Advanced Search
Hits
35854
Tanggal Dimuat: 2010/02/28
Ringkasan Pertanyaan
Apa yang dimaksud dengan ta’abbudi dalam lisan syariat dan apa saja syarat-syaratnya? Untuk menetapkannya dalil apa yang harus disodorkan?
Pertanyaan
Apa yang dimaksud dengan ta’abbudi dalam lisan syariat? Apa saja syarat-syarat ta’abbud ini? Untuk menetapkan sebagian urusan taabbudi (secara umum) dan menentukan obyek-obyeknya dalil apa yang harus disodorkan?
Jawaban Global

Kata ta‘abbud bersumber dari akar kata (derivat) ‘abd dan ‘ubudiyyah yang bermakna ibadah dan penghambaan. Dalam riwayat juga disebutkan dengan makna yang sama. Para juris dan ahli syariat menggunakan makna ta’abbud dalam beberapa makna lain.

Salah satu hal yang di dalamnya menggunakan terma ta’abbud adalah sesuatu yang tidak memerlukan dalil.

Prinsip-prinsip agama dan akidah setiap orang harus berdasarkan dalil. Namun dalam hal-hal cabang (furu’) telah memadai apabila disebutkan bahwa hukum tersebut bersumber dari Allah Swt dan tidak memerlukan riset, nalar, mengetahui sebab dan falsafahnya. Terkadang kita ditanya tentang misalnya mengapa salat Subuh itu harus dikerjakan sebanyak dua rakaat? Dalam menjawab pertanyaan ini kita berkata bahwa masalah ini adalah masalah ta’abbudi (harus kita terima dan tidak memerlukan penalaran).

Di kalangan ahli ilmu Ushul Fikh juga menggunakan wajib ta’abbudi sebagai lawan dari wajib tawasshuli; artinya sebuah kewajiban supaya tepat dan benar di sisi Allah maka disyaratkan adanya niat untuk taqarrub dan mengikhlaskan amalan semata-mata untuk Allah Swt; misalnya salat, puasa, haji dan lain sebagianya.

Wajib tawasshuli adalah sebuah kewajiban yang datang dari sisi Allah Swt yang tidak memerlukan syarat qurbah (niat taqarrub) dan niat ikhlas meski supaya kewajiban tersebut diterima dan untuk memperoleh pahala, niat untuk ber-taqarrub (qurbah) tetap menjadi syarat; misalnya menguburkan jenazah, mencuci pakaian dan lain sebagainya.

Jawaban Detil

Kata ta’abbud bersumber dari akar kata (derivat) ‘abd dan ‘ubudiyyah yang bermakna penyembahan dan penghambaan.[1] Dalam riwayat juga disebutkan dengan makna yang sama. Para juris dan ahli syariat menggunakan makna ta’abbudi dalam beberapa makna lain.

Namun di kalangan ahli syariat dan juris, ta’abbudi disebutkan dengan makna lain sedemikian sehingga tetap terkait dengan makna leksikalnya (lughawi).

Salah satu masalah yang di dalamnya digunakan terma ta’abbudi adalah hal-hal yang tidak membutuhkan dalil dan penalaran.

Tugas para hamba dan mukallaf terbagi menjadi bagian keyakinan dan bagian amalan dimana yang pertama disebut sebagai ushuluddin dan yang kedua dinamai dengan furu’uddin.

Dalam masalah ushuluddin, keyakinan setiap orang harus berpijak dan bersandar pada dalil[2] namun kebanyakan dalam hal-hal yang berkaitan dengan furu’uddin cukup ditetapkan dengan dalil bahwa sebuah hukum berasal dari sisi Allah Swt telah memadai bagi seorang mukallaf untuk beramal. Ia tidak lagi memerlukan penelitian, penalaran dan mengetahui sebab serta falsafah hukum tersebut. Biasanya orang-orang bertanya mengapa salat Subuh itu harus dikerjakan dua rakaat dalam menjawab pertanyaan seperti ini dikatakan bahwa hal tersebut adalah masalah ta’abbudi (harus kita terima dan tidak perlu beragumentasi dan menalarnya).

Karena itu disebutkan bahwa instruksi-instruksi agama yang ditentukan dari sisi Allah Swt adalah ta’abbudi.[3]

 

Mengapa masalah-masalah ritual (ibadah) tidak memerlukan penalaran?

Masalah-masalah ritual adalah termasuk bagian dari furu’uddin sebagaimana maklum dari namanya furu’uddin adalah cabang dari ushuluddin; artinya tatkala kita mengenal Allah Swt dengan sifat-sifat seperti Mahamengetahui, Mahabijaksana, Mahaadil dan lain sebagainya maka secara global kita mengetahui bahwa apabila Allah Swt mewajibkan kita pada beberapa hal maka sejatinya hal itu karena kemaslahatan para hamba menuntut demikian.

Di samping itu, boleh jadi mengetahui sebab dan falsafah hukum-hukum tidak ada gunanya bagi kita dan akan mengurangi keikhlasan dan niat untuk melakukan taqarrub kepada Allah Swt; misalnya orang-orang berpuasa mengetahui bahwa puasa memiliki kegunaan bagi orang sakit dibandingkan dengan orang yang tidak mengetahui salah satu kegunaan puasa, mukallaf mengerjakan amalan ta’abbudi karena dasar ketaataan dan semakin banyak ketaatan kepada Allah Swt maka hal itu akan semakin mengokohkan ruh para hamba dan mengalirkan nafas Islam yang memenuhi seluruh rongga jiwanya. Dengan kata lain, pelbagai daya dan motivasi kejiwaannya tunduk di hadapan Allah Swt.

Karena itu, dalam menjalankan ibadah, apabila tidak menaruh perhatian pada ibadah yang tulus dan ketaatan; seperti perhatian terhadap pemerolehan manfaat atau menolak kerugian, karena hakikat dan ruh ibadah tidak terealisir, maka ibadah tersebut batil. Boleh jadi seluruh rahasia ibadah masih misterius bagi seluruh manusia dan apa yang dapat diketahui oleh sebagian orang tidak boleh mendapat perhatian dalam niat dan penghambaan sehingga penghambaannya mengantarkannya mencapai kesempurnaan.[4]

Tempat lain yang digunakan terma ta’abbudi di dalamnya adalah ilmu Ushul Fikih. Terma ini digunakan sebagai lawan dari terma tawasshuli. Definisi ta’abudi dan tawasshuli adalah sebagai berikut:

Wajib ta’abbudi adalah sebuah kewajiban supaya tepat dan benar di sisi Allah maka disyaratkan adanya niat untuk taqarrub dan mengikhlaskan amalan semata-mata untuk Allah Swt; misalnya salat, puasa, haji dan lain sebagianya.

Wajib tawasshuli adalah sebuah kewajiban yang datang dari sisi Allah Swt yang tidak memerlukan syarat qurbah dan niat ikhlas meski supaya kewajiban tersebut diterima dan untuk memperoleh pahala niat taqarrub tetap menjadi syarat; misalnya menguburkan jenazah, mencuci pakaian dan lain sebagainya.

Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa kewajiban-kewajiban yang diklasifikasikan dalam syariat Islam: aini dan kifai, ta’yini dan takhyiri, ta’abbudi dan tawasshuli, mutlak dan masyruth, nafsi dan ghairi, dan lain sebagainya.

Kewajiban ta’abbudi misalnya puasa, salat, khumus, zakat dan semisalnya memerlukan niat taqarrub sebagai syarat sahnya ibadah tersebut. Kewajiban tawasshuli seperti menolong orang yang tenggelam dan memberi nafkah yang tidak memerlukan niat untuk taqarrub sebagai syarat sahnya perbuatan tersebut.

Karena itu, amalan-amalan ritual ini diperlukan niat untuk taqarrub dan ketulusan. Tanpa keduanya amalan-amalan ritual tersebut tidak sah.[5]

Adapun dalam masalah kewajiban-kewajiban tawasshuli tidak disyaratkan niat untuk melakukan taqarrub dan juga ketulusan dalam mengerjakannya tanpa keduanya perbuatan tetap akan sah hanya saja tanpa keduanya seseorang tidak akan mendapatkan pahala dan ganjaran.

Apa yang dapat disimpulkan dari beberapa riwayat bahwa sebagian dari perbuatan-perbuatan ini memerlukan niat untuk melakukan taqarrub dan tanpanya amalan tidak sah (batal), namun sebagaian perbuatan tetap sah meski tanpa niat untuk taqarrub. Bagian pertama disebut sebagai urusan-urusah ritual atau ta’abbudi sementara bagian kedua disebut sebagai tawasshuli. [iQuest]

 

 


[1]. Hasan Musthafawi, al-Tahqiq fi Kalimat al-Qur’ân al-Karim, jil. 8, hal. 12, Banggah-e Tarjemeh wa Nasyr Kitab, Teheran, 1360 S; Abu Manshur Ahmad bin Ali Thabarsi, al-Ihtijaj, jil. 2, hal. 395, Nasyr Murtadha Masyhad Muqaddas, 1403 H.

[2]. Taudhih al-Masail (al-Muhassya lil Imam al-Khomeni), jil. 1, hal. 11, Masalah 1.

[3]. Mishbâh al-Syariat (Kitab yang disandarkan kepada Imam Shadiq As) , Hasan Musthafawi, hal. 236, Anjuman-e Hikmat wa Falsafeh Iran, dengan sedikit perubahan.

[4]. Sayid Mahmud Thaleqani, Partu az Qur’ân, jil. 1, hal. 307, Syerkat-e Sahami Intisyar, Teheran, 1362 S.

[5]. Sayid Abdulhusain Thayyib, Athyâb al-Bayân fi Tafsir al-Qur’ân, jil. 3, hal. 40 dan 41.

 

 

Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Pertanyaan-pertanyaan Acak

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    259867 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    245630 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    229532 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    214325 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    175626 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    171008 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    167431 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    157494 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    140344 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    133558 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...