
Please Wait
					
										Hits
45703
				
									45703
			
						Tanggal Dimuat:
						2013/07/25			
			
					
						
						Kode Site
						fa2714			
						
						Kode Pernyataan Privasi
						72073			
					
					
									   
		- Share
Ringkasan Pertanyaan
            Apa hukumnya hubungan suami istri melalui dubur jika istri merelakan?
        
		
        Pertanyaan
        Apa hukumnya hubungan suami istri melalui dubur jika istri merelakan? Apakah kemakruhan pekerjaan ini berarti bahwa amalan ini akan ditulis sebagai perbuatan dosa bagi pelakunya?
         Jawaban Global
            
	Para marja taklid berkata: Hukum memasukkan lewat dubur adalah makruh yang sangat berat (syadid).[1] Makruh berat artinya bahwa hal ini tidak disukai Tuhan dan lebih baik jika tidak dilakukan, namun tidak ditulis dosa bagi pelaku perbuatan ini.
Harus diperhatikan bahwa terkait memasukkan lewat dubur, apabila seorang istri tidak rela, maka tidak diperbolehkan, dan apabila seorang istri tidak rela, maka berdasarkan pendapat semua marja taklid, seorang istri boleh tidak mentaati keinginan suaminya.[2]
Namun di samping menurut pandangan syar’i, harus pula diperhatikan dari sisi kesehatannya bahwa amalan ini dari sisi medis, kemungkinan akan terjangkitinya berbagai infeksi dan penyakit bagi suami maupun istri sangat besar, khususnya bagi wanita jika melakukan hal ini.[iQuest]
Harus diperhatikan bahwa terkait memasukkan lewat dubur, apabila seorang istri tidak rela, maka tidak diperbolehkan, dan apabila seorang istri tidak rela, maka berdasarkan pendapat semua marja taklid, seorang istri boleh tidak mentaati keinginan suaminya.[2]
Namun di samping menurut pandangan syar’i, harus pula diperhatikan dari sisi kesehatannya bahwa amalan ini dari sisi medis, kemungkinan akan terjangkitinya berbagai infeksi dan penyakit bagi suami maupun istri sangat besar, khususnya bagi wanita jika melakukan hal ini.[iQuest]
		[1] Imam Khomeini, Ayatullah Nuri, Ayatullah Fadhil, Ta’liqāt ‘ala ‘Urwah, jil. 1, Al-Nikah, Al-Fashl Ula, Masalah 1, Ayatullah Shafi, Taudhih al-Masāil Marāji, Masalah 45, Ayatullah Khamenei, Istifta Pertanyaan 419, Ayatullah Makarim
	
		[2] Ayatullah Fadhil, Jāmi’ al-Masāil, jil. 1, hal. 1670, Ayatullah Sistani, Taudhih Al-Masāil, Masalah 450, Ayatullah Khamenei, Istifta, Pertanyaan 4, Ayatullah Wahid, Minhaj al-Shālihin, jil. 2, Imam Khomeini, Ayatullah Makarim, Ta’liqāt ala ‘Urwah, jil. 2, Al-Fashl Ula, Masalah 1.
Terjemahan dalam Bahasa Lain
        Komentar
		

















 
 