Please Wait
Hits
10304
10304
Tanggal Dimuat:
2014/03/19
Ringkasan Pertanyaan
Apakah dayyân itu merupakan sifat Jamaliyah Allah Swt atau sifat Jalaliyah?
Pertanyaan
Salam dan terima kasih. Apakah dayyân itu merupakan sifat Jamaliyah Allah Swt atau sifat Jalaliyah?
Jawaban Global
Kata dayyân akar katanya berasal dari kata din yang bermakna mememberi ganjaran dan hukuman. Karena itu, makna kata dayyân adalah pemberi ganjaran dan hukuman.[1] Akan tetapi terkadang juga digunakan makna sinonim pemberi hukuman seperti Qahir[2] dan lain sebagainya.[3]
Bagaimanpun nampaknya dayyan adalah sifat fi’il (perbuatan); lantaran bersumber dari hubungan Allah Swt dan makhluk-Nya; dengan demikian dayyân tidak termasuk sebagai sifat Jalal dan juga bukan sifat Jamal; karena jalal dan jamal merupakan bagian dari sifat zat.
Hal ini dapat dijelaskan bahwa sifat yang disandarkan kepada Allah Swt atau konsep yang dapat digambarkan dari zat Ilahi dengan memperhatikan jenis kesempurnaan eksistensialnya; seperti ilmu, kudrat, hayat, atau nama-nama lainnya yang dapat diabstraksikan akal dengan membandingkan antara zat Ilahi dan makhluk-makhluk-Nya dengan mencermati jenis hubungan eksistensial dan ontologisnya; seperti penciptaan makhluk (khâliqiyah) dan pemeliharaan alam semesta (rububiyah). Bagian pertama disebut sebagai sifat dzatiyah dan bagian kedua disebut sebagai sifat fi’liyah.[4]
Namun yang dimaksud dengan sifat jamal adalah sifat yang mengisahkan sifat-sifat kesempurnaan eksistensial pada level zat dan yang dimaksud dengan sifat jalal dalah sebuah sifat yang mewartakan tentanga sucinya zat dari segala jenis kekurangan. Pada hakikatnya, sifat jamal adalah tanda kesepumpurnaan dan keindahan. Sifat jalal adalah tanda keunggulan Allah dari pelbagai penyifatan kekurangan. Sifat jamal seperti ilmu, kodrat, hayat dan lain sebagainya. Sifat jalal seperti jauhnya Allah Swt dari segala bentuk fisikal, memiliki substansi, aksiden dan seterusnya...[5]
Akan tetapi boleh jadi sifat perbuatan ini kembali pada sifat zat; artinya sifat perbuatan (fi’il) harus dilihat sebagai bersumber dari zat Allah Swt,[6] sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa dayyân itu adalah sifat jamal Allah Swt. [iQuest]
Bagaimanpun nampaknya dayyan adalah sifat fi’il (perbuatan); lantaran bersumber dari hubungan Allah Swt dan makhluk-Nya; dengan demikian dayyân tidak termasuk sebagai sifat Jalal dan juga bukan sifat Jamal; karena jalal dan jamal merupakan bagian dari sifat zat.
Hal ini dapat dijelaskan bahwa sifat yang disandarkan kepada Allah Swt atau konsep yang dapat digambarkan dari zat Ilahi dengan memperhatikan jenis kesempurnaan eksistensialnya; seperti ilmu, kudrat, hayat, atau nama-nama lainnya yang dapat diabstraksikan akal dengan membandingkan antara zat Ilahi dan makhluk-makhluk-Nya dengan mencermati jenis hubungan eksistensial dan ontologisnya; seperti penciptaan makhluk (khâliqiyah) dan pemeliharaan alam semesta (rububiyah). Bagian pertama disebut sebagai sifat dzatiyah dan bagian kedua disebut sebagai sifat fi’liyah.[4]
Namun yang dimaksud dengan sifat jamal adalah sifat yang mengisahkan sifat-sifat kesempurnaan eksistensial pada level zat dan yang dimaksud dengan sifat jalal dalah sebuah sifat yang mewartakan tentanga sucinya zat dari segala jenis kekurangan. Pada hakikatnya, sifat jamal adalah tanda kesepumpurnaan dan keindahan. Sifat jalal adalah tanda keunggulan Allah dari pelbagai penyifatan kekurangan. Sifat jamal seperti ilmu, kodrat, hayat dan lain sebagainya. Sifat jalal seperti jauhnya Allah Swt dari segala bentuk fisikal, memiliki substansi, aksiden dan seterusnya...[5]
Akan tetapi boleh jadi sifat perbuatan ini kembali pada sifat zat; artinya sifat perbuatan (fi’il) harus dilihat sebagai bersumber dari zat Allah Swt,[6] sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa dayyân itu adalah sifat jamal Allah Swt. [iQuest]
[1]. Ismail bin Hamad Jauhari, al-Shihâh (Tâj al-Lughah wa Shihâh al-‘Arabiyah), Diriset dan diedit oleh Ahmad Abdul Ghagur Atthar, jil. 5, hal. 118, Beirut, Dar lil Malayin, Cetakan Pertama, 1410 H.
[2]. Mahmud bin Umar Zamakhsyari, al-Fâiq fi Gharib al-Hadits, Diriset dan diedit oleh Ibrahim Syamsuddin, jil. 1 hal. 390, Beirut, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, Cetakan Pertama, 1417 H.
«الدَّيَّان: فَعَّال، من دان الناسَ إذا قَهرَهم على الطاعة. يقال: دِنْتُهُمْ فَدَانُوا، أيْ قهرتهم فأطاعوا».
[3]. Muhammad bin Mukarram Ibnu Manzhur, Lisân al-‘Arab, jil. 13, Beirut, Dar Shadir, Cetakan Ketiga, 1414, “Al-Dayyan:Al-Sais.
[4]. Diadaptasi dari Pertanyaan 2229 (Proses Hubungan Antara Sifat Fi’il dan Peristiwa-peristiwa dalam Rentang Waktu).
[5]. Diadaptasi dari Pertanyaan 10379 (Sifat Jalal dan Jamal).
[6]. Silahkan lihat, Sayid Muhammad Husain Thabathabai, Nihâyat al-Hikmah, hal. 287-288, Qum, Muassasah Nasyr Islami, Cetakan Kelima, 1404 H.
Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar