Advanced Search
Hits
16011
Tanggal Dimuat: 2007/12/28
Ringkasan Pertanyaan
Apakah suami dapat memerintahkan istrinya untuk bekerja di luar rumah?
Pertanyaan
Apakah suami dapat memerintahkan istrinya untuk bekerja di luar rumah? Apakah disebabkan oleh ketaatan kepada suami sang istri memperoleh pahala meski ia tidak terlalu tertarik untuk bekerja di luar rumah?
Jawaban Global
Dalam tatanan rumah tangga dan keluarga yang bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan hidup adalah suami dan ia tidak dapat melibatkan istrinya dalam urusan ini.
Akan tetapi setiap pekerjaan yang dilakukan oleh sang istri untuk memperoleh keridhaan suami, sepanjang tidak berseberangan dengan ketentuan dan aturan syariat, tentu akan memperoleh ganjaran dan pahala dari Allah Swt.
 
Jawaban Detil
Dalam menjelaskan hal ini harus diterangkan bahwa pertanyaan ini pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga bagian pertanyaan:
  1. Apakah suami dapat memerintahkan istrinya untuk bekerja di luar rumah?
  2. Apakah pada prinsipnya wanita itu pantas untuk bekerja di luar rumah?
  3. Apakah ketaatan istri kepada suami dalam hal ini akan memberikan pahala kepada sang istri?
Karena itu, kami akan menjawab ketiga pertanyaan di atas secara berurutan sebagai berikut:
  1. Terkait dengan pertanyan pertama, dengan mencermati ayat 34 surah al-Nisa[1] harus dikatakan bahwa salah satu dalil mengapa kepemimpinan rumah tangga diletakkan di pundak suami adalah karena ia bertanggung jawab untuk menyiapkan kebutuhan rumah tangga (bagaimana pun kondisinya). Atas dasar itu, dapat disimpulkan bahwa tugas-tugas istri terbatas pada hal-hal yang secara global dijelaskan pada Risalah-risalah Amaliah (amalan praktis fikih) dan hukum perdata. Istri sama sekali tidak memikul tanggung jawab secara hukum dan syariat dalam memenuhi kebutuhan hidup dan memperoleh kekayaan untuk keluarga. Bahkan sekiranya ia telah mengumpulkan harta sebelumnya, ia tetap tidak memiliki berkewajiban untuk menggunakannya dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga dan suami tidak memiliki hak untuk memaksa istrinya menggunakan kekayaan pribadinya. Marja Agung Taklid juga menegaskan hal ini sebagimana Imam Khomeini yang berkata, “Tidak mesti istri itu adalah seorang miskin dan membutuhkan sehingga wajib baginya untuk dinafkahi, bahkan sekiranya istri merupakan seorang yang kaya raya, suami tetap berkewajiban memberikan nafkah kepadanya.[2] Hal ini merupakan sebuah keunggulan dan privilej hukum Islam yang diberikan kepada kaum perempuan yang bahkan setelah menikah sekali pun ia tetap dapat mengatur hartanya sendiri. Hanya saja dalam bekerja, ia tetap harus mempertimbangkan pekerjaan yang dilakukannya dan memperhatikan kondisi suaminya. Menariknya di sini, suami bahkan tidak memiliki hak untuk memerintahkan istrinya bekerja di luar rumah. Di samping itu, istri juga dapat menuntut upah dari suami atas pekerjaan yang paling mulia sebagai seorang ibu yaitu memberi ASI kepada anaknya.[3] Menuntut upah seperti ini sama sekali bukan merupakan sebuah bentuk penghinaan kepada kepribadian seorang istri, sebaliknya merupakan bagian dari hak yang diberikan kepadanya sebagai perimbangan dan perbandingan hak kepemimpinan suami dalam rumah tangga sehingga pada tataran tertentu terjalin keseimbangan antara hak dan kewajiban dalam keluarga. Atas dasar itu, ketaatan kepada suami terkait dengan bekerja di luar rumah (dan bahkan di dalam rumah sekali pun) tidak wajib bagi istri dan sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Khomeini Rah, “Ketidaktaatan istri kepada suami dalam hal-hal yang tidak diwajibkan atasnya tidak akan menyebabkan istri itu nuzyus (durhaka) dan karena itu apabila enggan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan dan pelayanan-pelayanan di rumah yang tidak ada kaitannya dengan hubungan suami-istri (senggama) misalnya ia enggan menyapu atau menjahitkan baju sang suami, atau menolak untuk memasak dan lain sebagainya,  bahkan terkait dengan hal-hal sepele sekali pun seperti ia menolak membawakan air, membereskan tempat tidur maka ia tidak akan termasuk sebagai istri durhaka.[4]
 
  1. Sehubungan dengan pertanyaan apakah pada prinsipnya kaum perempuan, entah itu gadis atau sudah menikah, secara syar’i dapat bekerja di luar rumah harus dikatakan bahwa agama Islam tidak memberikan larangan dalam hal ini. Sebagai contoh, kita ketahui bahwa Hadhrat Khadijah Sa, istri terkasih Rasulullah Saw, memiliki banyak harta dan digunakan untuk berniaga. Setelah bi’tsah, ia banyak berperan demi kemajuan dan penyebaran dakwah Islam  sedemikian sehingga Rasulullah Saw bersabda tentangnya, “Tiada satu pun modal yang memberikan kepada keuntungan kepadaku sebandingan dengan harta yang diberikan Khadijah.”[5]
Apa yang penting dan perlu dicermati terkait dengan hadirnya kaum perempuan di tengah masyarakat  adalah ia tetap menjaga ketentuan dan rambu-rambu syariat, serta memelihara kemuliaannya sebagai seorang wanita Muslimah. Dengan mematuhi ketentuan ini, ia dapat hadir dan beperan aktif di tengah masyarakat sebagaimana kaum laki-laki.
Sebagai contoh para imam kita tidak melarang kaum wanita untuk hadir di jalan-jalan bahkan menganjurkan kepada mereka untuk berjalan di tepi jalan dan tidak berjalan di tengah jalan (yang tentunya akan menarik perhatian orang yang lalu lalang di jalan itu).[6]
Pada masa-masa awal penyebaran Islam juga kaum wanita hadir di medan perang yang pada prinsipnya merupakan pekerjaan kaum pria.[7]
Karena itu, kita tidak dapat menilai pekerjaan perempuan di luar rumah sebagai pekerjaan yang tidak pantas dan tidak layak sehingga harus dihindari karena boleh jadi kaum wanita dapat mengerjakan lebih baik pekerjaan-pekerjaan yang ada ketimbang kaum pria.
 
  1. Dengan menyimak apa yang telah diuraikan di atas, sekaitan dengan apakah ketaatan istri kepada suami dalam hal ini juga akan mendatangkan pahala baginya atau tidak, harus dikatakan bahwa kita harus mengingat konsep mengedepankan orang lain (itsar) yang sangat dianjurkan dalam Islam yaitu manusia mengabaikan hak-haknya dan mendahulukan orang lain. Dalam hal ini, terdapat ayat dalam al-Quran memuji orang-orang Ansar yang banyak mendahulukan orang lain dan memenuhi kebutuhan orang-orang Muhajir.[8] Dengan mencermati kandungan ayat kita temukan bahwa perbuatan kaum Anshar bukan merupakan sebuah kewajiban dan keharusan melainkan seruan moral yang menuntun mereka melakukan hal ini. Penyerahan harta Khadijah Sa kepada Rasulullah Saw juga dapat dinilai dari sudut pandang ini dan apresiasi Rasulullah Saw kepadanya bahkan terus berlanjut hingga setelah wafatnya Puan Khadijah Sa[9] menunukkan banyaknya pahala yang didapatkan oleh puan teladan Muslimah ini berkat bantuan hartanya kepada suaminya.
 
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat dipetik dari apa yang diuraikan di atas adalah bahwa dalam kehidupan keluarga dan rumah tangga, di samping kaidah-kaidah hukum yang berlaku di antara pasangan suami istri, juga terdapat barometer-barometer moral yang meski tidak wajib dijalankan namun apabila dilakukan dengan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt tentu saja akan mendatangkan banyak pahala bagi pelakunya seperti misalnya bantuan para istri kepda suami-suami mereka dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup rumah tangga, khususnya apabila sang suami kesulitan dalam memenuhi hal tersebut.
Akan tetapi dengan catatan dan kecermatan bahwa bekerja di luar rumah harus mematuhi rambu-rambu syariat dan ketentuan Islam. [iQuest]
 

[1]. “Kaum laki-laki itu adalah pengayom bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu, maka wanita yang saleh ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara rahasia dan hak-hak suami ketika suaminya tidak ada, lantaran hak-hak yang telah Allah tetapkan bagi mereka. Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuz-nya, maka nasihatilah mereka, berpisahlah dengan mereka di tempat tidur, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (Qs. al-Nisa [4]: 34)
[2]. Ruhullah Khomeini, Tahrir al-Wasilah, Dar al-‘Ilm, Qum, Cetakan Kedua, jil. 2, hal. 319.  
[3]. Ibid, hal. 312.  
[4]. Ibid, hal. 305.  
[5]. Muhammad Baqir Majlisi, Bihar al-Anwar, jil. 19, hal. 63, Muassasah al-Wafa, Beirut, 1404 H,  
[6]. Muhammad bin Ali bin Husain, Syaikh Shaduq, Man Lâ Yahdhuruhu al-Faqih, jil. 3, hal. 561, Intisyarat Jami’ah Mudarrisin, Qum, 1413 H.  
[7]. Dalam hal ini kita dapat menyebut nama Nasibah yang turut serta bersama Rasulullah Saw pada perang Uhud dan mengobati orang-orang yang terluka. Silahkan lihat, Muhammad Baqir Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 20, hal. 52.
[8]. “Dan (begitu juga untuk) orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan beriman (Anshar) sebelum mereka (Muhajirin), sedang mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Mereka sedikit pun tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin), dan mereka mengutamakan (Muhajirin) atas diri mereka sendiri sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan barang siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Qs al-Hasyr [59]:9)
[9]. Syaikh Mufid, al-Afshâh fi al-Imâmah, hal. 217, Kongre Syaikh Mufid, Qum, 1413 H.  
Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Pertanyaan-pertanyaan Acak

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    259830 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    245598 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    229503 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    214290 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    175599 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    170980 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    167398 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    157458 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    140310 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    133538 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...