Advanced Search
Hits
6466
Tanggal Dimuat: 2010/08/22
Ringkasan Pertanyaan
Apakah semata-mata tidak melihat tanda-tanda haidh saya dapat mengerjakan shalat pada masa pertengahan saya haidh?
Pertanyaan
Periode haidh saya sangat tidak beraturan. Sepanjang hari terkadang datang terkadang tidak. Saya ingin tahu apabila saya tidak melihat darah apakah saya harus mengerjakan shalat kendati satu atau dua jam setelah melihat darah, atau saya harus menunggu hingga hari terakhir supaya saya mantap hatinya bahwa masa haidh saya telah usai? Sejatinya saya ingin tahu bahwa apabila saya melihat tanda-tanda haidh apakah saya dapat mengerjakan shalat pada masa pertengahan periode haidh?
Jawaban Global
Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda memilih jawaban detil.
Jawaban Detil

Dengan memperhatikan beberapa poin berikut ini akan membantu Anda untuk mendapatkan jawaban yang Anda cari:

Klasifikasi wanita-wanita haidh terbagi menjadi beberapa bagian:

Mubtadia: Wanita yang pertama kali mengalami haidh.[1]

Mudhtaraba: Wanita yang melihat darah beberapa bulan namun tidak dapat disebut sebagai adat haidh atau adat haidnya tidak beraturan dan adat beraturan haidh yang baru tidak ia temukan.[2]

Nasiya:[3] Wanita yang melupakan kebiasaan haidnnya.[4]

Fardhiyyah: Wanita yang lantaran kehamilan dan menyusui anaknya, hampir dua tahun dan sedikit dari kebiasaan haidh sebelumnya berlalu, kemungkinan besar ia telah melupakan kebiasaan haidhnya.

Waqtiya dan ‘adadiyah: Wanita yang waktu dan bilangan adat haidhnya bersamaan setiap bulannya

Waqtiyah: Wanita yang jumlah hari haidhnya pada setiap bulan tertentu baik dari sisi waktu namun bilangannya berbeda.

‘Adadiyah: Wanita yang adat haidhnya pada setiap bulan sama dari jumlah bilangan hari namun berbeda dari sisi waktu kapan ia melihat darah haidh.

Adapun terkait dengan standar dan cara membedakan haidh pada masa akhir haidh– dengan asumsi ada darah selama sepuluh hari – harus diperhatikan bahwa apabila darah terputus hingga sepuluh hari, maka darah itu seluruhnya dihukumi haidh dan secara hukum tidak terdapat perbedaan enam bagian haidh, kecuali pada tataran praktis bagi para wanita yang memiliki masa waktu tertentu dan melihat darahnya melewati hari-hari adat haidhnya, karena ia tidak tahu apakah telah melewati sepuluh hari atau tidak, maka tugasnya adalah istizhhâr.[5]

Istizhhâr adalah bahwa wanita memandang dirinya sebagai haidh dan beramal berdasarkan hukum-hukum wanita haidh dan ia harus meninggalkan ibadah dan tidak mengerjakan hal-hal yang diharamkan bagi wanita haidh hingga kondisinya menjadi jelas. Akan tetapi istizhhâr tidak dibenarkan bagi wanita yang kebiasaannya teratur dan tidak ada perbedaan dari sisi bilangan angka.[6]

Sekaitan dengan istizhhâr terdapat beberapa pandangan dan kami persilahkan untuk merujuk pada kitab yang sama bagi Anda yang ingin menelaah lebih jauh.[7]

Terkait dengan tugas wanita yang mengalami haidh setelah terputusnya darah pada masa adatnya sebelum sepuluh hari dijelaskan sebagai berikut:

Lantaran darah haidh datang sebelum sepuluh hari terdapat beberapa gambaran yang masing-masing dari tiap gambaran memiliki hukum yang berbeda-beda.[8]

1.     Jika mengetahui bahwa ia telah suci dan dalam liang kemaluan wanita juga tidak terdapat darah maka dalam hal ini terdapat empat bentuk:

a.      Jika ia mengetahui bahwa hingga sebelum berakhirnya sepuluh hari ia kembali melihat darah. Sebagian fukaha, seperti Imam Khomeini, Ayatullah Khui, Ayatullah Araki, Ayatullah Fadhil berkata: “Hari-hari suci pertengahannya juga adalah haidh. Sebagian fukaha seperti Ayatullah Gulpaigani Ra, Ayatullah Siistani, Ayatullah Makarim berpandangan bahwa, “Ia harus ber-ihtiyâth (berhati-hati) pada hari-hari suci pertengahannya.”

b.      Apabila ia tahu bahwa hingga sebelum selesainya sepuluh hari ia tidak lagi melihat darah, maka ia harus mandi dan mengerjakan shalat.

c.      Bila ia memberikan kemungkinan bahwa hingga sebelum sepuluh hari ia kembali melihat darah maka ia harus mandi dan mengerjakan shalat.

d.      Kebiasaan (adat) wanita tersebut adalah bahwa senantiasa sebelum usainya sepuluh hari ia kembali melihat darah. Sebagian fukaha seperti Imam Khomeini Ra berkata, “Ia harus beramal berdasarkan ihtiyath wajib, yaitu ia harus menggabungkan antara amalan-amalan orang yang suci dan apa-apa yang harus ditinggalkan oleh wanita haidh. Ayatullah Sistani berkata, “Kebiasaan ini dalam melihat kembali (darah) apabila menghasilkan ilmu atau kemantapan hati maka ia harus mengumpulkan antara amalan-amalan wanita yang suci dan apa-apa yang harus ditinggalkan oleh wanita haidh. Dan sebagian fukaha seperti, Ayatullah Khui dan Ayatullah Araki Ra berkata, “Apabila kebiasaan ini dengan melihat kembali darah yang mendatangkan ilmu atau kemantapan hari maka ia harus mengerjakan amalan orang haidh.

2.     Jika ia tidak memiliki ilmu bahwa ia telah suci maka ia harus mengetes dirinya dan setelah tes ia menyaksikan dua kondisi:

a.   Ia mendapatkan dirinya suci (seperti bentuk sebelumnya)

b.   Ia mendapatkan dirinya ternoda (terdiri lagi dari dua kondisi)

              i.    Ia memilih kebiasaan tertentu yang memiliki tiga gambaran:

Pertama, ia mengetahui bahwa hingga sepuluh hari secara pasti akan terputus dan harus bersabar hingga darah benar-benar telah terputus.

Kedua, ia mengetahui bahwa haidnya telah melewati sepuluh hari, ia harus melakukan istizhhâr atas kelebihan hari adatnya.

Ketiga, ia ragu apakah telah melewati sepuluh hari atau tidak? Tugasnya adalah melakukan istizhhâr.

             ii.    Ia tidak memiliki kebiasaan tertentu; ia harus bersabar hingga darahnya terputus (tentu saja sampai sepuluh hari)

 

Pada tingkatan ini harap diperhatikan dua masalah penting berikut ini:

Masalah pertama: Metode mengetes adalah bahwa setelah terputusnya darah, sejumput kapas dimasukkan dalam liang kemaluan dan bersabar beberapa lama kemudian kapas itu dikeluarkan. Apabila kapas itu bersih maka ia dihukumi suci.[9]

Masalah kedua: Apabila ia meninggalkan proses pengetesan dan mengerjakan shalat maka shalatnya batil. Kendati kemudian ia tahu bahwa ia telah suci, kecuali ia tidak berbuat sesuai dengan tugasnya, maka ia boleh mengerjakan shalat dengan niat untuk mendekatkan diri (qashd qurbat).[10] [IQuest]

 

Untuk telaah lebih jauh silahkan lihat dua literatur di bawah ini:

1.     Taudhil al-Masâil Marâji’, jil. 1, hal. 252-295.

2.     Ahkâm-e Bânwân, Muhammad Wahidi, hal. 67-90.



[1]. Taudhi al-Masâil Marâji’, Masalah 496.  

[2]. Ibid, Masalah 478 dan 494.   

[3]. Juga disebut sebagai Nasiyah Mutahayyirah dan Mudhtharabah. Dalam kondisi seperti ini mubtadiah secara umum terdiri dari dua orang:

A.     Wanita yang pertama kali melihat darah haidh.

B.     Wanita yang tidak menemukan adat tertentu (mudhtarabah dalam artian pertama). Al-‘Urwat al-Wutsqâ, jil. 1, fi al-haidh, Masalah 8.  

[4]. Taudhi al-Masâil Marâji’, hal. 499.  

[5]. Al-‘Urwat al-Wutsqâ, jil. 1, fi al-Haidh, masalah 17, 20 dan 23.  

[6]. Taudhi al-Masâil Marâji’, di bawah Masalah 480.  

[7]. Ibid, di bawah Masalah 480 dan 506. Al-‘Urwat al-Wutsqâ, jil. 1, fi al-haidh, Masalah 23.  

[8]. Al-‘Urwat al-Wutsqâ, jil. 1, fi Ahkam al-Haidh, Masalah 23, 24 dan 25. Taudhi al-Masâil Marâji’, Masalah 505 dan 506.

[9]. Al-‘Urwat al-Wutsqâ, jil. 1, fi Ahkam al-Haidh, Masalah 23. Tahrir al-Wasilah, fi al-Haidh, Masalah 18. Taudhi al-Masâil Marâji’ , Masalah 506.  

[10]. Al-‘Urwat al-Wutsqâ, jil. 1, Ghusl al-Haidh, Masalah 157.  

Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Pertanyaan-pertanyaan Acak

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    259835 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    245601 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    229507 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    214293 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    175603 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    170983 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    167401 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    157465 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    140313 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    133542 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...