada diantara masyarakat
-
Mendirikan salat
-
Membayar zakat
-
Menaati Allah dan Rasul-Nya
-
Mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh sehingga akan lebih dikenal dan tidak akan diganggu
Dalam surah Nur dijelaskan tentang ahkam dan perinciannya, mulai dari hijab ketika Allah Swt berfirman, “Katakanlah kepada kaum wanita yang beriman,
“Hendaklah mereka menahan pandangan dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka, kecuali yang (biasa) nampak darinya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada (supaya dada dan leher mereka tertutupi), dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, ayah mereka, ayah suami mereka, putra-putra mereka, putra-putra suami mereka, saudara-saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara perempuan mereka, wanita-wanita seagama mereka, budak-budak yang mereka miliki, laki-laki kurang akal yang ikut bersama mereka dan tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan pada saat berjalan, janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”
[4]
Sya’n nuzul (sebab pewahyuan) ayat ini adalah bagaimana cara memakai pakaian sebelum ada aturan untuk memakai hijab. Dalam
sya’n nuzul ini dikatakan bahwa: Perempuan mencari kerudung mereka masing-masing kemudian menutupkannya ke telinga mereka masing-masing.” Oleh itu, leher dan telinga mereka nampak. Para ahli sejarawan juga membenarkan bahwa perempuan Jazirah Arab tidak mengenakan hijab yang baik.”
[5]
Dalam ayat lain surah ini juga, Allah berfirman, “
Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”[6]
Dalam dua ayat di atas, terdapat beberapa aturan sebagaimana berikut:
-
Peliharalah mata-mata kalian dari pandangan yang mengandung hawa nafsu
-
Peliharalah kesucian kalian
-
Jangan menunjukkan perhiasan kalian kecuali perhiasan yang biasa nampak
-
Tutupkan kain kerudung kalian sampai dada dan leher
-
Jangan tampakkan perhiasanmu kecuali untuk suami mereka, ayah mereka, ayah suami mereka, putra-putra mereka, putra-putra suami mereka, saudara-saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara perempuan mereka, wanita-wanita seagama mereka, budak-budak yang mereka miliki, laki-laki kurang akal yang ikut bersama mereka dan tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita), dan anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.
-
Pada saat berjalan, janganlah memukulkan kaki agar diketahui perhiasan yang kalian sembunyikan.
Dengan memperhatikan terhadap apa-apa yang ada dalam dua surah itu (dengan jarak waktu nuzul 4 tahun), hukum-hukum yang ada di surah Nur tidak ada yang berubah dan hukum-hukum sebelumnya, yang ada dalam surah Ahzab masih tetap berlaku. Hanya ada perkecualian pada surah al-Nur ayat 60 yaitu,
“Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka.”
Oleh karena itu kewajiban berjilbab dalam Islam hanya satu tahapan saja, tidak ada aturan dari ayat sebelumnya (surah al-Ahzab) yang dibatalkan atau dicabut pada surah al-Nur, melainkan hanya satu bagian saja, yaitu perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) dan tiada ingin kawin (lagi), maka bagi mereka dikecualikan dari hukum mengenakan pakaian Islami.
Tapi bagi perempuan-perempuan lainnya, aturan-aturan mengenakan pakaian Islami tidaklah berubah dan tetap. Harus diperhatikan bahwa Islam tidak berkata-kata secara mutlak bahwa jangan keluar dari rumah, tapi berkata,
dan hendaklah kamu menetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliah yang dahulu.” Oleh itu, semenjak awal, perempuan dapat keluar rumah tapi dengan syarat mengenakan pakaian sempurna.[iQuest]
Untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih mandalam silahkan lihat:
Pertanyaan 431 (Site 459) Sejarah Hijab dalam Islam
[1] Silahkan lihat: Husain Thabathabai,
al-Mizān, jil. 20, hal. 376-377, Jamiah Mudarisin, Qum, tanpa tahun, Muhammad Zarkasyi,
al-Burhān, jil. 1, hlm. 251, Dar al-Fikr, Beirut, Jalaluddin Suyuthi,
al-Itqān, jil.1, hlm. 42 dan 43 (tanpa tahun dan tanpa tempat), Muhammad Hadi Ma’rifat,
Al-Tamhid fi Ulum al-Qurān, jil. 1, hal. 106-107, Mathbu’ah Mihr, Qum, 1396
[2] (Qs Al-Ahzab [33]:33-34)
"یا نِسَاء النَّبِى لَسْتُنَّ کَأَحَد مِّنَ النِّسَاء إِنِ اتَّقَیتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ32-33 بِالْقَوْلِ فَیطْمَعَ الَّذِى فِى قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَّعْرُوفًا* وَقَرْنَ فِى بُیوتِکُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِیةِ الْأُولَى.."
[3] (Qs Al-Ahzab [33]: 59)
"یا أَیهَا النَّبِى قُل لِّأَزْوَاجِکَ وَبَنَاتِکَ وَنِسَاء الْمُؤْمِنِینَ یدْنِینَ عَلَیهِنَّ مِن جَلَابِیبِهِنَّ ذَلِکَ أَدْنَى أَن یعْرَفْنَ فَلَا یؤْذَینَ وَکَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِیمًا"
"وَ قُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَرِهِنَّ وَ يحَْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَ لَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَ لْيَضْرِبْنَ بخُِمُرِهِنَّ عَلىَ جُيُوبهِِنَّ وَ لَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ ءَابَائهِنَّ أَوْ ءَابَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنىِ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنىِ أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيرِْ أُوْلىِ الْارْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُواْ عَلىَ عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَ لَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يخُْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ وَ تُوبُواْ إِلىَ اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكمُْ تُفْلِحُون"
[5] Silahkan Lihat: Jawad Ali,
Al-Mufadhal fi Tārikh al-Arab, jil. 4, hal. 617, Yahya Haburi,
Al Jahiliyah, hal. 72; Murtadha Muthahhari, Ibid, jil. 19, hal. 385-391
" وَ الْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاء اللَّاتِى لَا یرْجُونَ نِکَاحًا فَلَیسَ عَلَیهِنَّ جُنَاحٌ أَن یضَعْنَ ثِیابَهُنَّ غَیرَ مُتَبَرِّجَات بِزِینَة وَ أَن یسْتَعْفِفْنَ خَیرٌ لَّهُنَّ وَ اللَّهُ سَمِیعٌ عَلِیمٌ"