Please Wait
9394
- Share
Jawaban para marja agung taklid terkait dengan pertanyaan seperti ini adalah sebagai berikut:
Haram hukumnya membongkar kuburan orang beriman. Namun dalam beberapa hal keharaman ini dicabut. Beberapa hal tersebut adalah:
- Mayat dikuburkan pada tanah yang telah dirampas (ghashab) dan pemilik tanah tidak ridha kalau mayat tersebut dibiarkan terkubur di tanahnya.
- Kafan atau hal lainnya dikuburkan bersama mayat adalah barang ghasab dan pemiliknya tidak rela barang tersebut dalam kuburan. Demikian juga, apabila sesuatu dari harta mayat telah diwarisi pada ahli warisnya dan dikuburkan bersamanya dan ahli waris tidak ridha harta tersebut dikuburkan bersama mayat.
- Mayat dibukurkan tanpa dimandi atau tanpa dikafani atau diketahui bahwa pemandiannya tidak sah atau dikafankan tetapi di luar ketentuan syariat atau dikuburkan namun tidak mengarah kiblat.
- Untuk menetapkan sebuah kebenaran orang-orang ingin melihat badan mayat.
- Mayat dikuburkan pada sebuah tempat yang tidak layak baginya misalnya di pekuburan orang-orang kafir atau sebuah tempat orang-orang membuang kotoran dan sampah.
- Kuburan dibongkar untuk sebuah tujuan syar’i yang lebih penting. Kuburan dibongkar misalnya ingin mengeluarkan bayi dari rahim ibunya yang telah dikuburkan.
- Takut ada binatang buas yang akan mencabik-cabik badan mayat atau dihanyutkan oleh banjir atau dikeluarkan dari tanah oleh musuh.
- Masih ada bagian badan mayat belum lagi dikuburkan dengan jasadnya namun mengikut prinsip ihtiyath wajib (bagian badan tersebut) harus dikuburkan sedemikian rupa sehingga badan mayat (yang sudah terkubur) tidak kelihatan.[1]
- Mayat atau mayat ingin dipindahkan ke salah satu tempat mulia namun dengan syarat pembongkaran kuburan tidak menyebabkan penghinaan terhadap mayat.[2]
Di samping beberapa poin yang telah disebutkan, demi kemaslahatan tertentu (seperti masalah-masalah pembangunan kota) yang mengharuskan harus terjadi pemindahan kuburan maka pekerjaan ini harus sesuai dengan hukum penguasa (Islam). [iQuest]
[1]. Taudhih al-Masâil, (Muhassya – Imam Khomeini), jil. 1, hal. 349.
[2]. Ayatullah Khui, Ayatullah Tabrizi, Ayatullah Zanjani, Ayatullah Fadhil, Ayatullah Siistani, Ayatullah Shafi, Ayatullah Bahjat, Ibid, hal. 351.