Advanced Search
Hits
10016
Tanggal Dimuat: 2012/04/04
Ringkasan Pertanyaan
Dengan memperhatikan tidak mungkinnya memberikan petunjuk kepada orang-orang kafir yang keras kepala lantas mengapa para nabi bersikeras supaya mereka memperoleh petunjuk dan merisaukan azab yang kelak mereka terima pada hari kiamat?
Pertanyaan
Pada ayat 6 dan 7 surah al-Baqarah (2) disebutkan, “Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman. Allah telah mengunci mata hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat.” Sesuai dengan ayat ini dapat disimpulkan bahwa perbuatan para nabi adalah perbuatan sia-sia dan tiada guna karena Allah Swt telah mengunci mata hati mereka dan tidak jelas atas kesalahan apa mereka harus dibawa ke neraka?
Jawaban Global

Kedua ayat ini menjelaskan tentang tradisi-tradisi dan aturan-aturan Ilahi bahwa apabila seseorang kafir meski ia mengetahui hakikat agama yang sebenarnya namun dengan ikhtiarnya sendiri ia menentang agama dan berpaling untuk menerima hakikat, penentangan dan permusuhan ini akan menjadi sebab ia tidak akan memperoleh petunjuk.

Karena ia sendiri yang memilih jalan ini secara sadar maka ia sendirilah yang bertanggung jawab atas pilihannya tanpa harus dilabeli dengan anggapan adanya konsep determinisme atas perbuatan tersebut. Hal ini persis seperti orang yang secara sadar membutakan matanya sendiri dan membuat dirinya tuli dengan sebuah alat sehingga ia tidak mendengar dan melihat sesuatu.

Adapun terkait dengan pertanyaan bahwa meski orang-orang kafir ini tidak dapat diberikan petunjuk namun mengapa para nabi tetap berkukuh untuk memberikan mereka petunjuk? Dalam menjawab pertanyaan ini harus dikatakan bahwa pertama, hukuman dan sangsi Ilahi senantiasa berhubungan dengan perbuatan-perbuatan dan perilaku manusia. Seseorang tidak akan dapat dihukum semata-mata karena ia merupakan orang jahat sehingga akan memperoleh hukuman yang setimpal dengan perbuatannya. Kedua, untuk menyempurnakan hujjah bagi mereka sehingga tidak lagi berkata sekiranya para nabi datang kepada kami dan memberikan bimbingan maka niscaya kami akan memperoleh petunjuk.

Jawaban Detil

Dua ayat ini bercerita tentang orang-orang kafir yang keras kepala. Sedemikian mereka keras kepala dalam kesesatannya sehingga meski kebenaran telah terang dan nyata bagi mereka, namun mereka tetap enggan menerimanya. Al-Quran yang merupakan kitab petunjuk dan panduan sama sekali tidak berpengaruh bagi mereka. Engkau katakan atau tidak, berikan peringatan atau tidak, berikan berita gembira atau tidak, sama sekali tidak menyisakan pengaruh apa pun pada diri mereka. Pada dasarnya mereka tidak memiliki kesiapan mental untuk mengikut suara hak dan tunduk di hadapan kebenaran.

Ayat kedua, disebabkan oleh sikap fanatik dan sikap keras kepala, menyatakan bahwa sedemikian tenggelam dalam kekufuran dan penentanngan sehingga mereka tidak memiliki rasa untuk mengidentifikasi, “Allah telah mengunci mata hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup.” (Qs. Al-Baqarah [2]:7) Atas dasar itu hasil dari perbuatan mereka adalah, “Dan bagi mereka siksa yang amat berat.” (Qs. Al-Baqarah [2]:7)[1]

Pertanyaan pertama yang mengemuka di sini adalah apabila sesuai dengan ayat di atas Allah Swt telah mengunci mata hati dan pendengaran, sehingga mereka terpaksa tetap tinggal dalam kekufuran. Bukankah hal ini merupakan jabr (determinisme)? Dalam kondisi seperti ini, apakah mereka layak dikenai hukuman?

Al-Quran memberikan jawaban atas pertanyaan ini pada ayat lainnya dan bahwa Allah Swt dalam sistem penciptaan telah menjadikan hukum kausalitas berlaku pada segala sesuatu, dan tiada satu pun yang terjadi tanpa adanya sebab.

Beberapa sebab yang membuat Allah Swt mengunci mata hari dan pendengaran mereka di antaranya adalah sikap takabur, mengikuti hawa nafsu, mengikut nafsu membangkang, bersikeras dan bersikap keras kepala di hadapan kebenaran, bersikap aniaya, kufur dan lainya sebagainya menjadi sebab terbentangnya tirai rasa untuk mengidentifikasi bagi manusia dan tidak berfungsinya media pengenalan bagi manusia.[2]

Sejatinya bahwa hal ini merupakan hal natural bahwa apabila manusia mengerjakan perbuatan salah dan mengulang-ngulang kesalahan maka secara perlahan ia akan menjadi akrab dengan kesalahan tersebut; karena pada tingkatan pertama, “mood” (hâl) kemudian berubah menjadi “adat” kemudian berubah menjadi sesuatu yang inheren (malakah) dan menjadi bagian dari jiwanya. Terkadang perbuatannya sampai pada tingkatan yang membuatnya mustahil untuk kembali.

Namun karena ia memilih sesuai dengan pilihannya sendiri maka dirinyalah yang bertanggung jawab atas seluruh konsekuensi perbuatan-perbuatannya tanpa meniscayakan determinisme. Kondisi ini  persis seperti sesorang yang secara sadar membutakan dan menulikan dirinya dengan sebuah alat sehingga tidak melihat dan mendengar apa pun. Apabila kita saksikan kesemua ini disandarkan kepada Tuhan maka hal itu disebabkan karena Allah Swt meletakkan tipologi ini pada perbuatan-perbuatan seperti ini dan kausalitas (sebab- akibat) ini diciptakan oleh Tuhan.

Kebalikan dari hal ini juga dalam sistem penciptaan dapat kita saksikan secara kasat mata; artinya apabila seseorang yang suci dan bertakwa, benar dan lurus, maka Allah Swt akan menguatkan rasa identifikasinya dan memberikan pencerahan kepadanya, sebagaimana kita membaca dalam al-Quran, “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu (kekuatan) pembeda (antara yang hak dan yang batil di dalam hatimu), menghapuskan segala kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (Qs. Al-Anfal [8]:29)

Kita belajar hakikat ini dalam kehidupan keseharian kita. Orang-orang yang memulai melakukan pelanggaran, pada awalnya juga mengakui bahwa ia adalah pendosa dan pelanggar. Atas dasar itu ia merasa bersedih. Namun secara perlahan ia mulai akrab dan perasaan sedih itu mulai hilang. Pada tingkatan yang lebih tinggi terkadang sampai pada titik dimana ia tidak hanya bersedih bahkan ia bergembira dan memandangnya sebagai tugas kemanusiaannya (melakukan dosa dan kesalahan).

Untuk telaah lebih jauh silahkan lihat Pertanyaan 631 (Site: 690) Indeks: Hidayah untuk Umat Manusia dan Pertanyaan 1553 (Site: 1578) Indeks Pengetahuan Tuhan dan Penciptaan Manusia-manusia Jahat.

Pertanyaan lain yang berkaitan dengan ayat-ayat di atas adalah bahwa apabila orang-orang kafir ini tidak dapat memperoleh petunjuk lantas mengapa para nabi bersikeras menghendaki supaya mereka diberi petunjuk?

Dengan mencermati satu poin maka jawaban atas pertanyaan ini akan menjadi jelas. Poin itu adalah bahwa hukuman-hukuman dan hajaran-hajaran Ilahi senantiasa bertautan dengan segala perbuatan dan tindakan manusia. Seseorang tidak dapat dihukum hanya karena hatinya jahat, melainkan pertama-tama ia harus diajak kepada kebenaran apabila ia tidak mengikut dan kekotoran batin terefleksi pada perbuatannya maka dalam kondisi ini ia harus mendapatkan hukuman. Selain itu, akan menjadi obyek qisash sebelum terjadinya kejahatan; hukuman sebelumnya terjadinya pelanggaran. Dengan kata lain, ganjaran dan pahala perbuatan harus diberikan setelah manusia mengerjakan sebuah perbuatan baik. Karena itu semata-mata mempersiapkan dan memiliki potensi mental dan pikiran untuk melakukan perbuatan baik tidak mencukupi. Di samping itu, hal ini dilakukan untuk menuntaskan hujjah bagi mereka sehingga mereka tidak berkata sekiranya para nabi datang kepada kami dan membimbing kami niscaya kami akan memperoleh petunjuk. [iQuest]

 

 


[1]. Makarim Syirazi, Tafsir Nemune, jil. 1, hal. 82, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Teheran, Cetakan Pertama, 1374 S.

[2]. Dalam surah al-Nisa, ayat 155 kita membaca, “bal thaba’aLlâhu ‘alaiha bikufrihim” (Bahkan, sebenarnya Allah telah mengunci mati hati mereka karena kekafirannya). Pada surah al-Mukmin, ayat 35, kita membaca, “Kadzalika yathba’uLlâh ‘ala kulli qalbi mutakkabirin jabbârin.” (Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yang sombong dan sewenang-wenang). Demikian juga pada surah al-Jatsiyah, ayat 23 kita membaca, “afaraita manittakhadza ilahahu hawahu wa adhlaLlahu ‘ala ilmi wa khatama ‘ala sam’ihi wa qalbihi wa ja’ala ‘ala basharihi ghisyâwatun.” (Pernahkah kamu pernah melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya (bahwa ia tidak layak lagi memperoleh petunjuk), serta Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan di atas penglihatannya?)

 

 

Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Klasifikasi Topik

Pertanyaan-pertanyaan Acak

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    261224 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    246343 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    230128 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    214984 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    176323 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    171623 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    168107 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    158168 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    140963 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    134038 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...