Advanced Search
Hits
18826
Tanggal Dimuat: 2010/12/11
Ringkasan Pertanyaan
Mengapa meski al-Qur’an secara tegas melarang kita untuk tidak bersedih dan bersusah hati, namun ada saja orang-orang yang menyebarkan kesedihan dan kepiluan?
Pertanyaan
Mengapa meski al-Qur’an secara tegas melarang kita untuk tidak bersedih dan bersusah hati namun para pengidung tetap saja menyebarkan kesedihan dan kepiluan. Bukankah firman Allah Swt, Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un atau menyampaikan ungkapan duka bagi Ahlulbait dan mereka tidak menjadi orang-orang berjaya? Namun seluruh Imam Maksum As pada masanya tidak dikenal dan asing bagi masyarakat demikian juga Imam Mahdi Ajf! Lantas mengapa para pengidung tidak menghabiskan sedemikian energinya untuk memenuhi harapan-harapan para nabi dan Imam Maksum As. Sekiranya Imam Husain As hidup di tengah-tengah kita dan bertanya kepadanya apakah tindakan nyata dan kesetiaan pada janji yang diinginkan atau tangisan dan pukulan ke kepala? Kira-kira jawaban apa yang akan diberikannya? Tentu saja beliau akan berkata kesetiaan kepada janji karena beliau memilih kesyahidan untuk menunjukkan jalan Allah sehingga menjadi teladan sempurna bagi kita dari manusia yang setia pada janjinya kepada Tuhan (Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in), penuntut kebenaran dan penentang kezaliman sehingga kita dapat menjadikannya sebagai teladan dan pelita jalan kita bukan sekedar menepuk kepala dan dada untuk kesyahidannya yang penuh kehormatan. “Ala inna awliya Allahi la khawfun ‘alaihim wa lahum yahzanun” (QS. Yunus [10]:62) Ketahuilah! Sesungguhnya para wali Allah tidak ada ketakutan pada diri mereka juga tiada mereka bersedih.” Al-Baqarah (2):38, 62, 112, 262, 247 dan 277. Ali Imran (3):170; Al-Maidah (5):69; Al-An’am (6):48; Al-A’raf (7):35; Al-Zumar (39):61; Al-Ahqaf (46):13; Seluruh ayat ini adalah larangan untuk bersedih dan bersusah hati yang pada umumnya dilanggar oleh para pengidung. Allah Swt juga tidak memberikan pengecualian bahkan bagi Ahlulbait As. Barangsiapa yang ingin menjadi wali Allah atau orang beramal, “laa hum yahzanun” bukan menyebarkan kesedihan dan kepedihan.
Jawaban Global

Sedih dan pilu adalah sebuah kondisi yang tidak dapat dihindari oleh setiap manusia. Setiap manusia sepanjang hidupnya berulang-ulang merasakannya. Sedih dan nestapa secara mutlak tidak tertolak dari sudut pandang al-Qur’an, melainkan terkadang ideal dan pada sebagian urusan tidak ideal dan tiadanya kesedihan merupakan salah satu sifat wali Allah. Ayat-ayat al-Qur’an tidak menafikan inti kesedihan dan kepiluan melainkan apa yang dinafikan atau dipuji pada ayat-ayat al-Qur’an adalah sebab-sebab dan faktor-faktor kesedihan dan nestapa yang menjadikan konsekuensi kesedihan dan kepiluan itu adalah terpuji atau tercela.

Jawaban Detil

Manusia adalah sebuah entitas dan makhluk multi dimensional. Salah satu dimensi eksistensialnya adalah dimensi afeksi dan perasaan. Dengan dimensi ini manusia terkadang merasakan kegembiraan dan keceriaan. Terkadang terkejut dan takut. Terkadang juga lantaran beberapa faktor, dirundung kesedihan dan kepiluan.

Sedih dan pilu merupakan sebuah kondisi yang terdapat pada seluruh manusia. Setiap orang merasakan kesedihan dan kepiluan sepanjang hidupnya. Sebagian orang dengan peristiwa sekecil apa pun atau kehilangan sesuatu akan dirundung kesedihan dan kepedihan. Sebagian lainnya mampu menahan kesedihan dan kepedihannya. Sebagian lainnya berada pada tataran untuk memenuhi tujuan-tujuan transendental kemanusiaan.

Untuk penjelasan lebih jauh harus dikatakan bahwa kesedihan dan kepiluan secara mutlak tidak tertolak dan tertampik menurut al-Qur’an dan riwayat-riwayat Ahlulbait As. Sebaliknya pada sebagian perkara sifatnya ideal dan sebagian lainnya tidak ideal dan tiadanya kedua hal ini merupakan salah satu sifat para wali Tuhan.

Ayat-ayat al-Qur’an tidak menafikan inti kesedihan dan kepiluan karena kesedihan dan kepiluan sebagaimana yang kami sebutkan di atas adalah satu kondisi normal yang muncul pada diri manusia tanpa adanya ikhtiar. Apa yang dinafikan al-Qur’an adalah sebagian sebab-sebab dan faktor-faktor kesedihan dan kepiluan yang akan kami sebutkan sebagai berikut sebagai contoh:

1.     Dalam kisah Rasulullah Saw telah dijelaskan bahwa beliau bersama Khalifah Pertama hijrah meninggalkan Mekkah menuju Madinah. Keduanya memasuki goa untuk lari dari kejaran orang-orang musyrik. Rasulullah Saw dengan memperhatikan kekuatan dan kekuasaan Ilahi yang dimiliki untuk menenangkan orang yang menyertainya bahwa Allah bersama kita dan orang-orang musyrik tidak akan dapat menemukan kita. Rasulullah Saw bersabda, “Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad), maka sesungguhnya Allah telah menolongnya ketika orang-orang kafir mengeluarkannya (dari Mekkah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu ia berkata kepada temannya, “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita.” Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepada Muhammad dan membantunya dengan bala tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (QS. Al-Taubah [9]:40) Karena itu engkau harus memiliki keyakinan dan tawakal yang cukup kepada Allah Swt. Kesedihan dan duka cita muncul karena Allah Swt jauh darimu.

2.     Dalam kisah Nabi Musa As terkait dengan kesedihan dan duka cita bunda Nabi Musa As, Allah Swt berfirman kepadanya, Maka Kami mengembalikanmu kepada ibumu, agar senang hatinya dan tidak berduka cita.  (QS. Thaha [20]:40) Pada ayat lain, Allah Swt berfirman kepada bunda Nabi Musa, Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa, “Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya, maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul.” (QS. Qashash [28]:7) Kesedihan dan kekhawatiran ini kendati boleh jadi bersifat normal dan natural. Namun, apabila disertai dengan tawakal dan keyakinan kepada Allah Swt, maka kesedihan, duka cita dan kekhawatiran tidak ada maknanya. Atas dasar itu, Allah Swt memperingatkan bunda Musa dari kesedihan dan duka cita seperti ini.

3.     Allah Swt menyatakan firman-Nya kepada orang-orang yang mendapat petunjuk (hidayah)[1] dan iman kepada Allah Swt dan hari akhirat serta mengerjakan amal kebaikan[2]  atau termasuk bagian dari sahabat dan wali-wali Tuhan[3], atau tergolong orang yang berserah diri kepada Allah Swt, “Iya! Barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala di sisi Tuhan-nya, dan tiada kekhawatiran terhadap mereka serta tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah [2]:112)[4] Karena orang-orang yang “memiliki derajat tertinggi iman di dunia dan memandang dirinya sebagai hamba Tuhan sejati dan tidak meyakini kepemilikan pada dirinya, tidak memiliki sesuatu dari dirinya sehingga harus takut kehilangannya atau bersedih hati karenanya; karena takut bersumber dari hal ini bahwa manusia merasakan kerugian dan kesedihan memasuki relung hatinya bahwa manusia kehilangan sesuatu yang disenangi atau berbenturan dengan sesuatu yang tidak senangi. Singkatnya, rasa takut, kesedihan, duka cita dapat dibayangkan tatkala manusia memandang dirinya memiliki sesuatu atau merasa berhak atas sesuatu sehingga ia merasa takut dan bersedih hati.”[5] Karena itu, kalau orang meyakini bahwa seluruh makhluk dan entitas alam semesta dan wujudnya sendiri adalah kepunyaan Allah Swt, tentu saja ia tidak akan memandang dirinya sebagai pemilik sesuatu sehingga harus bersedih atau bersusah hati kehilangannya. Kondisi sedemikian ini yang diilustrasikan Allah Swt sebagai wali-Nya dan orang-orang yang mendapatkan petunjuk (hidayah) serta beramal saleh. Karena itu, kesedihan dan duka cita dari orang-orang seperti ini mentah dengan sendirinya, lantaran adanya penolakan faktor penyebab kesedihan dan duka cita berupa keterikatan dan kebergantungan terhadap urusan-urusan materi; artinya para wali Allah dan orang-orang beriman, orang-orang saleh karena tidak memiliki tempat pengaduan selain-Nya, maka dengan kehilangan urusan-urusan materi mereka tidak akan dirundung kesedihan dan kesusahan.

Pada hakikatnya, ayat-ayat ini memberikan kabar gembira kepada orang-orang beriman dan wali-wali Allah bahwa dalam hal-hal remeh-temeh seperti ini tiada alasan untuk bersedih dan bersusah hati.

 

Al-Qur’an tidak mencela kesedihan dan duka cita yang dialami oleh orang-orang beriman dan budiman. Misalnya al-Qur’an menyebutkan ucapan Ya’qub yang terpisah dari putranya yang saleh, Yusuf, Ya‘qub menjawab, “Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya. (QS. Yusuf [12]:86) Atau menyatakan, Dan Ya‘qub berpaling dari mereka (anak-anaknya) seraya berkata, “Aduhai duka citaku terhadap Yusuf”, dan kedua matanya menjadi putih karena kesedihan dan dia adalah seorang yang menahan amarahnya. (QS. Yusuf [12]:84) Kita tahu bahwa kesedihan lantaran berpisah dari Yusuf bukan hanya disebabkan karena jauhnya seorang anak dari ayahnya melainkan karena Ya’qub tahu bahwa Yusuf merupakan salah seorang nabi besar Tuhan, orang saleh dan beriman. Perpisahan ini baginya sangat menyusahkan hatinya dan pada hakikatnya berharap bertemu dengan salah seorang wali dan nabi Allah Swt. Kesedihan dan kesusahan ini tidak dicela oleh satu pun ayat dalam al-Qur’an terkait dengan Nabi Ya’qub karena faktor munculnya kesedihan dan kesusahan sebagaimana yang disebutkan di atas adalah salah satu faktor Ilahi.

Pada ayat lainnya Allah Swt mengilustrasikan kondisi sebagian mujahid di jalan Allah yang memiliki niat berjihad untuk mereguk cawan syahadah, namun lantaran kurangnya alat tempur dan kendaraan perang mereka terpaksa menarik mundur pasukannya. Sebagian orang ini kembali dari medan peperangan dengan perasaan berkecamuk, sedih dan mata mereka penuh dengan air mata serta hati yang sarat dengan kesedihan dan kesusahan. Allah Swt berfirman, Dan tiada (dosa pula) atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu supaya kamu memberi mereka kendaraan, kamu berkata, “Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu.” Lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan (di jalan jihad). (QS. Al-Taubah [9]:92)

Kesedihan dan kesusahan hati ini yang bersumber dari adanya perasaan ingin berkorban dan berjuang di jalan Allah Swt bukan hanya tidak tercela melainkan menunjukkan kejujuran dan kebenaran mereka. Kesedihan dan kesusahan yang tercela adalah karena faktor pemicunya adalah selain-Ilahi.

Kesimpulannya adalah bahwa al-Qur’an tidak mencela secara mutlak kesedihan dan kesusahan atau juga tidak secara mutlak menyokongnya, melainkan bergantung pada hal-hal yang menyertai dan yang menjadi faktor pemicu kemunculannya.

Kapan saja kesedihan muncul karena perkara yang terpuji maka kesedihan itu dengan sendirinya adalah terpuji karena menjadi penyebab terjalinnya hubungan intens antara manusia dan sumbernya dan dengan pengenalannya menjadikan manusia melangkah di jalan-Nya. Kesedihan semacam ini membimbing manusia untuk berpikir positif dan bergerak secara dinamis dan progresif. Imam Shadiq As, terkait dengan kesedihan seperti ini, bersabda, “Kesedihan dan duka cita merupakan slogan para arif.”[6]

Kesedihan dan kesusahan yang timbul karena mengingat pelbagai musibah Ahlulbait As dan Imam Husain As termasuk jenis kesusahan dan kesedihan ini. Terdapat banyak riwayat yang memuji dan memandang positif jenis kesusahan dan kesedihan semacam ini.[7] Karena kesedihan dan kesusahan ini muncul lantaran mengingat musibah atas kehilangan salah seorang wali Allah dan kezaliman yang ditimpakan kepadanya dan keluarganya. Kesedihan ini pada hakikatnya untuk mengenang kebebasan, iman, pengorbanan yang sangat penuh dengan nilai-nilai. Imam Shadiq As bersabda, “Nafas seseorang yang bersedih dan bersusah hati atas pelbagai musibah yang menimpa kami adalah tasbih dan kesedihannya atas penderitaan kami adalah ibadah.”[8] Karena kesedihan ini apabila diarahkan dengan baik akan menuai keberkahan yang banyak di antaranya adalah sebagai berikut:

1.     Dapat mengenalkan manusia tiran, bengis dan keji kepada mereka dan sebagai hasilnya menolak untuk mentirani dan ditirani.

2.     Memelihara jalan, pesan dan tujuan-tujuan tinggi Ahlulbait As.

3.     Kesedihan seperti ini merupakan pendahuluan untuk meniru akhlak (mutakhalliq) Ahlulbait As. Lantaran kesedihan bertitik tolak dari makrifat dan kecintaan, maka dengan sendirinya akan menimbulkan kecintaan dan makrifat. Syahid Muthahhari terkait dengan hal ini berkata, “Apabila mereka bertanya kepada kita bahwa mengapa Anda pada hari Asyura senantiasa berkata Husain…Husain dan memukul kepala dan dada? Jawaban apa yang hendak Anda berikan? Harus kita katakan kepada mereka bahwa, “Kita ingin menuturkan sabda-sabda pemimpin kita. Setiap tahunnya kita ingin memperbaharui kehidupan kita. Harus kita katakan Asyura adalah hari pembaruan hidup (tajdid al-hayat) kita.. Kita ingin belajar lagi prinsip-prinsip Islam dari awal. Kita tidak ingin rasa amar makruf dan nahi mungkar (baca: sense of social control), rasa kesyahidan (sense of martyrdom), rasa ingin berkorban (sense of sacrifice) di jalan kebenaran terlupakan. Kita tidak ingin spirit untuk berkorban di jalan Allah berlalu dari kami.”[9]

 

Benar! Membuat orang menangis, menciptakan kepiluan dan duka nestapa tidak cukup. Melainkan kita harus menghidupkan falsafah kebangkitan Asyura dalam kepribadian umat dan komunitas Islam. Majelis duka, nestapa, ratapan dan kesedihan tidak boleh dijadikan tujuan bagi pengikut Ahlulbait As. Syahid Muthahhari menuturkan, “Namun amat disayangkan sebagian orang tidak mengenal hal ini. Mereka menyangka bahwa tanpa harus mengenalkan maktab Imam Husain kepada masyarakat, kita mengenalkan falsafah kebangkitannya. Sudah memadai untuk menjadikan mereka mengetahui kedudukan Imam Husain. Bahwa orang-orang datang, duduk dan menangis telah cukup tanpa mengetahui untuk apa mereka datang, duduk dan menangis telah memadai untuk menebus dosa-dosa!.”[10] [IQuest]


[1]. Jika mereka benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian, dan beramal saleh, maka mereka akan mendapatkan pahala di sisi Tuhan mereka; tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS. Al-Baqarah [2]:62)

[2]. Siapa saja (di antara mereka) yang benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta beramal saleh, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS. Al-Maidah [5]:69)

[3]. Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak memiliki kekhawatiran dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS. Yunus [10]:62)

[4]. Orang-orang yang menginfakkan hartanya pada malam dan siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhan-nya. Tiada kekhawatiran bagi mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati; Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan salat, dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhan-nya. Tiada kekhawatiran bagi mereka, dan tidak (juga) mereka bersedih hati. (QS. Al-Baqarah [2]:112, 262, 274 dan 277)  

[5]. Muhammad Husain Thabathabai, terjamahan Tafsir al-Mizân, jil. 10, hal. 132, Intisyarat-e Islami, dengan sedikit perubahan dan ringkasan.

[6]. Terjemahan Mishbâh al-Syari'at (Disandarkan kepada Imam Shadiq As), hal. 564, Nasyr-e Payam-e Haq, Teheran.

[7]. Syaikh Abbas Qummi, Terjemahan Nafas al-Mahmûm, hal. 55, Intisyarat-e Jamkaran.

[8]. Ibid, hal. 25.

[9]. Murtadha Muthahhari, Hamâse Husaini, jil. 1, hal. 187, Intisyarat-e Shadra.

[10]. Ibid, hal. 83.

Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Klasifikasi Topik

Pertanyaan-pertanyaan Acak

  • Dengan ini kami mohon dijelaskan pengertian ayat mulia yang berbunyi: “Tidak ada paksaan dalam agama. Sungguh telah jelas petunjuk daripada kesesatan….” dengan beberapa penafsiran yang berbeda!
    13491 Teologi Lama 2009/03/02
    Memperhatikan berbagai penafsiran yang berbeda-beda, paling tidak terdapat lima pandangan dalam menafsirkan dan menjelaskan ayat mulia di atas. Penafsiran yang benar adalah bahwa ayat tersebut merupakan pesan universal untuk seluruh umat manusia, yaitu bahwa sesungguhnya agama itu merupakan masalah keyakinan hati setiap orang. Karena itu, tidak boleh ada ...
  • Apakah makna dari kata rafidhi itu? Dan mengapa orang-orang Syiah disebut rafidhah?
    11224 شیعه و دیگر مذاهب 2015/01/04
    Rafidhah secara leksikal akar katanya dari ra-fa-dh yang bermakna meninggalkan dan melepaskan seseorang atau sesuatu. Secara teknis, penggunaan kata rafidhi dilekatkan pada orang-orang yang meyakini imamah Ahlulbait As dan para pengingkar khilafah para khalifah sebelum Imam Ali As. Bani Umayah dan Bani Abbas serta para pemikir paranoid, ...
  • Apakah orang biasa dapat menjadi maksum atau tidak?
    12806 Teologi Lama 2009/05/10
    “Kemaksuman” yang bermakna keterjagaan dari perbuatan dosa dan kelupaan memiliki tingkatan-tingkatan. Tingkatan tertinggi kemaksuman hanya dikhususkan untuk para Nabi dan para wasi mereka. Kemaksuman bagi mereka dapat ditetapkan dengan argumen al-Quran, hadis dan pelantikan mereka sebagai “khalifatullah” untuk memimpin manusia. Adapun kemaksuman bagi selain mereka, meskipun dalam ...
  • Apakah halal hukumnya mengambil keuntungan dari bank-bank Iran?
    7243 Bunga Bank 2012/04/15
    Pada bank-bank Republik Islam Iran substansi deposito adalah bahwa nasabah menyimpan uangnya dalam bentuk deposito untuk jangka pendek atau jangka panjang dan menjadikan pihak bank sesuai dengan perjanjian bank sebagai wakil supaya uang tersebut digunakan dalam pelbagai transaksi. Dalam masalah ini transaksi-transaksi perbankan yang dilakukan ...
  • Tolong Anda sebutkan sirah akhlak Imam Sajjad As?
    8254 Para Maksum 2011/07/12
    Pemimpin Keempat adalah seorang manusia sempurna dan terpilih. Beliau adalah seseorang yang telah mencapai puncak kesempurnaan dari segala dimensi moral, ritual, keilmuan. Imam Sajjad As merupakan jelmaan al-Qur’an dan Rasulullah Saw.Pada masa kelam pemerintahan Bani Umayya dimana nilai-nilai kemanusiaan dan keutamaan dilupakan, Imam Sajjad laksana surya terang ...
  • Apakah surga itu khusus untuk kaum Muslimin?
    14706 Teologi Lama 2010/03/08
    Dalam kitab suci Al-Qur'an terdapat dua kelompok ayat. Ayat-ayat tersebut menjelaskan bahwa:Pertama: Orang-orang ahli kitab (seperti kaum Masehi, Yahudi dan Shabi'in) yang beriman kepada Tuhan dan hari kiamat serta melakukan amal saleh,  akan diberikan ganjaran yang sesuai oleh Tuhan.[1]Kedua: Apabila ada ...
  • Siapa saja yang memiliki hubungan dengan Imam Zaman Ajf?
    7599 Teologi Lama 2010/09/20
    Pijakan teoritis hubungan dengan Imam Zaman Ajf dan kajian ragam jenis hubungan tersebut harus dibahas pada tempatnya tersendiri. Namun demikian terdapat beberapa ulasan pelbagai perjumpaan sebagian ulama di antaranya Muqaddas Ardabili, Sayid Bahrul Ulum, Sayid Ibnu Thawus dan kebanyakan ulama lainnya yang disebutkan dalam kitab-kitab ulama ...
  • Apakah untuk tidur dan beristirhat harus menghadap kiblat? Bagaimana pula dengan menguburkan jenazah? Apakah juga harus menghadap kiblat?
    65406 بیشتر بدانیم 2012/08/21
    Dalam beberapa riwayat tidur terbagi menjadi empat bagian dan bagian terbaiknya bagi orang beriman adalah tidur di atas pinggul kanan dan menghadap kanan. Ali As bersabda, “Tidur terbagi menjadi empat jenis: Para nabi tidur terlentang, mata-mata mereka tidak tidur dan menantikan wahyu Ilahi dan orang ...
  • Makna Islam pada ayat 19 surah Ali Imran?
    31927 Kalam Jadid 2009/08/09
    Islam secara leksikal bermakna totalitas penyerahan diri (taslim) tanpa reserved dan tedeng aling-aling di hadapan Tuhan. Agama merupakan penjelas segala harapan Tuhan terhadap manusia dalam bidang pemikiran, kondisi, perilaku personal dan sosial, dan juga bentuk hubungan manusia dengan dirinya, orang lain dan ...
  • Tolong Anda jelaskan tentang sekte Bahaiyah dan sejarah kemunculannya.
    11390 Teologi Lama 2009/09/22
    Pendiri dan pelopor aliran Bahaiyyah adalah Mirza Husein Ali Nuri dimana setelah kemunculan dan huru-hara, Ali Muhammad Bab, melalui propaganda yang dilakukan Mullah Husein Busyrawiyah, tertarik kepada Bab dan mengimani serta mengakui kebenaran apa-apa yang diyakini dan diklaim Bab. Setelah kematian Bab dan berpaling ...

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    258368 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    244963 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    228714 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    213363 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    174940 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    170251 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    166095 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    156707 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    139128 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    132991 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...