Please Wait
57772
Terdapat faktor yang beragam terkait dengan kemunculan berbagai aliran dan mazhab dalam Islam. Di antaranya adalah ketidakpedulian sekelompok umat Islam terhadap wasiat-wasiat dan ucapan Rasulullah Saw sehubungan dengan masalah khilafah dan keimamahan Ali As, menyusupnya para pemeluk agama lain di kalangan umat Islam, percampuran dan pertukaran budaya dengan mereka, adanya jarak masa yang jauh antara umat Islam dengan ajaran Islam yang orisinil dan pengetahuan Ahlubait As, adanya pelarangan atas penulisan hadis-hadis Nabi Saw hingga berlangsung satu abad lamanya, campur tangan tangan-tangan jahil para khalifah Bani Umayyah dalam membuat hadis-hadis palsu dalam memuji sebagian sahabat yang munafik, campur tangan para khalifah Bani Umayyah dan Bani Abbasiyyah dengan menciptakan perselisihan mazhab di antara kaum muslimin dengan tujuan menangkap ikan di air keruh untuk tujuan agar tetap dapat mempertahankan kekuasaan mereka, kebodohan umat dan terpengaruhnya mereka dengan berbagai propaganda busuk.
Sudah tentu, bahwa sebagian faktor itu sengaja diciptakan untuk tujuan merubah dan menghancurkan ajaran Islam. Khusunya gerakan dan perubahan yang dilakukan oleh sebagian kaum Yahudi, yaitu dengan membuat hadis-hadis palsu yang dikenal dengan sebutan “Israiliyyat”. Dan sebagian faktor lainnya diciptakan karena sifat tamak terhadap dunia dan karena hasud dan kedengkian hati yang mendalam. Setiap kelompok dengan memperalat politik berhasil menjauhkan sebagian besar umat Islam dari para Imam Ahlulbait As yang merupakan hidayah shirat al-mustaqim (petunjuk jalan lurus) dan menciptakan aliran tertentu. Tetapi sebagian aliran tersebut telah musnah ditelan masa dan sebagian lainnya muncul kembali pada abad-abad modern sekarang ini. Walaupun mereka begitu gigih untuk menghancurkan Islam, tetapi berkat bimbingan dan kerja keras para Imam Ahlulbait As dengan penuh kesabaran, istiqamah dan juga dengan usaha keras para pengikut setia Imam-imam suci Ahlulbait As, ajaran Islam yang asli dan sumber wahyu Ilahi yang agung masih tetap terjaga secara turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya hingga hari ini.
Selama Nabi Muhammad Saw hadir di tengah-tengah umat Islam, persatuan dan persaudaraan kaum muslimin -walaupun secara lahiriah- masih tetap terpelihara. Dan kala itu mereka menjadikannya sebagai tempat rujukan. Rasulullah Saw –sebagaimana pada peristiwa Yaumuddar- telah menyampaikan hadis indzâr (peringatan) dan setelah mengajak sanak keluarganya, beliau memperkenalkan, menjadikan dan menunjuk Imam Ali As yang berusia tiga belas tahun sebagai washi dan khalifahnya. Setiap kali memperoleh kesempatan yang baik, beliau senantiasa mengajak umat untuk mengikuti dan menerima khilafah Ali As. Akhirnya pada kesempatan haji wada’, yaitu pada tanggal 18 bulan Dzul Hijjah tahun 10 H, di sebuah tempat yang bernama Ghadir Khum dan secara resmi, Nabi Saw mengangkat dan menunjuk Ali As sebagai wali dan pemimpin umat Islam dan meminta mereka semua agar membaiat kepadanya. Wilayah dan kemimpinan Ali As itu merupakan kesempurnaan agama dan nikmat Ilahi.[i]
Sementara jenazah Rasulullah Saw belum lagi dikebumikan, di sana terdapat sekelompok umat Islam tengah ribut membicarakan tentang siapa yang bakal menggantikan dan menjadi khalifah Rasulullah Saw. Ketika itu umat Islam terpecah menjadi dua kelompok. Satu kelompok umat adalah orang-orang yang menerima dan mentaati wasiat Nabi Saw. Mereka menganggap bahwa Ahlubait beliau sebagai khalifah yang resmi setelah kepergiannya. Mereka ini dikenal sebagai Syi’ah Ali As yang mengutuk para pengingkar wasiat Nabi Saw. Satu kelompok lainnya adalah orang-orang yang hatinya dipenuhi dengan sifat fanatik ras dan kaum. Mereka berkeyakinan dan mengatakan bahwa “Sesungguhnya bagi kami tidak ada bedanya antara menantu Nabi Saw dan ayah isterinya. Setelah pemimpin kami berhasil menduduki kursi khilafah dan kepemimpinan umat, maka umat harus mengikuti dan mentaatinya dan tidak boleh menentangnya sama sekali”. Kelompok kedua inipun mengatakan: “Karena Al-Husein As berani menentang dan melawan khalifah resmi; Yazin bin Mu’awiyah, maka darahnya tertumpah. Memang Yazid keliru dalam ijtihadnya itu, tetapi ia telah bertaubat atas kekeliruannya tersebut”. Dari sinilah umat Islam pecah menjadi dua kelompok; Syi’ah dan Sunni. Dan setelah terjadinya perang antara pasukan Ali As dan Mu’awiyah, muncullah kelompok Khawarij. Dan setelah masa kekuasaan Bani Umayyah, Bani Marwan dan pertempuran antara mereka dengan Bani Abbasiyah, yang akhirnya masa kekuasaan mereka pun berakhir hingga dibukanya kembali pintu dialog, pengajaran dan pendidikan, penerjemahan kitab-kitab Yunani dan Ibrani ke dalam bahasa Arab dan masuknya kaum Yahudi dan Nasrani ke dalam pemerintahan para khalifah sehingga mereka dijadikan sebagai ulama dan ahli-ahli hadis dalam Islam, pada masa itu, di tengah-tengah masyarakat Islam tersebar berbagai pandangan. Sementara itu para penguasa yang tamak tetap menekan dan melarang keras para Imam Ahlulbait As dan ulama Syi’ah dalam menyampaikan dan menyebarkan ajaran Islam yang murni. Mereka bahkan menjebloskan para Imam Suci As ke dalam penjara, sementara para pemalsu hadis dengan leluasa berkeliaran di tengah-tengah umat Islam.
Dengan itu, umat Islam semakin jauh dari risalah asli Rasulullah Saw. Dan mereka telah dicekoki berbagai ajaran dan pemikiran yang beracun oleh para khalifah Bani Umayyah dan ajaran ulama Bani Abbasiyah yang merusak. Hal itu mereka lakukan hanya untuk mempertahankan kursi kekuasaan mereka, sehingga berbagai aliran dan mazhab pun mereka ciptakan. Di sisi lain, ada sekelompok ulama yang nota-bene sebagai murid-murid Imam Maksum As yang bergerak dalam bidang tablig, pengajaran dan pencerahan terhadap umat, tetapi mereka berani menjual agama demi mendekati pintu-pintu khalifah tiran untuk memperoleh kenikmatan duniawi dan mengabaikan kenikmatan ukhrawi. Karena itulah, selama beberapa kurun waktu mazhab Syi’ah samasekali tidak dikenal oleh umat Islam, bahkan tidak diakui sebagai salah satu mazhab resmi dalam Islam.
Munculnya berbagai aliran dan mazhab dalam Islam hingga menjadi 72 kelompok, merupakan buah-buah busuk dari sebuah pohon yang ditanam oleh sekelompok umat ketika mereka berkumpul di Balairung Saqifah. Kelompok inilah yang membelot dari pasukan dan kepemimpinan pemuda Usamah. Mereka telah menginjak-injak wasiat-wasiat Nabi saw sekaitan dengan wilayah dan khilafah Ali As dan telah melupakan peritiwa pembaiatan mereka kepada Ali As di Ghadir khum sehingga akhirnya mereka menjauhkan sebagian besar umat Islam dari ajaran Islam yang murni.
Sekelompok umat mengklaim dirinya sebagai pengikut Sunnah Nabi Saw. Tetapi pada awal kekhilafahan, mereka telah berani memakzulkan sebagian hukum-hukum Islam dan melakukan ijtihad yang bertentangan dengan teks-teks Ilahi. Di antara mereka ada yang berani membuat keputusan dan berkata: “Ada dua mut’ah yang di masa hayat Nabi Saw dihalalkan, tetapi kini aku mengharamkannya, yaitu nikah mut’ah dengan wanita dan haji tamattu’”.[ii] Tidak lama setelah itu, ia menghapus kalimat “Hayya ala khairil amal” dari azan shalat untuk tujuan agar kaum muslimin bersedia berangkat memerangi Romawi dan Persia daripada melakukan shalat. Dia juga memerintahkan umat agar melakukan shalat sunat (tarawih) secara berjamaah dan akhirnya merubah tata cara berwudhu yang biasa dilakukan oleh Rasulullah Saw. Tujuannya agar dapat mengambil keuntungan duniawi dari upaya tersebut. Sekelompok lainnya, sebagai ganti dari sunnah Nabi Saw mengambil sunnah khulafa. Dan mereka memaksa kaum muslimin agar mempraktikan tata cara wudhu Usman. Hal itu mereka lakukan untuk membedakan antara kaum Alawi dan Syi’ah dengan kelompok mereka. Di samping itu, agar kaum Syi’ah, anak keturunan Ali dan Zahra As musnah.
Masyarakat Syam (Suriah), setelah ditaklukkan oleh prajurit Islam, tidak lagi melihat simbol Islam selain Bani Umayyah. Muawiyah telah mengklaim dirinya sebagai khalifah Rasul Saw. Tujuannya adalah agar nama Nabi Saw dan nama-nama keturunannya serta keturunan pasangan Ali dan Zahra As tidak lagi dikenal di kalangan masyarakat Islam. Karena itu, sunnah sayyi’ah (ketetapan buruk) yang ia tebarkan adalah keharusan melaknat Ali As di dalam khutbah-khutbah Jum’at dan pada mimbar-mimbar lainnya secara resmi hingga pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz sedemikian sehingga akhirnya umat Islam tidak lagi mengindahkan hidayah dan bimbingan para Imam Maksum As.
Hingga pada masa terjadinya bentrokan dan perebutan kekuasaan antara Bani Umayah dan Bani Abbasiyah dan adanya pembelaan Bani Abbas -secara lahiriah- terhadap keluarga Ali As (Alawi), pada masa itu, Imam Muhammad Baqir As dan Imam Ja’far Shadiq As mendapat kesempatan yang terbatas untuk menyampaikan tabligh, menyebarkan pengajaran dan pendidikan kepada sebagian umat Islam sehingga keduanya dapat menjelaskan hadis-hadis Rasulullah Saw yang belum ditulis dan menafsirkan batin Al-Qur’an, maarif, hukum-hukum dan berbagai ilmu pengetahuan Ahlulbait As yang murni kepada mereka.
Kemudian para ulama Syi’ah dan murid-murid Imam Maksum As menyampaikan maarif tersebut kepada generasi berikutnya. Tetapi setelah Bani Abbasiyah berhasil menduduki tampuk kekuasan, terjadi lagi penekanan-penekanan terhadap gerakan dakwah para Imam Maksum As sehingga mereka dijebloskan ke dalam penjara atau diasingkan di tempat yang jauh atau di kamp militer dimana pada saat itu mereka terpaksa melakukan taqiyah.
Dari sisi lain, bursa ilmu pengetahuan, ceramah-ceramah dan nasihat-nasihat ramai tersebar di mana-mana. Setiap orang yang mengklaim dirinya sebagai seorang ulama Islam, ahli hadis dan mujtahid, masyarakat ramai berkumpul dan berkerumun di sekelilingnya. Ramainya penomena tersebut membuat khulafa khawatir karena kedudukannya terancam. Karena itu, akhirnya mereka membatasi dan mengumumkan mazhab resmi hanya pada empat mazhab saja, yaitu: Syafi’i, Hanbali, Maliki dan Hanafi. Sementara aliran-aliran lainnya terpaksa membungkam.
Di kalangan khulafa dan para pejabat mereka, terdapat beberapa kelompok yang mempunyai tujuan yang bermacam-macam. Dengan mengamati kondisi itu kita melihat bahwa:
1. Sebagian mereka masih tetap menyimpan rasa dengki yang mendalam terhadap Ali dan Zahra As. Kedengkian mereka itu pun pada masa hayat Rasulullah Saw pernah mereka tampakkan dalam bentuk yang beragam, sekalipun nampak lemah. Hal ini sebagaimana disinggung di dalam kitab-kitab Sunni dan Syi’ah.
2. Sebagian kelompok lainnya dengan sengaja memilih Islam dengan tujuan untuk memperoleh kedudukan dan kekuasaan. Mereka ini senantiasa mencari-cari dan menunggu-nunggu kesempatan yang tepat. Sehingga pada saat rihlah dan wafat Rasulullah Saw, sementara Ali As dan keluarganya masih sibuk mengurus jenazah beliau, mereka menggunakan kesempatan ini untuk meraih kursi khilafah.
3. Sebagian lainnya terpaksa masuk Islam ketika terjadi peristiwa ditaklukkannya kota Makkah (fath Makkah), karena mereka merasa bahwa nyawanya terancam. Kelompok ini senantiasa berpikir untuk merubah dan bahkan memusnahkan dasar-dasar Islam. Bani Umayyah adalah dari anak keturunan kelompok ini.
4. Di antara mereka terdapat sekelompok kaum munafikin dari bangsa Arab dan Yahudi. Mereka ini juga senantiasa mencari jalan untuk dapat merubah dan menyelewengkan agama Islam dan menghancurkan kaum muslimin.
5. Terdapat juga sekelompok ulama Yahudi yang berhasil mendekati dan memasuki pintu-pintu khalifah Bani Umayyah. Mereka juga dikenal sebagai muballig, khatib dan muhaddis Islam kemudian turut andil dalam upaya merusak ajaran Islam yang murni.
6. Yang lainnya adalah orang-orang jahil, para penasihat dan pemalsu hadis. Mereka ini bahu membahu demi untuk dapat mencapai tujuan jahat dan mengeruk materi dunia.
7. Para ulama dan ilmuan yang tidak loyal. Mereka menjadikan Al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi Saw sebagai modal untuk mencari kekayaan dan kedudukan, dan mereka mangambil jarak yang jauh dari para Imam suci Ahlulbait As yang merupakan guru-guru besar mereka dan pembawa risalah Islam. Mereka sibuk menafisrkan Al-Qur’an, padahal tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang Al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi saw serta tidak memiliki ilmu-ilmu grammar bahasa Arab yang mendalam. Setiap kelompok mengikuti pandangan seorang ulama tertentu.
8. Masyarakat awam yang tidak mempunyai pendirian dan sikap terhadap berbagai peristiwa. Mereka juga jauh dari hidayah para Imam Ahlulbait As sehingga mempunyai akidah dan keyakinan yang menyimpang, seperti keyakinan terhadap hidupnya Zaid bin Ali As yang selama beberapa waktu jasadnya dibiarkan, atau meyakini hidupnya Ismail bin Ja’far As (yang telah dimakamkan oleh ayahnya sendiri) dan meyakini keimamahannya.
9. Dan terakhir gerakan adidaya dunia dan Zionis Israel. Untuk tujuan memusnahkan Islam dan menghancurkan kaum muslimin, mereka menciptakan kelompok-kelompok dan aliran-aliran sesat seperti aliran Bahaiyah, Wahabiyah, Taliban, dan lain-lain.
Dari uraian di atas, faktor-faktor terpecahnya umat Islam dapat dibagi menjadi dua bagian, faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal seperti: hasud, dengki dan tekanan terhadap Ahlulbait As[iii] dari pihak Bani Umayyah dan Abbasiyah. Termasuk juga kebodohan, keluguan masyarakat, tamak terhadap kedudukan, kekuasaan dan reputasi.
Sedang faktor eksternal adalah: seperti pelarangan atas penulisan hadis dan sunnah Nabi saw selama seratus tahun lamanya, diasingkannya pengetahuan tentang sastra dan tata bahasa Arab, timbulnya ikhtilaf dan perbedaan qiraah dan kesimpulan-kesimpulan dari ayat-ayat Al-Qur’an, munculnya banyak hadis-hadis palsu dan menelusup ke dalam referensi-referensi Islam, terpisahnya umat Islam dari para Imam Ahlulbait As yang mengetahui tentang Al-Qur’an secara mendalam dan mendetail, timbulnya berbagai ijtihad dan pandangan pribadi yang berlawanan dengan sunnah nabawi saw yang dilakukan oleh para khalifah, dukungan dan perlindungan para khalifah terhadap sebagian mazhab dan firqah Islam, penekanan dan penahanan terhadap para Imam suci Ahlulbait as dan para ulama dan pengikut setia mereka dan menelusupnya ulama Yahudi dan Nasrani ke dalam agama Islam serta kezaliman para penguasa tiran atas kaum muslimin.
Sudah pasti bahwa seluruh faktor tersebut sangat berpengaruh dan berperan dalam merubah dan menyelewengkan ajaran Islam yang asli dan memecah belah kaum muslimin. Jelas, bahwa di antara jalan, aliran dan pandangan yang bermacam-macam, hanya ada satu jalan lurus yang harus diikuti dan diakui. Tetapi apabila kebenaran itu bercampur dengan penyelewengan, kesalahan dan penyimpangan, maka ia dianggap menajdi kebatilan dan kesesatan.
Untuk mengetahui jalan lurus dan hakikat yang sejati baik menurut Sunni maupun Syi’ah, hanyalah melalui pengenalan terhadap Al-Qur’an al-Karim yang merupakan mu’juizat Ilahi yang abadi dan tetap terjaga dari berbagai penyimpangan dan perubahan, serta melalui jalan sunnah Nabi Saw dan hadis-hadisnya yang mutawatir menurut Sunni dan Syi’ah. Dan sunnah para Imam suci Ahlulbait As juga sejalan dengan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Saw.[]
Sumber rujukan dan referensi:
1. Thabathaba’i, Muhammad Husein, Al-Mizân jil. 4, penerbit Islami, Qum, hal. 364 - 365
2. Qummi Masyhadi, Muhammad bin Muhammad Ridha, Kanz al-Daqâiq, jil. 4, Muassasah wa Tab’e wa Nasyr Wizarat-e Irsyad, cet. 1, th. 1411 H, Tehran, jil. 3 hal. 417 dan jil. 4 hal. 117.
3. Musawi, Syarafuddin, terjemah, Imami, Muhammad Ja’far, Haqju wa Haq Syenos, Bunyad-e Ma’arif Islam, cet. 1, th. 1373 Sy, Qum.
4. Jawadi Amuli, Abdullah, Tafsir Tasnim, jil. 1, Isra, cet. 1, th. 1378 Sy, Qum, hal. 98 – 99.
5. Jawadi Amuli, Abdullah, Qur’ân dar Qur’ân, Isra, cet. 2, th. 1378 Sy, Qum, hal. 315 – 350.
6. Khusrupanah, Abdulhusein, Kalâm Jadid, Marka-e Muta’alah wa Pazuhesy Farhanggi Hauzah Qum, cet. 1, th. 1379 Sy, Qum, hal. 150 – 239.
7. Syahrestani, Sayyid Ali, Wudhu Payâmbar, Uruj Andisyeh, cet. 1, th. 1377 Sy, Masyhad.
8. Ashgari, Sayyid Muhammad, Qiyas wa ……, Kayhan, cet. 2, th. 1370 Sy, Tehran.
9. Qummi, Syeikh Abbas, Tatimmatul Muntaha, Payam Azadi, cet. 1, th. 1379 Sy, Tehran.
10. Tijani, Muhammad, Ahli Sunnah Wâqi’i, jil. 1 dan 2, Bunyad-e Ma’arif Islami, cet. 3, th. 1374 Sy, Qum.
11. Naqawi, Sayyid Muhammad Taqi, Syarah wa Tafsir Khutbah Ghadir, Markaz-e Tahkikati Farhanggi Jalil, cet. 1, th. 1374 sy, Tehran.
[i] . Qs. Al-Maidah: 3 dan 67.
[ii] . Al-Irsyad, Syeikh mufid, terjemahan Rasuli mahallati jilid 1 hal. 164, pasal: 50. Peristiwa Haji Wada’ dan kedatangan Ali as dari yaman ke kota Makkah dan kisah Ghadir khum….hal. 158. Raudhatul kafi, terj. Kamari jilid: 1 hal 97, dan khutbah Imam Ali As hal. 94.
[iii] . Qs. Al-Fath: 15 dan Al-Nisa: 49 – 63.