Hits
27947
Tanggal Dimuat: 2013/12/25
Ringkasan Pertanyaan
Apa formula nadzar dan syarat-syarat sahnya nadzar itu? Apakah nadzar seorang yang belum baligh itu sah atau tidak?
Pertanyaan
Untuk melakukan nadzar syarat yang syah itu bagaimana? Apakah nazar syah pada saat kita masih di usia belia ?
Jawaban Global
Definisi Nadzar
Nadzar adalah berjanji untuk melakukan suatu perbuatan yang baik dilakukan untuk Allah Swt atau meninggalkan sebuah perkara yang lebih baik ditinggalkan.”[1]
 
Bagian-bagian Nadzar
Nadzar itu terbagi menjadi dua bagian:
  1. Nadzar yang bersayarat: Nadzar yang bersyarat atau nadzar syukur seperti tatkala manusia berkata, “Apabila saya sembuh dari penyakitku maka bagiku untuk Allah melakukan perbuatan tertentu (misalnya memberikan makan kepada sahabat).”[2]
Atau nadzar zajr[3] misalnya berkata, “Apabila saya melakukan perbuatan buruk maka bagi saya untuk Allah melakukan perbuatan baik tertentu (misalnya bersedekah).”
  1. Nadzar mutlak: Manusia bernadzar tanpa syarat-syarat tertentu berkata, “Saya bernadzar untuk Allah – atau bagi Allah – bagiku melakukan perbuatan baik atau meninggalkan perbuatan buruk.”[4]
 
Rukun-rukun Nadzar
Rukun-rukun nadzar terdiri dari tiga bagian:
  1. Nadzir (orang yang bernadzar)
  2. Formula nadzar
  3. Sesuatu yang dinadzarkan (multazam bih).[5]
Artinya supaya nadzar dapat dilaksanakan maka seorang yang bernadzar harus memenuhi syarat-syarat nadzar yang ada, demikian juga formula nadzar harus dibacakan  dan nadzar melakukan sesuatu atau meninggalkan sesuatu yang merupakan syarat-syarat nadzar.
 
Syarat-syarat Orang Yang Bernadzar
  1. Baligh
  2. Berakal
  3. Memiliki ikhtiar (tidak ada unsur paksaan)
  4. Berniat
  5. Sesuatu yang dinadzarkan tidak berada dalam tunggakan orang lain.[6]
Sebagian fukaha memandang bahwa Islam dan merdeka (bukan budak) juga sebagai syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang bernadzar.[7]
 
Karena itu, nadzar meski dilakukan oleh seorang mummayiz dan telah genap berusia sepuluh tahun, demikian juga nadzar seorang gila meski gilanya bersifat periodik serta nadzar orang mabuk atau orang yang sedang marah sedemikian sehingga hilang niatnya untuk bernadzar demikian juga nadzar orang bodoh dan yang terhalangi menggunakan hartanya. Nadzar orang-orang seperti ini tidak dapat dijalankan dan tidak dibenarkan nadzarnya. Tentu saja nadzar mahjur[8] pada harta dimana seseorang memiliki tagihan padanya, tidak dapat dijalankan, namun pada urusan lain dibenarkan.[9]
Demikian juga nadzar seorang budak dan kafir tidak dapat dijalankan, kecuali pada budak, sebelum bernadzar telah memperoleh ijin tuannya atau budak sebelum bernadzar telah dibebaskan oleh tuannya. Demikian juga apabila seorang kafir memeluk Islam maka dianjurkan supaya ia tetap setia pada nadzarnya.[10]
 
Formula Nadzar
Formula nadzar adalah sebagai berikut:
«للّه علیّ هکذا»
“Bagiku untuk Allah melakukan perbuatan ini”[11]
Yang dimaksud sebagai hakadza di sini adalah apa yang ingin dinadzarkan dilafazkan dengan mengucapakan lillahi ‘alayya.[12] Misalnya berkata, “Sekiranya Allah Swt meyembuhkan Aku dari sakitku maka bagiku untuk Allah berpuasa.”
Patut untuk diperhatikan bahwa formula nadzar tidak mesti harus diucapkan dalam bahasa Arab, melainkan telah mencukupi apabila disampaikan dalam bahasa Indonesia. [13]
Karena itu apabila dikatakan, “Apabila aku sembuh dari penyakitku maka bagiku untuk Allah menyerahkan seratus ribu rupiah kepada seorang fakir atau berpuasa sehari.” Nadzar yang disampaikan seperti ini adalah nadzar yang sah. Akan tetapi lafaz untuk Allah “lillâhi” ini harus diucapkan dan tidak mencukupi apabila sekedar diniatkan dalam hati.[14]
 
Sesuatu yang Dinadzarkan atau Multazam bih dan Syarat-syaratnya
Yang dimaksud dengan sesuatu yang dinadzarkan atau mandzurun bih atau multazam bih adalah sesuatu yang dijanjikan oleh orang yang bernadzar untuk dipenuhi dilakukan atau ditinggalkan untuk Allah.
 
Syarat-syarat Sesuatu yang Dinadzarkan
  1. Sesuatu yang dinadzarkan haruslah diniatkan untuk melakukan kedekatan kepada Allah Swt (qashd qurbah); artinya harus bersifat wajib atau mustahab (dianjurkan). Atau perkara mubah[15] yang memiliki sisi keunggulan dalam urusan agama atau dunia. Karena itu, sesuatu yang haram tidak dapat dijadikan sebagai obyek nadzar atau bahkan sesuatu yang makruh.[16]
  2. Dapat dijadikan sebagai maksud dan kehendak.
  3. Mampu dilakukan oleh orang yang bernadzar; artinya sesuatu yang dinadzarkan sebagaimana berdasarkan kebiasaan dan tradisi, orang yang bernadzar dapat menunaikannya tatkala terpenuhi nadzarnya, meski ia belum memiliki kemampuan pada waktu pengucapan nadzar.[17]
 
Karena itu terkait dengan pertanyaan di atas harus dikatakan bahwa nadzar yang disampaikan oleh seseorang yang belum mencapai usia baligh tidak dapat dilaksanakan dan tidak sah; karena salah satu syarat keabsahan dan pelaksanaan nadzar adalah usia baligh orang yang bernadzar. [iQuest]
 

[1]. Nasir Makarim Syirazi, Risâlah Taudhih al-Masâil, hal. 445, Intisyarat Madrasah Imam Ali bin Abi Thalib As, Qum, Cetakan Kedua, 1424 H.  
[2]. Ibid.  
[3].  Nadzar zajr ini dapat diartikan sebagai tindakan menghukum diri akibat melakukan perbuatan buruk dengan kompensasi perbuatan baik.  
[4]. Allamah Hilli, Hasan bin Yusuf bin Muthahar Asadi, Irsyâd al-Adzhân ila Ahkâm al-Îman, Riset dan edit oleh Faris Hasun, jil. 2, hal. 90, Daftar Intisyarat Islami, Qum, Cetakan Pertama, 1410 H.  
[5]. Imam Khomeini, Tahrir al-Wasilah, jil. 2, hal. 117, Muassasah Mathbu’at Dar al-‘Ilm, Qum, Cetakan Pertama, Tanpa Tahun; Luthfullah Shafi Gulpaigani, Hidâyah al-‘Ibâd, jil. 2, hal. 247, Dar al-Qur’an al-Karim, Qum, Cetakan Pertama, 1416 H; Hasan Wahid Khurasani, Minhâj al-Shâlihin, jil. 3, hal. 361, Madrasah Imam Baqir As, Qum, Cetakan Kelima, 1428 H.  
[6]. Bukan seorang budak laki dan perempuan.  
[7]. Zainuddin bin Ali, Syahid Tsani Amili, al-Raudhah al-Bahiyyah fi Syarh al-Lum’ah al-Dimasyqiyah, Pensyarah Sayid Muhammad, jil. 3, hal. 35, Kitabpurusyi Dawari, Qum, Cetakan Pertama, 1410 H.  
[8].  Mahjur di sini bermakna terhalangnya seseorang (pemilik harta) untuk menjadikan hartanya sebagai nadzar karena harta tersebut berada dalam sangkutan hutang, gadai, dan lain sebagainya.
[9]. Tahrir al-Wasilah, ibid; Hidâyah al-‘Ibâd, ibid; Husain Wahid Khurasani, Minhâj al-Shâlihin, ibid.  
[10]. Raudhah al-Bahiyyah, jil. 3, hal. 35-36.  
[11]. Agha Muhammad Ali Bahbahani Kermansyahi, Maqâmi’ al-Fadhl, jil. 1, hal. 346, Muassasah Allamah Mujaddid Wahid Bahbahani, Qum, 1421 H.  
[12]. Muhammad Taqi Isfahani (Majlisi Awwal), Yek Dureh Fiqh Kâmil Fârsi, hal. 172, Muassasah wa Intisyarat Farahani, Tehran, Cetakan Pertama, 1400 H.  
[13].  Dengan bahasa apapun yang penting bermakna untuk Allah.
[14]. Muhammad Fadhil Langkarani, Risâlah Taudhih al-Masâil, hal. 483, Qum, Cetakan 114, 1426 H.  Diadaptasi 37758.
[15]. Akan tetapi sebagian hal-hal yang mubah ini disebabkan keunggulan yang dimilikinya sehingga digolongkan sebagai hal yang mustahab namun tidak memerlukan niat mendekatkan diri (qurbah), seperti minum air melepas dahaga untuk salat.
[16]. al-Raudhah al-Bahiyyah fi Syarh al-Lum’ah al-Dimasyqiyah, jil. 3, hal. 41-43.  
[17]. Irsyâd al-Adzhân ila Ahkâm al-Îman, jil. 2, hal. 90
Terjemahan dalam Bahasa Lain