Advanced Search
Hits
16028
Tanggal Dimuat: 2009/04/15
Ringkasan Pertanyaan
Dimanakah penghambaan itu? Siapa hamba? Bagaimana dapat bergerak di atas rel penghambaan?
Pertanyaan
Dimanakah penghambaan itu? Siapa hamba? Bagaimana dapat bergerak di atas rel penghambaan?
Jawaban Global

Ahli linguistik memaknai ibadah sebagai tujuan khudhu’ (tunduk) dan tadzallul (menghinakan diri) dan berkata bahwa karena ibadah merupakan tingkatan tertinggi khudu’, dengan demikian tidak layak, kecuali bagi sosok yang memiliki ketinggian derajat wujud dan kesempurnaan, keagungan tingkatan segala nikmat, dan kebaikan. Oleh karena itu, ibadah selain kepada Allah Swt adalah syirik. Karena ketulusan dalam ibadah tidak terlaksana.

Penghambaan dapat disimpulkan dalam tiga perkara:

Pertama, bahwa seorang hamba tidak memandang sebagai pemilik atasapa yang dianugerahkan Tuhan kepadanya. Atas alasan ini, para hamba bukanlah sebagai pemilik, ia harus memandang bahwa harta benda adalah milik Tuhan dan membelanjakannya pada hal-hal yang dititahkan oleh Tuhan kepadanya.

Kedua, hamba Tuhan tidak berpikir kemaslahatan bagi dirinya sendiri.

Ketiga, seluruh aktifitas dan perbuatan hamba terbatas pada apa yang diperintahkan Allah Swt kepadanya atau yang dilarang darinya. Dengan penjelasan ini, hakikat penghambaan menjadi jelas berikut jalan untuk meraih penghambaan. Penghambaan adalah kunci wilayah dan nama hamba adalah sebaik-baik nama. Insan kamil adalah hamba Allah (Abdullah) yang sirna (fana), lebur pada wujud Allah Swt dan terkalahkan (maghlub) nama-nama-Nya.

Oleh karena itu, hamba Allah adalah seseorang yang memandang bahwa ketaatan dan kepatuhan kepada perintah Allah adalah memberikan kelezatan dan kenyamanan baginya. Menumpukan hajatnya kepada Tuhannya, menuturkan kisahnya kepada-Nya dan melabuhkan kepercayaan dan bertawakkal kepada-Nya.

Jawaban Detil

Ahli linguistik memaknai ibadah sebagai tujuan untuk tunduk (khudhu’) dan menghinakan diri (tadzallul) dan berkata bahwa karena ibadah merupakan tingkatan tertinggi ketundukan (khudu’), dengan demikian tidak layak dilakukan kecuali bagi sosok yang memiliki ketinggian derajat wujud dan kesempurnaan, keagungan tingkatan segala nikmat, dan kebaikan. Oleh karena itu, ibadah selain kepada Allah Swt adalah syirik.[1]

Ibadah terdiri dari tiga jenis:

Sebagian beribadah kepada Tuhan dengan harapan untuk mendapatkan pahala akhirat dan takut dari siksaan.[2] Orang-orang yang tergolong dalam ibadah sedemikian adalah kaum awam dari orang-orang beriman. Dan sebagian lainnya beribadah kepada Tuhan karena kemuliaan penghambaan dan Tuhan memandang mereka sebagai hamba-Nya. Dan sebagian lagi beribadah kepada Tuhan karena wibawa, keagungan dan kecintaan kepada-Nya yang merupakan tingkatan tertinggi ibadah.[3]

Sesuai dengan sabda Imam Shadiq As, kalimat ‘abd terbentuk dari tiga huruf, “a-b-d”. “Ain” merupakan kinayah dari ilmu dan keyakinan seorang hamba kepada Allah Swt. Kalimat “b” isyarat kepada bainunat (keperantaraan), perpisahan dan kejauhannya dari selain Tuhan. Dan huruf “d” menunjukkan pada dunnuw, kedekatan dan taqarrub hamba kepada Allah Swt tanpa adanya hijab dan media.”[4]

Hamba pada seluruh keberadaan dan kesempurnaannya memikul hutang kepada Tuannya. Oleh karena itu ia berserah diri kepada-Nya dan dengan mengabaikan diri dan hawa nafsunya, ia mendapatkan corak dan warna kesempurnaan Tuhan pada dirinya. Hingga pada tingkatan sebagaimana sabda Rasulullah Saw, “Hamba sejati Tuhan adalah seseorang yang memandang bahwa ketaatan dan kepatuhan pada perintah Allah adalah memberikan kelezatan dan kenyamanan baginya. Menumpukan hajatnya kepada Tuhannya, menuturkan kisahnya kepada-Nya dan melabuhkan kepercayaan dan bertawakkal kepada-Nya.”[5]

 

Apa itu Penghambaan?

Imam Shadiq As bersabda, “Hakikat penghambaan ada tiga: Pertama, bahwa seorang hamba tidak memandang sebagai pemilik atas apa yang dianugerahkan Tuhan kepadanya. Atas alasan ini, para hamba bukanlah sebagai pemilik, ia harus memandang bahwa harta bendanya adalah milik Tuhan dan membelanjakannya pada hal-hal yang dititahkan oleh Tuhan kepadanya. Kedua, hamba Tuhan tidak berpikir kemaslahatan bagi dirinya sendiri.

Ketiga, seluruh aktifitas dan perbuatan hamba terbatas pada apa yang diperintahkan Allah Swt kepadanya atau yang dilarang darinya. Oleh karena itu, apabila hamba Tuhan tidak memandang apa yang dianugerahkan Tuhan kepadanya sebagai miliknya, maka menginfakkan harta benda tersebut akan menjadi mudah baginya. Dan karena hamba menyerahkan pengurusan dan kemaslahatannya kepada Tuhan, maka seluruh musibah dan kesulitan akan menjadi enteng baginya. Dan tatkala seorang hamba sibuk dengan apa yang dititahkan dan dilarang oleh Allah Swt, maka waktunya tidak akan kosong sehingga ia mendapatkan peluang untuk menampilkan dirinya dan berbangga-banga di hadapan khalayak.

Dengan demikian, karena Tuhan memuliakan hamba-Nya dengan tiga jenis penghambaan ini, maka kehidupan di dunia dan bagaimana berhadapan dengan iblis dan khalayak akan menjadi mudah dan ringan baginya. Ia tidak lagi berbangga-bangga, bersikap congkak di hadapan masyarakat dalam mengejar dunia. Dan apa yang berada di tangannya berupa harta, tahta, kedudukan, tidak dijadikannya untuk meraih kemuliaan dan ketinggian derajatnya (di dunia) dan hari-harinya tidak dilalui dengan sia-sia dan tanpa tujuan.[6]

Penghambaan adalah kunci wilayah.[7] Dan nama abdi atau hamba merupakan sebaik-baik nama. Atas alasan ini, Nabi Saw sebagai ‘Abdullah pada malam Mikraj memohon penghambaan, “Tinggikan aku kepada-Mu dengan penghambaan wahai Tuhanku.”

Dinukil dari Abu Bashir bahwa Imam Shadiq As bersabda: “Di antara doa-doa Amirul Mukminin As adalah, “Tuhanku! Cukup bagiku kemuliaan asalkan aku adalah hamba-Mu. Dan cukup bagiku kehormatan asalkan Engkau adalah Tuhanku.” Tuhanku! Sebagaimana aku cinta Engkau bagian dariku, maka suskeskan aku pada apa-apa yang Engkau cintai.”[8]

Insan kamil adalah hamba Allah (Abdullah) dan memiliki seluruh manifestasi nama-nama. Sirna (fana) dan lebur dalam nama-nama Tuhan.

Alangkah indahnya tuturan Khaja Abdullah Anshari, “Ilahi sekiranya sekali Engkau berkata “Hamba-Ku,” maka melintas hingga arsy “keceriaanku.”[9]

Dalam hadis Qudis disebutkan, “Wahai hamba-Ku, taatilah kepada-Ku hingga engkau seperti-Ku (serupa atau mirip), aku berkata kepada sesuatu jadilah (kun) maka jadilah (fayakun). Engkau berkata kepada sesuatu jadilah (kun) maka jadilah (fayakun).” [10]

Oleh karena itu, senada dengan sabda Imam Shadiq As: “Ubudiyyah dan penghambaan kepada Allah Swt merupakan sebuah mutiara dan realitas batin dan hakikatnya adalah rububiyyah.”[11]

Melalui perantara penghambaan maka jiwa manusia akan terhiasi dan mampu merefleksikan pendaran cahaya alam atas. Semakin suci dan terhiasi jiwanya maka semakin benderang dan refleksinya semakin besar. Dan manifestasi-manifestasi Ilahi pada dirinya semakin banyak menjelma pada dunia luar, sedemikian sehingga ia mengaktualkan potensi khalifatuLlah dalam dirinya.

Harus diketahui bahwa hal ini bukan bermakna uluhiyyah, melainkan khilafah dan perwakilan yang merupakan karya uluhiyyah itu sendiri yang terjelma padanya.

Patut untuk diingat bahwa khalifatuLlah tidak melakukan perbuatan yang dilakukan Tuhan, namun Tuhan berbuat melalui tangannya. Nama-nama dan sifat-sifat Ilahi terjelma dan terekspresi dari jendela jiwanya.

Arif bilLlah merupakan cermin seluruh keindahan dan keagungan Tuhan azali nan abadi. Pada seluruh tingkatan mukjizat para nabi, karamah para imam dan wali-wali Tuhan, sejatinya Tuhanlah yang merupakan Pelaku nir-batas dan Penguasa mutlak. Dimana pada tingkatan ini, jiwa wali Tuhan telah fana dan inilah makam “ubudiyyah”, makam yang diperoleh melalui jalan ketaatan kepada Allah Swt.[12]

Salik pada makam ini memandang dirinya sebagai “nama Allah,”, “tanda-tanda Allah,” dan “fana fillah.” Juga memandang makhluk-makhluk lainnya sedemikian, dan apabila ia menjadi seorang wali sempurna, maka ia layak menyandang nama mutlak, mencapai makam ubudiyyah mutlak dan menjadi hamba Allah yang hakiki. Dan mampu memikul gelar hamba sebagaimana yang tertuang pada ayat, Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya.” (Qs. Al-Isra [17]:1)  dengan maksud mikraj qurb, ufuk quds, melabuh jangkar di pelabuhan cinta dengan penghambaan dan kefakiran, dan menolak debu egoisme dan nafsu ingin merdeka. Dan mengekespresikan kesaksian (syahadah) pada risalah pada tasyahhud, setelah syahadah (kesaksian) pada ubudiyyah. Karena penghambaan adalah media risalah dan shalat yang merupakan mikraj orang beriman dan cermin mikraj kenabian, semua ini bermula setelah menghilangkan pelbagai hijab dengan bismillah – yang merupakan hakikat penghambaan “Subhanalladzi asra binabiyyihih birmarqât al-‘ubudiyyah al-mutlaqah.” Artinya bahwa Mahasuci Allah yang telah memperjalankan nabi-Nya dengan tangga-tangga penghambaan mutlak dan menariknya kepada penghambaan, kepada ufuk ahadiyah. Melepaskannya dari negeri mulk, malakut, jabarut dan lahut dan dari makhluk-makhluk lainnya yang bermandikan pendaran cahaya suci kepada nama dari nama-nama Allah dan dari tangga-tangga terjewantahkannya bismilLah – yang merupakan batin penghambaan – kepada mikraj kedekatan.”[13]

 

Peran niat dan ketulusan dalam ibadah

Niat di sisi orang awam adalah tekad untuk menunaikan ketaatan dengan harap atau takut, “Sedang mereka berdoa kepada Tuhan mereka dengan rasa takut dan harap.”  (Qs. Al-Sajdah [23]:16). Niat di sisi ahli makrifat (arif) adalah tekad untuk menunaikan kepatuhan dengan penuh pengagungan: “Sembalah Tuhanmu seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.” Dan di sisi pecinta niat adalah tekad untuk menunaikan ketaatan karena kerinduan dan cinta. Di sisi para wali niat adalah tekad untuk melaksanakan kepatuhan setelah penyaksian keindahan Sang Kinasih secara mandiri, esensial dan fana di sisi rububiyah secara esensial, sifat-sifat dan perbuatan. Yang dituju hanyalah Dia, ibadah hanya sebagai media belaka yang mengikut pada tujuan ini.[14] Dan kondisi niat yang paling tinggi intensitasnya adalah ikhlasnya.

Ikhlas dalam ibadah orang-orang awam, pemurnian dari syirik jali (terang-terangan) dan khafi (tersembunyi), seperti riya, ujub dan bangga diri.” Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik).” (Qs. Al-Zumar [39]:3) Ikhlas dalam ibadah orang-orang khusus (khawwas), pemurnian dari campuran rasa cemas dan harap dimana kedua hal ini dalah syirik di sisi mereka. Ikhlas dalam ibadah ahli kalbu adalah pemurnian dari segala egoisme dan keakuan dimana hal ini pada mereka merupakan syirik terbesar dan kekufuran teragung.

Ibu segala  berhala adalah berhala jiwamu

Berhala lahir ini adalah ular dan berhala batin itu adalah naga.[15]

Ikhlas dalam ibadah orang-orang paling sempurna (kummal) adalah pemurnian campuran pandangan (rukyat) penghambaan dan ibadah, bahkan pemurnian pandangan terhadap keberadaan (rukyat kaun); sebagaimana Imam Khomeini Ra berkata, “Qalbu salim (jiwa yang suci) adalah bersua dengan Allah Swt dan padanya tiada sesuatu apa pun kecuali Allah Swt.”[16]

Penghambaan kepadanya lebih baik daripada kerajaan

Ucapan aku lebih baik adalah bisikan setan

Bedakan antara keduanya dan pilih di antara keduanya wahai yang terpenjara

Penghambaan Adam atau kepongahan Iblis

Dikatakan yang ada adalah mentari jalan menuju pada-Nya

Berita gembira bagi sesiapa yang menistakan dirinya

Siluet orang yang menistakan dirinya adalah tempat ketenangan

Tempat ketenangan itu adalah tempat bersenang-senang

Pabila engkau beranjak menuju bayangan egomu

Segera engkau menjadi durhaka dan tersesat jalanmu[17]



[1]. Imam Khomeini, Asrar al-Shalat, terjemahan Persia Parvâz dar Malakût, Pahri Sayid Ahmad, jil. 2, hal. 190.  

[2]. Nahj al-Balaghah, hikmat 237; Ushul Kafi, jil. 2, hal. 84, hadits 5.  

[3]. Sayid Muhamamd Damadi, Syarh bar Maqamat-e Arbain, hal. 125.  

[4]. Misbah al-Syari’at, bab 100.  

[5]. Syaikh Bahai, Arba’in.   

[6]. Allamah Majlisi, Bihâr al-Anwar, thab hurufi, Mathba’ Haidari, jil. 1, hal. 224, hadist 6.

[7]. Allamah Thaba-thaba’i, Tafsir al-Mizân, jil. 1, hal. 227. 

[8]. Bihâr al-Anwâr al-Jâmi’a lidurar Akhbar al-Aimmah al-Athar, jil. 74, hal. 402; al-Hikmat al-Zhâhirah, terjemahan Anshari, hal. 488, hadits 1352.

[9]. Ilahi! Agar yekbâr guyi “bande-ye man”, az arsy guzarad “khande-ye man.”

[10]. Sayid Hasan Syirazi, KalimatuLlâh, hal. 140, no. 154.  

[11]. Muhammadi Rei Syahri, Mizân al-Hikmah, jil. 6, riwayat No. 11317. 

[12]. Sayid Muhammad Husain Husaini Tehrani, Anwâr al-Malakut, jil. 1, hal. 288.  

[13]. Imam Khomeini, Sirr al-Shalat, Muassasah Tanzhim-e wa Nasyr-e Atsar-e Imam, hal. 89.  

[14]. Ibid, hal. 75-76.

[15]. Jalaluddin Muhammad Rumi, Matsnawi Ma’nawi, daftar-e awwal, hal. 22.  

[16]. Imam Khomeini, Op Cit, hal. 75 

[17]. Rumi, Op Cit, daftar-e charum.  

Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Klasifikasi Topik

Pertanyaan-pertanyaan Acak

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    259741 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    245549 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    229460 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    214227 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    175553 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    170933 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    167330 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    157403 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    140254 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    133494 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...