Please Wait
Hits
18616
18616
Tanggal Dimuat:
2013/03/17
Kode Site
fa11969
Kode Pernyataan Privasi
34679
- Share
Ringkasan Pertanyaan
Disebutkan bahwa Yazid pernah menginstruksikan bala tentaranya membakar Ka\'bah. Apabila memang demikian adanya lantas mengapa azab tidak diturunkan kepadanya?
Pertanyaan
Disebutkan bahwa Yazid pernah menginstruksikan bala tentaranya membakar Ka\'bah. Apabila memang demikian adanya lantas mengapa azab tidak diturunkan kepadanya?
Jawaban Global
Pada masa pemerintahan singkat Yazid, ia melakukan tiga kejahatan yang sangat keji. Pertama membunuh Imam Husain As di Karbala. Kedua, menyulut terjadinya tragedi Harra dan ketiga membakar Ka'bah.
Tatkala kita mengamati sejarah para durjana ini kita saksikan bahwa di dunia azab Ilahi diturunkan kepada mereka, namun tidak dalam bentuk kolektif yang akan kami beberkan pada jawaban detil dan boleh jadi hikmahnya terpendam pada dua hal berikut:
Pertama: Masalah azab dan jenisnya berkaitan dengan kehendak (iradah) dan kekuasaan (qudra) Allah Swt. Pada sebagian hal, Allah Swt menurunkan azab secara langsung dan melalui perantara bala tentara gaib; seperti azab yang menimpa pasukan Abraha. Bagi mereka yang menelaah peristiwa ini akan melihat secara jellas bahwa pada peristiwa ini yang diancam dan berada dalam bahaya adalah Ka'bah itu sendiri dan tiada seorang pun yang mempunyai kemampuan untuk memberikan perlawanan di hadapan pasukan Abraha. Karena itu, dalam peristiwa ini, Allah Swt menghendaki menjaga Ka'bah sehingga hasilnya azab diturunkan ke atas para penyerang. Namun dalam peristiwa yang dilakukan pada zaman Yazid dan pembakaran Ka'bah oleh bala tentaranya yang menjadi sasaran utama bukanlah Ka'bah. Benar bahwa dalam peristiwa ini, telah terjadi penodaan dan penistaan terhadap salah satu tempat yang paling suci kaum Muslimin dan tempat suci Tuhan telah dinistakan. Namun apabila para penyerang itu berkuasa atas Ka'bah dan memerintah di kota Mekkah maka mereka akan membangun kembali Ka'bah.
Kedua: Pada setiap peristiwa adanya bantuan gaib menunjukkan bahwa pemilik gerakan dan keramat yang dilakukannya berada di jalan hak dan dengan memperhatikan bahwa pemimpin pasukan revolusioner Mekah yang memberontak melawan pemerintah Yazid adalah Abdullah bin Zubair. Dan terkenal bahwa ia memerintah di kota Mekah dan berperang untuk mencapai cita-cita dan harapan-harapan pribadinya sendiri. Ia tidak menaruh perhatian terhadap kebenaran dan agama.
Di samping itu, ia termasuk sebagai musuh terbesar Amirul Mukminin Ali Asv sedemikian terkenal sehingga Imam Ali As berkata kepadanya, "Zubair berasal dari kami hingga pada masa putra buruknya (Abdullah) besar." Melaksanakan karamah oleh Ibnu Zubair pada hakikatnya akan memberikan nuansa kekudusan dan legalnya tindakan Abdullah bin Zubair. Karena itu, Allah Swt tidak ingin karamah ini berlaku yang akan dimanfaatkan oleh Ibnu Zubair. Namun demikian, sebagaimana yang akan disampaikan pada jawaban detil, Allah Swt memberikan hukuman yang setimpal kepada para penyerang rumah suci Ka'bah.
Tatkala kita mengamati sejarah para durjana ini kita saksikan bahwa di dunia azab Ilahi diturunkan kepada mereka, namun tidak dalam bentuk kolektif yang akan kami beberkan pada jawaban detil dan boleh jadi hikmahnya terpendam pada dua hal berikut:
Pertama: Masalah azab dan jenisnya berkaitan dengan kehendak (iradah) dan kekuasaan (qudra) Allah Swt. Pada sebagian hal, Allah Swt menurunkan azab secara langsung dan melalui perantara bala tentara gaib; seperti azab yang menimpa pasukan Abraha. Bagi mereka yang menelaah peristiwa ini akan melihat secara jellas bahwa pada peristiwa ini yang diancam dan berada dalam bahaya adalah Ka'bah itu sendiri dan tiada seorang pun yang mempunyai kemampuan untuk memberikan perlawanan di hadapan pasukan Abraha. Karena itu, dalam peristiwa ini, Allah Swt menghendaki menjaga Ka'bah sehingga hasilnya azab diturunkan ke atas para penyerang. Namun dalam peristiwa yang dilakukan pada zaman Yazid dan pembakaran Ka'bah oleh bala tentaranya yang menjadi sasaran utama bukanlah Ka'bah. Benar bahwa dalam peristiwa ini, telah terjadi penodaan dan penistaan terhadap salah satu tempat yang paling suci kaum Muslimin dan tempat suci Tuhan telah dinistakan. Namun apabila para penyerang itu berkuasa atas Ka'bah dan memerintah di kota Mekkah maka mereka akan membangun kembali Ka'bah.
Kedua: Pada setiap peristiwa adanya bantuan gaib menunjukkan bahwa pemilik gerakan dan keramat yang dilakukannya berada di jalan hak dan dengan memperhatikan bahwa pemimpin pasukan revolusioner Mekah yang memberontak melawan pemerintah Yazid adalah Abdullah bin Zubair. Dan terkenal bahwa ia memerintah di kota Mekah dan berperang untuk mencapai cita-cita dan harapan-harapan pribadinya sendiri. Ia tidak menaruh perhatian terhadap kebenaran dan agama.
Di samping itu, ia termasuk sebagai musuh terbesar Amirul Mukminin Ali Asv sedemikian terkenal sehingga Imam Ali As berkata kepadanya, "Zubair berasal dari kami hingga pada masa putra buruknya (Abdullah) besar." Melaksanakan karamah oleh Ibnu Zubair pada hakikatnya akan memberikan nuansa kekudusan dan legalnya tindakan Abdullah bin Zubair. Karena itu, Allah Swt tidak ingin karamah ini berlaku yang akan dimanfaatkan oleh Ibnu Zubair. Namun demikian, sebagaimana yang akan disampaikan pada jawaban detil, Allah Swt memberikan hukuman yang setimpal kepada para penyerang rumah suci Ka'bah.
Jawaban Detil
Dari irama dan model pertanyaan dapat disimpulkan bahwa Anda meragukan peristiwa pembakaran Ka'bah yang dilakukan oleh Yazid. Karena itu, pertama-tama perlu kiranya persoalan ini menjadi jelas dengan memperhatikan beberapa poin berikut:
- Mengenal Yazid dan perilakunya yang bertentangan dengan Islam
- Pelbagai peristiwa yang terjadi pada masa pemerintahannya.
- Ucapan-ucapan ulama tentang Yazid dan bagaimana Allah Swt membuat orang-orang yang bangkit untuk menuntut darah Imam Husain dan para sahabatnya berkuasa atasnya dan atas bala tentaranya.
Berkenaan dengan pribadi Yazid bin Muawiyah La para penulis sejarah dan orang-orang yang mengulas tentang kehidupannya menyampaikan beberapa ha yang menunjukkan bahwa Yazid pada dasarnya seorang rendah, tercela dan hina secara personal apatah lagi mau disebut sebagai seseorang yang beragama.
Pertama ucapan Mas'udi dalam Muruj al-Dzahab yang berkata, "Yazid adalah seseorang yang senang pesta pora, bermain dengan anjing, kera, macan tutul dan senantiasa menenggak khamar…. Dan pada masanya musik merajalela di Mekkah dan Madinah. Alat-alat untuk bersenang-senang digunakan dan orang-orang terang-terangan meminum khamar.."[1]
Kedua adalah ucapan Thabari dan sejarawan lainnya yang berkata, "Sekelompok warga Madinah di antara mereka terdapat Abdullah bin Hanzhalah Anshari Ghasil al-Malaikah (sahabat yang dimandikan oleh para malaikat) datang kepada Yazid. Tatkala mereka kembali ke Madinah mereka muncul di tengah keramaian masyarakat dan mengungkap kefasikan dan kemaksiatan yang dilakukan oleh Yazid dan Utbah di hadapan masyarakat.[2] Di antaranya mereka berkata, "Kami datang dari hadapan seseorang yang tidak beragama, peminum khamar, menabuh tanbur. Kami mencabut baiat kami darinya dan masyarakat juga mengikutinya.
Ketiga adalah ucapan yang disampaikan Thabari dan demikian juga Ibnu Atsir dalam Kamil al-Tarikh, "Tatkala Muawiyah mengambil baiat untuk Yazid, ia menulis surat kepada Ziyad bin Abih untuk bermusyawarah dengannya dan Ziyad juga mengirim pesan untuk Ubaidillah bin Ka'ab dan berkata, "Amirul Mukminin (Muawiyah) menulis surat kepadaku. Saya kira ia memutuskan untuk mengambil baiat untuk Yazid namun ia takut jangan-jangan masyarakat menolaknya… sementara Yazid adalah seorang pemalas dan lesu."[3]
Keempat adalah ucapan yang dikutip oleh Ibnu Qutaibah dalam al-Imâmah wa al-Siyâsah dari Imam Husain As bahwa tatkala Muawiyah mengambil baiat untuk menjadikan Yazid sebagai putra mahkota Imam Husain As berkata kepadanya "Sekali-kali tidak…sekali-kali tidak.. wahai Muawiyah.. sepertinya engkau berbicara tentang seseorang yang berada di baik layar atau sembunyi-sembunyi atau berbicara tentang seseorang yang engkau baru saja memiliki informasi tentangnya. Perbuatan Yazid sendiri menunjukkan kepribadian dan kelayakannya. Berbicaralah tentang Yazid sebagaimana adanya ia; ia bermain dengan anjing, menghabiskan waktu dengan burung-burung merpati, menabuh genderang, sibuk bermain dengan sesuatu yang melalaikan. Engkau lihat ia dalam urusan-urusan keji ini sebagai seorang mahir dan professional. Karena itu berhentilah dari ucapan ini (yang memujinya)."[4]
Kelima adalah ucapan Suyuthi dalam al-Târikh al-Khulâfah menjelaskan sebab pemakzulan Yazid dari warga Madinah karena ia larut dalam berbuat dosa.
Teks-teks ini menjelaskan tentang kepribadian rendah Yazid dan menyingkap tentang sikap acuh-tak-acuh Yazid terhadap masalah sosial dan keagamaan.
Beberapa peristiwa yang terjadi pada masa pemerintahan Yazid
Tanpa ragu pada masa pendek pemeritahan Yazid terjadi peristiwa paling keji dalam sejarah yang puncaknya adalah kesyahidan Imam Husain As, sahabat dan keluarganya. Dalam tragedi ini bahkan orang-orang awam sekali pun tidak akan meragukan kejadian ini apatah lagi orang-orang khusus dari kalangan ulama dan sejarawan.
Kejadian kedua: Tragedi Harrah
Tragedi Harrah merupakan peristiwa yang masyhur yang terjadi pada masa Yazid bin Muawiyah. Seluruh sejarawan bercerita tentang tragedi ini dan bersepakat bahwa orang-orang Syam (Suriah) dalam peristiwa ini banyak membunuh sahabat dari kalangan Muhajirin dan Anshar. Dengan izin dan restu Yazid, Madinah dibolehkan (mubah) selama tiga hari bagi bala tentaranya.[5]
Ibnu Atsir dalam kitabnya Kâmil berkata, "Tragedi Harrah pertama-tama bermula tatkala warga Madinah mencabut baiat mereka dari Yazid. Yazid melibatkan dan memerintahkan Muslim bin Uqbah Marri yang juga disebut sebagai Musrif (disebabkan banyak menumpahkah darah) yang juga merupakan seorang tua dan berpenyakitan untuk bergerak ke arah Madinah. Muslim meminta kepada Yazid supaya Madinah dibolehkan untuknya dan untuk pasukannya selama tiga hari. Segala harta, hewan, benda, senjata yang terdapat di Madinah boleh diambil oleh pasukannya dan setelah tiga hari ia akan meninggalkan Madinah. Dalam konfrontasi ini, warga Madinah kalah… Muslim membolehkan Madinah selama tiga hari bagi pasukannya. Dalam tiga hari ini, mereka membunuh masyarakat tak berdosa, menjarah harta dan benda mereka, masyarakat dan sahabat Rasulullah Saw menjerit-jerit. Muslim mengajak masyarakat untuk berbaiat kepada Yazid sebagai budaknya dalam darah, harta dan keluarganya, serta harus siap diperlakukan apa saja oleh Yazid dan siapa pun yang melanggar baiat ini akan dibunuh. Namun bayak orang yang menolak ajakan ini sehingga dibunuh atas pembangkangan ini.
Tragedi Harrah terjadi pada tahun 63 dua hari tersisa hingga akhir bulan Dzulhijjah.[6]
Dekat dengan ungkapan ini Thabari juga menukil peristiwa ini dalam Tarikhnya.[7]
Kami di sini tidak berada pada tataran menjelaskan seluruh sisi peristiwa dan tragedi Harrah, melainkan mencukupkan diri dengan menyebutkan sebagian dari kesadisan, kekejaman dan kekejian peristiwa ini. Di samping apa yang telah disebutkan di atas, Ibnu Qutaibah berkata, "Pada hari peristiwa Harrah delapan puluh sahabat Rasulullah Saw terbunuh dimana tidak tersisa lagi ahli Badar setelah itu. Dari kalangan Quraisy (Muhajirin) dan Anshar terdapat tujuh ratus orang serta dari kalangan masyarkat awam baik dari kalangan Non-Arab, Arab dan Thabi'in yang terbunuh.[8]
Dan yang lebih mengerikan dari penjelasan ini adalah apa yang disampaikan oleh Ya'qubi, "Pada tragedi Harrah (lasykar Yazid) menggempur warga kota Madinah… dan membolehkan kota nabi ini sehingga anak-anak gadis perawan melahirkan anak-anak yang tidak mengenal siapa ayah-ayah mereka."[9]
Peristiwa Ketiga: Perang Mekah dan Pembakaran Ka'bah
Peristiwa ini merupakan peristiwa yang menjadi obyek utama pertanyaan Anda. Kejadian ini merupakan kejadian terakhir yang mewarnai kehidupan kelam dan penuh kejahatan seorang Yazid.
Sejarawan menulis bahwa setelah Amr bin Said Asydaq dan Ubaidillah bin Ziyad tidak menerima titah Yazid untuk menyerang Mekah, Yazid memerintahkan Muslim bin Uqbah untuk melakukan serangan itu.[10]
Ibnu Atsir dalam Tarikh-nya mengupas peristiwa ini, "Setelah aksi membunuh warga Madinah dan menjarah harta mereka berakhir, Muslim disertai dengan pasukannya bergerak ke arah Mekkah untuk melenyapkan Ibnu Zubair. Tatkala mereka sampai di daerah "Musyallil" Muslim menemui ajalnya. Setelah kematian Muslim, Hushain bin Numair mengarak pasukannya sehingga sampai di kota Mekah. Warga kota Mekah mengadakan perlawanan di akhir bulan Muharram, seluruh Shafar dan tiga hari buan Rabiul Awwal berperang melawan agresor hingga pada akhirnya pasukan Hushain bin Numair menggunakan manjaniq (alat pelontar) untuk menyerang dan membakar Ka'bah sehingga dengan cara seperti ini mereka dapat mengepung Ibnu Zubair….[11]
Ibnu Qutaibah dalam kitabnya al-Imâmah wa al-Siyâsah berkata, "(Hushain) bin Numair bergerak hingga sampai di Mekah. Ia mengutus sekelompok pasukan untuk menguasai bagian Musfilah (daerah bawah) Mekah dan memasang manjaniq di tempat itu. Bin Numair memerintahkan pasukannya untuk melemparkan sepuluh ribu batu besar ke arah Masjidil Haram setiap harinya."[12] Ya'qubi juga menyebutkan hal yang sama dalam Târikh-nya.[13]
Dengan penjelasan ini maka menjadi terang bahwa aksi-aksi yang dilakukan oleh pasukan Yazid dijalankan berdasarkan perintah Yazid. Hal ini merupakan peristiwa pasti dalam sejarah sehingga tidak menyisakan lagi keraguan bagi siapa pun.
Mengapa Azab tidak turun ke atas pasukan Yazid?
Pertanyaan ini merupakan inti pertanyaan Anda. Untuk menjawab pertanyaan ini harus dikatakan bahwa masalah azab dan jenisnya berkaitan dengan kehendak (iradah) dan kekuasaan (qudra) Allah Swt. Pada sebagian hal, Allah Swt menurunkan azab secara langsung dan melalui perantara bala tentara gaib; seperti azab yang menimpa pasukan Abraha yang disinggung dalam surah al-Fil dimana ketika itu Allah Swt mendemonstrasikan kekuasaan-Nya, "Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhan-mu telah bertindak terhadap tentara bergajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka‘bah) itu sia-sia, dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar." (Qs. al-Fil [105]:1-4)
Bagi mereka yang menelaah peristiwa ini akan melihat secara jelas bahwa pada peristiwa ini yang diancam dan berada dalam bahaya adalah Ka'bah itu sendiri dan tiada seorang pun yang mempunyai kemampuan untuk memberikan perlawanan di hadapan pasukan Abraha sedemikian sehingga pembesar Quraisy Abdul Muthhalib berkata kepada Abraha, "Aku adalah pemilik unta-untaku sementara rumah (Ka'bah) ini juga ada pemiliknya yang akan menjaganya." Abraha berkata kepadanya dengan pongah, "Tapi sekarang ini, tiada seorang pun yang dapat menghalangi Aku." "Kita lihat saja nanti." Timpal Abdul Mutthalib.[14]
Dalam peristiwa ini, Allah Swt menghendaki menjaga Ka'bah sehingga hasilnya azab diturunkan ke atas para penyerang yang sesuai dengan ungkapan al-Quran, "Seperti daun-daun yang dimakan (ulat)?[15] Namun dalam peristiwa yang dilakukan pada zaman Yazid dan pembakaran Ka'bah oleh bala tentaranya yang menjadi sasaran utama bukanlah Ka'bah meski Ka'bah mengalami kerusakan.[16] Benar bahwa dalam peristiwa ini, telah terjadi penodaan terhadap salah satu tempat yang paling suci kaum Muslimin dan penistaan terhadap rumah Tuhan dimana setiap Muslim yang mencintai agamanya tentu akan menolak dan mengutuk penistaan ini. Namun demikian sekiranya para penyerang itu berkuasa atas Ka'bah dan memerintah di kota Mekkah toh mereka akan tetap membangun kembali Ka'bah.[17]
Dengan demikian, dalam peristiwa ini bukan Ka'bah yang menjadi sasaran utama. Ini dari satu sisi. Dari sisi lain, masalahnya tidaklah seperti yang diperkirakan oleh sebagian orang bahwa tiada satu pun azab yang ditimpakan kepada mereka. Benar tatkala kita merujuk pada sejarah kita tidak menyaksikan adanya azab kolektif dan azab langsung serupa dengan apa yang diturunkan kepada pasukan gajah. Namun setelah dengan cermat menyimak sejarah; misalnya seluruh orang-orang yang terlibat dalam pembunuhan Imam Husain As telah mendapatkan hukuman di dunia ini dimana kebanyakan dari mereka terbunuh di tangan Mukhtar dan satu-satunya orang yang berhasil kabur dari kejaran Mukhtar adalah Sinan bin Anas terdakwah pertama yang memisahkan kepala Imam Husain As.[18]
Sejarah mengatakan bahwa setelah pertemuan Sinan dengan Hajjaj dan kebanggaannya membunuh Imam Husain As, tatkala ia kembali ke rumahnya ia menjadi bisu dan hilang akalnya. Setelah itu, pekerjaannya hanyalah makan di tempat ia buang air dan seterusnnya…[19] Bagi seorang yang berakal apakah ada azab yang lebih pedih dari azab ini? Dan tentu saja azab ukhrawi tentu akan lebih pedih lagi dari azab duniawi.
Adapun Yazid, jelas bahwa azab dunia juga telah menimpanya. Bagaimana Yazid mati secara terang melalui tangan gaib yang terlibat dalam kematiannya. Baladzuri berkata, "Sebab kematian Yazid adalah ia dalam kondisi mabuk dan menaikkan monyetnya di atas keledai dan kemudian ia sendiri menaiki keledai itu. Dalam kondisi ini, ia jatuh, lehernya patah atau sesuatu robek dari dalam lehernya.[20]
Sejarah menyebutkan, "Berbulan-bulan rumah Tuhan dikepung hingga berita tentang matinya Yazid pada tahun 64 Hijriah sampai ke telinga pasukannya. Dengan matinya Yazid pemerintahan Sufyani pun berakhir dimana setelah Yazid tiada orang lain yang memerintah selain putranya Muawiyah II dimana sesuai dengan pandangan kuat orang-orang berkompot untuk meminumkan racun kepadanya dan akhirnya tewas akibat racun itu."[21]
Setelah terbunuhnya Muwaiyah II yang hanya memerintah selama empat puluh hari[22] perpecahan muncul di kalangan Bani Umayyah dan secara perlahan pertikaian pun merebak.
Sebagian penyair menyinggung hal ini dan berkata, "Saya melihat fitnah telah mencapai klimaksnya. Setelah Abi Laila[23] kekuasaan dimiliki oleh orang yang meraih kemenangan."[24]
Adapun panglima pasukan
Muslim bin Uqbah yang terkenal dengan Musrif wafat di perjalanan menuju Mekah dan Hushain bin Numair serta Abdullah bin Ziyad terbunuh di tangan Ibrahim bin Malik Asytar.[25]
Namun hal ini tidak boleh dilupakan bahwa sejarah sebelum kita menyebutkan demikian, "Raja-raja yang berkuasa berupaya keras untuk menguburkan segala sesuatu yang berpotensi membongkar kedudukan para penguasa (zalim) dan segala cela para pendahulunya."
Poin terakhir yang harus dicatat di sini adalah bahwa pada setiap peristiwa adanya bantuan gaib menunjukkan bahwa pemilik gerakan dimana karamah berlaku atasnya berada di jalan hak dan dengan memperhatikan bahwa pemimpin pasukan revolusioner Mekah yang memberontak melawan pemerintah Yazid adalah Abdullah bin Zubair.
Dalam sejarah dikenal bahwa Abdullah bin Zubair memerintah di kota Mekah dan berperang untuk mencapai cita-cita dan harapan-harapan pribadinya sendiri. Ia sama sekali tidak menaruh perhatian terhadap kebenaran dan agama.
Di samping itu, ia termasuk salah seorang musuh terbesar Amirul Mukminin Ali As sedemikian terkenal sehingga Imam Ali As berkata kepadanya, "Zubair berasal dari kami hingga pada masa putra buruknya (Abdullah) tumbuh besar."[26] Terlaksananya karamah (berupa bantuan gaib) oleh Ibnu Zubair pada hakikatnya justru akan memberikan nuansa kekudusan dan legalnya tindakan Abdullah bin Zubair.
Karena itu, Allah Swt tidak ingin karamah ini berlaku yang akan dimanfaatkan oleh Ibnu Zubair. Namun demikian, sebagaimana yang telah dijelaskan Allah Swt tetap memberikan hukuman yang setimpal kepada para penyerang rumah suci Ka'bah. [iQuest]
Pertama ucapan Mas'udi dalam Muruj al-Dzahab yang berkata, "Yazid adalah seseorang yang senang pesta pora, bermain dengan anjing, kera, macan tutul dan senantiasa menenggak khamar…. Dan pada masanya musik merajalela di Mekkah dan Madinah. Alat-alat untuk bersenang-senang digunakan dan orang-orang terang-terangan meminum khamar.."[1]
Kedua adalah ucapan Thabari dan sejarawan lainnya yang berkata, "Sekelompok warga Madinah di antara mereka terdapat Abdullah bin Hanzhalah Anshari Ghasil al-Malaikah (sahabat yang dimandikan oleh para malaikat) datang kepada Yazid. Tatkala mereka kembali ke Madinah mereka muncul di tengah keramaian masyarakat dan mengungkap kefasikan dan kemaksiatan yang dilakukan oleh Yazid dan Utbah di hadapan masyarakat.[2] Di antaranya mereka berkata, "Kami datang dari hadapan seseorang yang tidak beragama, peminum khamar, menabuh tanbur. Kami mencabut baiat kami darinya dan masyarakat juga mengikutinya.
Ketiga adalah ucapan yang disampaikan Thabari dan demikian juga Ibnu Atsir dalam Kamil al-Tarikh, "Tatkala Muawiyah mengambil baiat untuk Yazid, ia menulis surat kepada Ziyad bin Abih untuk bermusyawarah dengannya dan Ziyad juga mengirim pesan untuk Ubaidillah bin Ka'ab dan berkata, "Amirul Mukminin (Muawiyah) menulis surat kepadaku. Saya kira ia memutuskan untuk mengambil baiat untuk Yazid namun ia takut jangan-jangan masyarakat menolaknya… sementara Yazid adalah seorang pemalas dan lesu."[3]
Keempat adalah ucapan yang dikutip oleh Ibnu Qutaibah dalam al-Imâmah wa al-Siyâsah dari Imam Husain As bahwa tatkala Muawiyah mengambil baiat untuk menjadikan Yazid sebagai putra mahkota Imam Husain As berkata kepadanya "Sekali-kali tidak…sekali-kali tidak.. wahai Muawiyah.. sepertinya engkau berbicara tentang seseorang yang berada di baik layar atau sembunyi-sembunyi atau berbicara tentang seseorang yang engkau baru saja memiliki informasi tentangnya. Perbuatan Yazid sendiri menunjukkan kepribadian dan kelayakannya. Berbicaralah tentang Yazid sebagaimana adanya ia; ia bermain dengan anjing, menghabiskan waktu dengan burung-burung merpati, menabuh genderang, sibuk bermain dengan sesuatu yang melalaikan. Engkau lihat ia dalam urusan-urusan keji ini sebagai seorang mahir dan professional. Karena itu berhentilah dari ucapan ini (yang memujinya)."[4]
Kelima adalah ucapan Suyuthi dalam al-Târikh al-Khulâfah menjelaskan sebab pemakzulan Yazid dari warga Madinah karena ia larut dalam berbuat dosa.
Teks-teks ini menjelaskan tentang kepribadian rendah Yazid dan menyingkap tentang sikap acuh-tak-acuh Yazid terhadap masalah sosial dan keagamaan.
Beberapa peristiwa yang terjadi pada masa pemerintahan Yazid
Tanpa ragu pada masa pendek pemeritahan Yazid terjadi peristiwa paling keji dalam sejarah yang puncaknya adalah kesyahidan Imam Husain As, sahabat dan keluarganya. Dalam tragedi ini bahkan orang-orang awam sekali pun tidak akan meragukan kejadian ini apatah lagi orang-orang khusus dari kalangan ulama dan sejarawan.
Kejadian kedua: Tragedi Harrah
Tragedi Harrah merupakan peristiwa yang masyhur yang terjadi pada masa Yazid bin Muawiyah. Seluruh sejarawan bercerita tentang tragedi ini dan bersepakat bahwa orang-orang Syam (Suriah) dalam peristiwa ini banyak membunuh sahabat dari kalangan Muhajirin dan Anshar. Dengan izin dan restu Yazid, Madinah dibolehkan (mubah) selama tiga hari bagi bala tentaranya.[5]
Ibnu Atsir dalam kitabnya Kâmil berkata, "Tragedi Harrah pertama-tama bermula tatkala warga Madinah mencabut baiat mereka dari Yazid. Yazid melibatkan dan memerintahkan Muslim bin Uqbah Marri yang juga disebut sebagai Musrif (disebabkan banyak menumpahkah darah) yang juga merupakan seorang tua dan berpenyakitan untuk bergerak ke arah Madinah. Muslim meminta kepada Yazid supaya Madinah dibolehkan untuknya dan untuk pasukannya selama tiga hari. Segala harta, hewan, benda, senjata yang terdapat di Madinah boleh diambil oleh pasukannya dan setelah tiga hari ia akan meninggalkan Madinah. Dalam konfrontasi ini, warga Madinah kalah… Muslim membolehkan Madinah selama tiga hari bagi pasukannya. Dalam tiga hari ini, mereka membunuh masyarakat tak berdosa, menjarah harta dan benda mereka, masyarakat dan sahabat Rasulullah Saw menjerit-jerit. Muslim mengajak masyarakat untuk berbaiat kepada Yazid sebagai budaknya dalam darah, harta dan keluarganya, serta harus siap diperlakukan apa saja oleh Yazid dan siapa pun yang melanggar baiat ini akan dibunuh. Namun bayak orang yang menolak ajakan ini sehingga dibunuh atas pembangkangan ini.
Tragedi Harrah terjadi pada tahun 63 dua hari tersisa hingga akhir bulan Dzulhijjah.[6]
Dekat dengan ungkapan ini Thabari juga menukil peristiwa ini dalam Tarikhnya.[7]
Kami di sini tidak berada pada tataran menjelaskan seluruh sisi peristiwa dan tragedi Harrah, melainkan mencukupkan diri dengan menyebutkan sebagian dari kesadisan, kekejaman dan kekejian peristiwa ini. Di samping apa yang telah disebutkan di atas, Ibnu Qutaibah berkata, "Pada hari peristiwa Harrah delapan puluh sahabat Rasulullah Saw terbunuh dimana tidak tersisa lagi ahli Badar setelah itu. Dari kalangan Quraisy (Muhajirin) dan Anshar terdapat tujuh ratus orang serta dari kalangan masyarkat awam baik dari kalangan Non-Arab, Arab dan Thabi'in yang terbunuh.[8]
Dan yang lebih mengerikan dari penjelasan ini adalah apa yang disampaikan oleh Ya'qubi, "Pada tragedi Harrah (lasykar Yazid) menggempur warga kota Madinah… dan membolehkan kota nabi ini sehingga anak-anak gadis perawan melahirkan anak-anak yang tidak mengenal siapa ayah-ayah mereka."[9]
Peristiwa Ketiga: Perang Mekah dan Pembakaran Ka'bah
Peristiwa ini merupakan peristiwa yang menjadi obyek utama pertanyaan Anda. Kejadian ini merupakan kejadian terakhir yang mewarnai kehidupan kelam dan penuh kejahatan seorang Yazid.
Sejarawan menulis bahwa setelah Amr bin Said Asydaq dan Ubaidillah bin Ziyad tidak menerima titah Yazid untuk menyerang Mekah, Yazid memerintahkan Muslim bin Uqbah untuk melakukan serangan itu.[10]
Ibnu Atsir dalam Tarikh-nya mengupas peristiwa ini, "Setelah aksi membunuh warga Madinah dan menjarah harta mereka berakhir, Muslim disertai dengan pasukannya bergerak ke arah Mekkah untuk melenyapkan Ibnu Zubair. Tatkala mereka sampai di daerah "Musyallil" Muslim menemui ajalnya. Setelah kematian Muslim, Hushain bin Numair mengarak pasukannya sehingga sampai di kota Mekah. Warga kota Mekah mengadakan perlawanan di akhir bulan Muharram, seluruh Shafar dan tiga hari buan Rabiul Awwal berperang melawan agresor hingga pada akhirnya pasukan Hushain bin Numair menggunakan manjaniq (alat pelontar) untuk menyerang dan membakar Ka'bah sehingga dengan cara seperti ini mereka dapat mengepung Ibnu Zubair….[11]
Ibnu Qutaibah dalam kitabnya al-Imâmah wa al-Siyâsah berkata, "(Hushain) bin Numair bergerak hingga sampai di Mekah. Ia mengutus sekelompok pasukan untuk menguasai bagian Musfilah (daerah bawah) Mekah dan memasang manjaniq di tempat itu. Bin Numair memerintahkan pasukannya untuk melemparkan sepuluh ribu batu besar ke arah Masjidil Haram setiap harinya."[12] Ya'qubi juga menyebutkan hal yang sama dalam Târikh-nya.[13]
Dengan penjelasan ini maka menjadi terang bahwa aksi-aksi yang dilakukan oleh pasukan Yazid dijalankan berdasarkan perintah Yazid. Hal ini merupakan peristiwa pasti dalam sejarah sehingga tidak menyisakan lagi keraguan bagi siapa pun.
Mengapa Azab tidak turun ke atas pasukan Yazid?
Pertanyaan ini merupakan inti pertanyaan Anda. Untuk menjawab pertanyaan ini harus dikatakan bahwa masalah azab dan jenisnya berkaitan dengan kehendak (iradah) dan kekuasaan (qudra) Allah Swt. Pada sebagian hal, Allah Swt menurunkan azab secara langsung dan melalui perantara bala tentara gaib; seperti azab yang menimpa pasukan Abraha yang disinggung dalam surah al-Fil dimana ketika itu Allah Swt mendemonstrasikan kekuasaan-Nya, "Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhan-mu telah bertindak terhadap tentara bergajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka‘bah) itu sia-sia, dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar." (Qs. al-Fil [105]:1-4)
Bagi mereka yang menelaah peristiwa ini akan melihat secara jelas bahwa pada peristiwa ini yang diancam dan berada dalam bahaya adalah Ka'bah itu sendiri dan tiada seorang pun yang mempunyai kemampuan untuk memberikan perlawanan di hadapan pasukan Abraha sedemikian sehingga pembesar Quraisy Abdul Muthhalib berkata kepada Abraha, "Aku adalah pemilik unta-untaku sementara rumah (Ka'bah) ini juga ada pemiliknya yang akan menjaganya." Abraha berkata kepadanya dengan pongah, "Tapi sekarang ini, tiada seorang pun yang dapat menghalangi Aku." "Kita lihat saja nanti." Timpal Abdul Mutthalib.[14]
Dalam peristiwa ini, Allah Swt menghendaki menjaga Ka'bah sehingga hasilnya azab diturunkan ke atas para penyerang yang sesuai dengan ungkapan al-Quran, "Seperti daun-daun yang dimakan (ulat)?[15] Namun dalam peristiwa yang dilakukan pada zaman Yazid dan pembakaran Ka'bah oleh bala tentaranya yang menjadi sasaran utama bukanlah Ka'bah meski Ka'bah mengalami kerusakan.[16] Benar bahwa dalam peristiwa ini, telah terjadi penodaan terhadap salah satu tempat yang paling suci kaum Muslimin dan penistaan terhadap rumah Tuhan dimana setiap Muslim yang mencintai agamanya tentu akan menolak dan mengutuk penistaan ini. Namun demikian sekiranya para penyerang itu berkuasa atas Ka'bah dan memerintah di kota Mekkah toh mereka akan tetap membangun kembali Ka'bah.[17]
Dengan demikian, dalam peristiwa ini bukan Ka'bah yang menjadi sasaran utama. Ini dari satu sisi. Dari sisi lain, masalahnya tidaklah seperti yang diperkirakan oleh sebagian orang bahwa tiada satu pun azab yang ditimpakan kepada mereka. Benar tatkala kita merujuk pada sejarah kita tidak menyaksikan adanya azab kolektif dan azab langsung serupa dengan apa yang diturunkan kepada pasukan gajah. Namun setelah dengan cermat menyimak sejarah; misalnya seluruh orang-orang yang terlibat dalam pembunuhan Imam Husain As telah mendapatkan hukuman di dunia ini dimana kebanyakan dari mereka terbunuh di tangan Mukhtar dan satu-satunya orang yang berhasil kabur dari kejaran Mukhtar adalah Sinan bin Anas terdakwah pertama yang memisahkan kepala Imam Husain As.[18]
Sejarah mengatakan bahwa setelah pertemuan Sinan dengan Hajjaj dan kebanggaannya membunuh Imam Husain As, tatkala ia kembali ke rumahnya ia menjadi bisu dan hilang akalnya. Setelah itu, pekerjaannya hanyalah makan di tempat ia buang air dan seterusnnya…[19] Bagi seorang yang berakal apakah ada azab yang lebih pedih dari azab ini? Dan tentu saja azab ukhrawi tentu akan lebih pedih lagi dari azab duniawi.
Adapun Yazid, jelas bahwa azab dunia juga telah menimpanya. Bagaimana Yazid mati secara terang melalui tangan gaib yang terlibat dalam kematiannya. Baladzuri berkata, "Sebab kematian Yazid adalah ia dalam kondisi mabuk dan menaikkan monyetnya di atas keledai dan kemudian ia sendiri menaiki keledai itu. Dalam kondisi ini, ia jatuh, lehernya patah atau sesuatu robek dari dalam lehernya.[20]
Sejarah menyebutkan, "Berbulan-bulan rumah Tuhan dikepung hingga berita tentang matinya Yazid pada tahun 64 Hijriah sampai ke telinga pasukannya. Dengan matinya Yazid pemerintahan Sufyani pun berakhir dimana setelah Yazid tiada orang lain yang memerintah selain putranya Muawiyah II dimana sesuai dengan pandangan kuat orang-orang berkompot untuk meminumkan racun kepadanya dan akhirnya tewas akibat racun itu."[21]
Setelah terbunuhnya Muwaiyah II yang hanya memerintah selama empat puluh hari[22] perpecahan muncul di kalangan Bani Umayyah dan secara perlahan pertikaian pun merebak.
Sebagian penyair menyinggung hal ini dan berkata, "Saya melihat fitnah telah mencapai klimaksnya. Setelah Abi Laila[23] kekuasaan dimiliki oleh orang yang meraih kemenangan."[24]
Adapun panglima pasukan
Muslim bin Uqbah yang terkenal dengan Musrif wafat di perjalanan menuju Mekah dan Hushain bin Numair serta Abdullah bin Ziyad terbunuh di tangan Ibrahim bin Malik Asytar.[25]
Namun hal ini tidak boleh dilupakan bahwa sejarah sebelum kita menyebutkan demikian, "Raja-raja yang berkuasa berupaya keras untuk menguburkan segala sesuatu yang berpotensi membongkar kedudukan para penguasa (zalim) dan segala cela para pendahulunya."
Poin terakhir yang harus dicatat di sini adalah bahwa pada setiap peristiwa adanya bantuan gaib menunjukkan bahwa pemilik gerakan dimana karamah berlaku atasnya berada di jalan hak dan dengan memperhatikan bahwa pemimpin pasukan revolusioner Mekah yang memberontak melawan pemerintah Yazid adalah Abdullah bin Zubair.
Dalam sejarah dikenal bahwa Abdullah bin Zubair memerintah di kota Mekah dan berperang untuk mencapai cita-cita dan harapan-harapan pribadinya sendiri. Ia sama sekali tidak menaruh perhatian terhadap kebenaran dan agama.
Di samping itu, ia termasuk salah seorang musuh terbesar Amirul Mukminin Ali As sedemikian terkenal sehingga Imam Ali As berkata kepadanya, "Zubair berasal dari kami hingga pada masa putra buruknya (Abdullah) tumbuh besar."[26] Terlaksananya karamah (berupa bantuan gaib) oleh Ibnu Zubair pada hakikatnya justru akan memberikan nuansa kekudusan dan legalnya tindakan Abdullah bin Zubair.
Karena itu, Allah Swt tidak ingin karamah ini berlaku yang akan dimanfaatkan oleh Ibnu Zubair. Namun demikian, sebagaimana yang telah dijelaskan Allah Swt tetap memberikan hukuman yang setimpal kepada para penyerang rumah suci Ka'bah. [iQuest]
[1]. Abi al-Husain Ali bin Husain Mas'udi, Muruj al-Dzahab, jil. 3, hal. 77, Dar al-Fikr, Beirut.
[2]. Abu al-Hasan Ali bin Abi Karam, Ibnu Atsir Syaibani, al-Kâmil fi al-Târikh, Hawadits 62 H "Dzikr Wafd Ahl al-Madinah ila al-Syam," Dar al-Kitab al-'Arabi, Beirut, Libanon, Cetakan Ketiga, 1400 H, 1980 M.
[3]. Târikh Thabari, jil. 4, hal. 224 dan 225; al-Kâmil fi al-Târikh, jil. 3, ha. 249 & 250; Siyar A'lâm al-Nubalâ, jil. 4, hal. 38, Yazid berdansa dalam keadaan mabuk kemudian tersungkur ke tanah sehingga kepalanya terluka.
[4]. Abu Muhammad Abdullah bin Muslim Ibnu Qutaibah, al-Imâmah wa al-Siyâsah, lebih dikenal sebagai Târikh al-Khulâfah, jil. 1, hal. 186, Maktab wa Matba' Mustafa al-Babi al-Halabi, Mesir. Ibnu A'tsam dalam kitab al-Futuh 'an al-Husain kurang lebih sama menukil dalam banyak hal kandungan ini, jil. 5, hal. 18 dan jil. 4, hal. 241.
[5]. Hafizh Abu al-Fida Dimasyqi, Ismail bin Katsir, al-Bidâyah wa al-Nihâya, jil. 8, ha. 225, Dar Ihyat al-Turats al-'Arabi; Kitâb al-Futuh, jil. 5, hal. 292; Ibnu al-'Imad Hanbali Dimasyqi, Abdul Hayyi bin Ahmad bin Muhammad, Ibn al-'Imad al-Imam Syihabuddin Abi al-Fallah 'Akri Hanbali Dimasyqi, Syadzarât al-Dzahab fi Akhbâr min Dzahab, jil. 1, hal. 286 dan 287, Dar Ibn Katsir, Damaskus-Beirut, Cetakan Pertama; Hafizh Muwarriqh Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Utsman al-Dzahabi, Târikh al-Islâm wa Wafâyat al-Masyâhir wa al-A'lâm Hawâdits 64 H, hal 25, 474 H, Dar al-Kitab al-'Arabi, Cetakan Pertama.
[6]. Ahmad bin Yahya bin Jabir Baladzuri, Ansâb al-Asyrâf, Bagian 4, jil 1, hal. 323; Târikh Thabari, jil. 4, hal 372.
[7]. Silahkan lihat, Târikh Thabari, jil. 4, hal 372; Baladzuri, Ansâb al-Asyrâf, Bagian 4, jil 1, hal. 323
[8] .Al-Imâmah wa al-Siyâsah, jil. 1, hal. 216; Ibnu Katsir dalam al-Bidâyah wa al-Nihâyah menukil dari Zuhra, "Pembunuhan peristiwa Harrah memakan korban tujuh ratus orang terkemuka dari kalangan Muhajirin dan Anshar serta Muslimin non-Arab dimana saya tidak tahu mereka ini adalah orang-orang merdeka atau budak yang berjumlah sepuluh ribu orang." Al-Bidâyah wa al-Nihâyah, jil. 8, hal. 242; Târikh Ibnu al-Wardi, jil. 1, hal. 233; Kanz al-Durâr Abi Bakar Duwârdi, jil. 4, hal. 117.
[9]. Ibnu Wadhij Akhbari, Ahmad bin Abi Ya'qub bin Ja'far bin Wahab, Târikh Ya'qubi, jil. 2,, hal. 250 dan 251, Dar Shadir. Ibnu Katsir dalam al-Bidâyah wa al-Nihâyah berkata, "Mereka menggauli wanita-wanita sedemikian sehingga disebutkan seribu anak gadis hamil tanpa suami. Madaini menukil dari Abi Qarrah bahwa Hisyam berkata, "Setelah peristiwa Harrah, ribuan gadis melahirkan bayi tanpa suami." Al-Bidâyah wa al-Nihâyah, jil. 8, hal 242. Dalam Târikh al-Islâm wa Wafâyat al-Masyâhir wa al-A'lâm disebutkan, "Musrif (Muslim) bin Uqbah menghabisi dan menjarah kota Madinah dan mengambil seribu gadis darinya." Hawâdits 64 H, hal. 26. Akhbâr al-Thiwâl, hal. 265.
[10]. Târikh Thabari, jil. 4, hal. 371; Al-Kâmil fi al-Târikh, jil. 3, hal. 311.
[11]. Al-Kâmil fi al-Târikh, jil. 3, hal. 316; Al-Bidâyah wa al-Nihâyah, jil. 8, hal. 246.
[12]. Al-Imâmah wa al-Siyâsah, jil. 2, hal. 12. Târikh al-Islâm wa Wafâyat al-Masyâhir wa al-A'lâm Hawâdits 64 H, hal. 34; Syadzarât al-Dzahab fi Akhbâr min Dzahab, jil. 1, ha. 287. Ibnu A'tsam (Al-Allamah bin Muhammad Ahmad bin A'tsam Kufi) dalam Kitâb al-Futûh, jil. 5, hal. 302; Dar al-Nadwa al-Jadidah, Beirut, Cetakan Pertama, menukil, "Ia gencar menyerang kota Mekah dengan manjaniq… ia gencar menyerang Masjid al-Haram dan Kabah dengan api dan batu." Târikh Ibnu al-Wardi, hal 234; Abi Hanifah Ahmad bin Daud Dainawari, al-Akhbâr al-Thiwâl, hal. 268, Cetakan Pertama, Kairo, 1960 M; Mir'ât al-Jinân, jil. 1, hal. 113; al-Muntazhim, jil. 6, hal 22.
[13]. Târikh al-Ya'qubi, jil. 2, hal. 251.
[14]. Silahkan lihat, Suhaili, al-Raudhah al-Anf, Abdurrahman al-Wakil, Abdullah wa Abraha, Dar Ihya al-Turats al-'Arabi – Muassasah al-Tarikh – Beirut, Cetakan Pertama, 1992 M; silahkan lihat, Ibnu Katsir, al-Sirah al-Nabawiyah, jil. 1, hal. 34 dan literatur lainnya yang menjelaskan tentang kisah pasukan gajah.
[15]. (Qs. al-Fil [105]:5)
[16]. Muhammad Tabani Jazairi, Tahdzir al-'Abqâri min Muhadharât al-Khudâri, jil. 1, hal. 51, Dar al-Kutub al-'Ilmiyah Beirut, Cetakan Pertama, 1955 M.
[17]. Silahkan lihat literatur yang menyebutkan tentang pembangunan Ka'bah.
[18]. Silahkan lihat, Thahir Ali 'Akle, Ra's al-Husain, hal. 29, Nasyr Dar al-Salam, Cetakan Pertama, Beirut.
[19]. Ali bin al-Husain bin Hibatulah bin Abdullah Syafi'i, Hafizh Abu al-Qasim, Târikh Madinat al-Dimasyq, jil. 14, hal. 231, Dar al-Fikr; al-Muntakhab min Dzil al-Madzil, hal. 16 nukilan dari Ra's al-Husain As, hal. 31.
[20]. Baladzuri, Ansâb al-Asyrâf, jil. 2, hal. 177.
[21]. Mas'udi, Murûj al-Dzahab, jil. 3, hal. 89.
[22]. Murûj al-Sudûsi. Site al-warraq.com.
[23]. Julukan untuk Mu'awiyah al-Tsani (Muawiyah II)
[24]. Mush'ab Zubair, Nasab Quraisy, jil. 1, hal. 44, site http://www.alwarraq.com [Halaman buku yang ada di site tidak sesuai dengan cetakan bukunya].
[25]. Ibnu Asakir, Târikh Dimasyq, jil. 58, hal. 236.
[26]. Ibnu Abi al-Hadid Mu'tazili, Syarh Nahj al-Balâghah, jil. 4, hal. 480, Cetakan Pertama, Mesir; Muhammad Abduh, Syarh Nahj al-Balâghah, jil. 3, hal. 260, Hikmah 354, Cetakan Istiqamat. Abu Umar dalam "Al-Isti'ab" dalam bagian kehidupan Ibnu Zubair mengutip redaksi "masy'um." Saya mengira dinukil untuknya namun ia menghapusnya. Ibnu Atsir, Usd al-Ghabah, jil. 3, hal. 162 juga menukil (Izzudin bin Atsir Abi al-Hasan Ali bin Muhammad Jarzi, Dar Ihya al-Turats al-'Arabi, Beirut, Libanon) tentang kehidupan Ibnu Zubair. Demikian juga Ibnu Abdurabbih dalam al-'Iqd al-Farid, jil. 5, hal. 72 juga mengutip hal yang sama. Cetakan Lajnah al-Ta'lif wa al-Tarjamah wa al-Nasyr dan pada jil. 3, hal. 96 cetakan lain, dan Mufid mengutip dalam al-Jamal, hal. 192 dan hal yang sama telah diriset dan dapat diandalkan disebutkan dalam Nahj al-Balagha terbitan baru. Tahqiq dan Tautsiq Dr. Shabiri Ibrahim Sayyid, Universitas A'in Syams dan Universitas Qatar. Silahkan lihat, Mausu'ât Ibnu 'Abbâs, jil. 2, hal. 127.
Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar